Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana apa yang dia pikirkan
Pagi itu, Mika mengenakan setelan olahraga sporty berwarna hitam yang menonjolkan tubuh ramping dan proporsionalnya. Ia melangkah penuh percaya diri menuju gym, berusaha menjaga fokus pada rutinitas paginya. Setiap repetisi di gym terasa seperti bagian dari misinya—membangun dirinya lebih kuat, lebih sempurna, baik fisik maupun mental.
Namun, suasana tiba-tiba berubah saat matanya tak sengaja menangkap sosok familiar: Nisa, yang tengah berolahraga di treadmill di sudut ruangan. Mika langsung berusaha mengabaikan dan berjalan menuju area angkat beban seolah tidak melihatnya.
Namun, Nisa cepat menyadari kehadiran Mika. Ia menghentikan treadmill dan berjalan mendekat dengan tatapan sinis yang mengingatkan Mika pada masa-masa kelam di sekolah.
"Kau… sedang apa di sini?" tanya Nisa dengan nada tajam, matanya memandang Mika dari ujung rambut hingga kaki. Ada kecanggungan bercampur kekaguman yang coba ia sembunyikan di balik sikap sinisnya.
Mika melirik sekilas dan menjawab dingin, "Itu bukan urusanmu." Ia berbalik dan mulai mengatur beban di barbelnya.
Namun, Nisa tak berhenti di situ.
"Hebat, ya. Sekarang kau bisa muncul di mana saja dengan percaya diri. Dulu kau nggak seperti ini, kan?" katanya sambil menyeringai kecil. Sindiran yang seolah menggali masa lalu.
Mika menahan diri. Amarah kecil bergejolak di hatinya, tapi ia tetap tenang. Ini bukan saatnya memperlihatkan kelemahannya. Ia sudah bertekad menjadi sosok yang tak bisa diremehkan lagi.
Mika memutar tubuhnya perlahan, menatap Nisa dengan tatapan datar dan penuh arti. “Orang berubah, Nisa. Sayangnya, sepertinya kamu tetap sama. Masih merasa hebat dengan merendahkan orang lain.”
Nisa terdiam sejenak, tapi matanya menyiratkan ketidaksukaan.
“Oh, jadi kau pikir sekarang kau lebih baik daripada aku?” Nisa menantang. Nada sinisnya semakin jelas, seakan ingin memicu emosi Mika.
Namun, Mika tersenyum tipis, senyum penuh kemenangan.
"Lebih baik atau tidak, itu bukan urusanku. Tapi aku sudah melewati masa di mana pendapat orang sepertimu penting buatku." Jawaban itu meluncur mulus dan tajam, meninggalkan Nisa terdiam sejenak.
Mika kembali fokus pada latihannya tanpa menghiraukan Nisa lagi. Kepuasan kecil menyelinap di hatinya. Ia berhasil menjaga kendali—tidak lagi reaktif seperti dirinya di masa lalu. Ini adalah kemenangan kecil, tapi penting. Bagian dari rencananya untuk menunjukkan bahwa dirinya kini tak terjangkau oleh hinaan atau sindiran mereka.
Nisa, yang merasa percakapan tadi tak berpihak padanya, akhirnya beranjak pergi dengan wajah kesal, tapi masih menoleh sekali ke arah Mika sebelum benar-benar meninggalkan gym.
***
Saat Nisa melangkah keluar dari gym, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari grup geng mereka—Dara mengajak Nisa dan Farah untuk datang ke rumahnya untuk arisan sore itu.
Dara:
"Girls, sore ini arisan di rumahku. Jangan lupa datang ya! Ada wine juga!"
Tanpa berpikir lama, Nisa langsung membalas:
"Oke, aku akan datang. Aku ada info terbaru, ini bakal seru."
Senyum licik tersungging di wajahnya. Pertemuan tadi dengan Mika memberinya bahan obrolan yang bisa jadi amunisi baru untuk dibahas bersama Dara dan Farah. Nisa tahu betul bahwa teman-temannya pasti ingin mendengar kabar terbaru tentang “Mika si pengecut dari masa lalu” yang kini muncul kembali dengan rupa yang jauh berbeda.
Sore itu, Dara menyiapkan rumahnya dengan sempurna. Meja penuh hidangan manis dan gurih, beberapa botol wine, dan suasana rumah yang elegan membuat arisan kali ini terlihat seperti pesta eksklusif. Alea, putri kecil Dara, sudah tertidur lebih awal, memberi mereka kebebasan untuk mengobrol tanpa gangguan.
Farah datang lebih dulu, dengan tas mahal bermerk di lengannya. Tak lama kemudian, Nisa tiba dengan senyum kemenangan di wajahnya.
“Duh, ini pasti gosip panas,” ujar Dara sambil membuka sebotol wine.
“Betul!” kata Nisa dengan mata berbinar. Ia sudah tak sabar menumpahkan ceritanya.
***
Ketiganya duduk di ruang tamu, mengobrol santai sambil menikmati camilan. Dara menyeruput wine-nya perlahan, lalu menatap Nisa penuh rasa penasaran.
"Jadi, apa info pentingnya, Nis? Kamu udah bikin aku penasaran dari tadi!"
Nisa meletakkan gelasnya dan bersiap untuk menceritakan semuanya.
"Kalian nggak akan percaya siapa yang tadi ketemu aku di gym... Mika. Ya, Mika yang dulu pernah kita bully sampai pindah sekolah!" ujar Nisa dengan nada antusias.
Dara dan Farah saling berpandangan. Sejenak, Farah tertawa sinis.
“Serius? Si gendut yang kemarin tiba tiba datang ke acara reuni ? Jangan-jangan dia masih menyimpan dendam sama kita,” cibir Farah sambil tertawa.
Dara, yang awalnya ikut tertawa, perlahan-lahan mulai terlihat serius.
“Kenapa dia ada di sini? bukanya dia udah pulang ke kotanya?” tanya Dara sambil menatap Nisa tajam.
Nisa mengangguk.
“Cantik. Seksi. Kayak bukan Mika yang kita kenal dulu. Dia punya rumah baru disini dan katanya bisnisnya sukses besar. Aku nggak habis pikir, dia berubah secepat itu.”
Dara menggigit bibir bawahnya. Mendengar Nisa menggambarkan Mika yang sekarang membuatnya merasa sedikit tidak nyaman. “Dan kamu ketemu di gym? Apa dia ngomong sesuatu?”
Nisa tersenyum licik.
"Dia nggak banyak ngomong sih. Tapi jelas banget, dia nggak suka sama aku."
Farah terkikik. “Wajar aja. Dulu dia pasti trauma gara-gara kita.”
Namun, Dara tetap diam, berpikir lebih dalam. Ada sesuatu tentang pertemuan itu yang membuatnya gelisah. Rasanya seperti alarm kecil berbunyi di kepalanya.
"Aku heran," gumam Dara pelan, "Kenapa dia tiba-tiba muncul lagi di sini? Apa mungkin dia ada niat tertentu?"
Nisa mencondongkan tubuhnya ke depan, seakan ingin memberi tambahan informasi yang lebih menarik.
“Aku nggak tahu rencananya apa. Tapi lihat ya... ini nggak mungkin kebetulan. Setelah sekian lama, tiba-tiba dia muncul lagi di kota ini dengan kehidupan yang jauh lebih baik? Kayak... dia sengaja balik buat sesuatu.”
Dara terdiam sejenak, lalu meneguk wine-nya cepat-cepat. Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Terlebih lagi, beberapa waktu terakhir, ia juga merasa suaminya, Antony, sedikit berubah.
“Jangan-jangan…” Dara bergumam, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Farah, yang penasaran, mendekat. “Jangan-jangan apa?”
Dara menggeleng pelan, berusaha mengusir pikiran buruk yang melintas di benaknya.
“Nggak, nggak. Lupakan. Mungkin aku cuma paranoid.”
Namun, dalam hatinya, Dara merasa harus lebih waspada. Sesuatu tentang Mika dan perubahan mendadak ini membuatnya tak nyaman.