NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pernyataan sang dokter

Doni melangkah pelan ke ruang praktek Dr. Smith. Denyut jantungnya bergetar keras, menusuk-nusuk tenggorokannya. Ia mengatur napas, berusaha menenangkan diri sebelum menghadapi dokter yang selama ini menjadi sosok otoritas dalam hidupnya. Di sudut ruangan, Dr. Smith mengetik sesuatu di komputer, fokus pada layar seakan dunia luar tak ada artinya.

“Dokter,” suara Doni menggema lembut, tapi terlihat ragu. Dr. Smith menoleh, wajahnya tersirat bosan.

“Ada apa?” matanya menyasati Doni.

Doni menelan ludah.

“Bolehkah saya… tanya tentang ibu saya?”

Dr. Smith berhenti sejenak, menarik napas panjang. “Apa kamu sudah siap mendengar?”

Doni tersentak. Kata-kata itu menghidupkan kembali rasa penasaran yang menumpuk selama bertahun-tahun. Ia mengangguk, berusaha menunjukkan sikap berani.

“Ibumu meninggal saat melahirkanmu,” Dr. Smith mengucapkannya datar, tanpa ekspresi.

Doni merasa seluruh dunia mendesaknya. Jantungnya berdegup kencang hingga terasa sesak.

“Bagaimana dengan itu?” suaranya tercekat.

“Mungkin lebih baik jika kamu tidak menggali sesuatu yang sudah berlalu,” Dr. Smith menengok ke arah layar, mengabaikan kehadiran Doni.

Kearifan seolah merasuki benak Doni. Kenyataan yang baru disampaikan tak bisa begitu saja ditelan mentah-mentah.

“Butuh bukti,” Desisnya.

Arakannya terganggu ketika Dr. Smith perlahan menatapnya, matanya menyusut, beralih ke kebosanan. “Kau tak perlu terlalu dramatiskan ini. Itu hanya fakta. Tidak ada yang bisa mengubahnya.”

Doni menyusupkan telapak tangannya ke saku, merasakan ada sesuatu yang bisa mengundang kebaikan. Foto itu. Namun, ia merasa ragu, terlalu awal untuk mengeluarkannya.

“Aku ingin tahu lebih banyak. Siapa ibu saya? Apa namanya?” Suaranya menjulang, berusaha menyimpan ketegasan.

“Tanyakan pada laporan kematian. Itu bukan urusanku,” Dr. Smith menjawab sambil berbalik, mengacuhkan Doni.

Doni merasa ada sesuatu yang ganjil. Keberatan Dr. Smith mengesankan rahasia yang terpendam.

“Dokter,” panggilnya lagi, kali ini lebih lembut. “Apa kau tidak ingin menjelaskan lebih jauh? Aku punya hak untuk tahu lebih banyak.”

Dr. Smith menggelengkan kepala, matanya terfokus pada layar. “Sekali lagi, cukup dengan fakta. Sejak itu, ibumu tidak ada. Lupakan.”

Kesakitan menyentak hati Doni. Marah, putus asa, sekaligus bingung. Ia berusaha mempertahankan emosinya, tetapi terasa seperti sebuah gelombang yang tak bisa ditahan.

“Lupakan? Bagaimana bisa? Dia adalah ibuku,” suara Doni pecah.

Dr. Smith berhenti, menatap Doni lebih dalam. Di sana, sebuah kerutan di keningnya membentuk wajah yang lebih rumit. Lalu, ia berkata, “Kehilangan adalah bagian dari hidup. Semakin cepat kamu menerimanya, semakin sedikit rasa sakit yang kau rasa.”

“Apa kau tahu rasa sakit itu? Apa kau melihatku, atau hanya benda mati di sini?” teriak Doni, emosi menggelegak di dalam dirinya.

Dr. Smith terperangah, menyadari bahwa perkataannya telah melukai. “Apa yang kau inginkan dariku?”

Doni meraih foto di sakunya, mengeluarkannya dengan hati-hati. “Ini. Apakah ini ibuku?” Dengan tangan bergetar, ia mengarahkan foto tersebut ke arah Dr. Smith.

Dr. Smith mengamati foto itu tanpa riak di wajahnya, meneliti tiap detil. “Bisa jadi, tapi itu bukan sesuatu yang bisa kita buktikan.”

“Kenapa kau selalu berusaha menjauhkan diri dari kebenaran?”

“Karena kebenaran kadang lebih menyakitkan daripada kebohongan,” jawab Dr. Smith, nada suaranya mulai melunak.

Doni merasa bingung. Kalimat itu menguatkan harapannya sekaligus menghancurkan duniannya. “Apakah kau tahu apa yang terjadi pada ibuku setelah aku lahir?”

Sejenak, terjadi ketegangan di antara mereka. Dr. Smith mengalihkan pandangan kembali ke layar, seolah mencari jawaban dalam tumpukan dokumen yang berserakan.

“Aku tidak tahu banyak,” katanya pelan. “Hanya, ketika kelahiranmu terjadi, situasinya sulit. Banyak yang harus dipertaruhkan.”

Doni menggigit bibirnya. “Apa itu semua masalahmu? Apakah kamu terlibat? Atau kamu hanya seorang dokter yang melindungi namamu sendiri?”

Dr. Smith menatap Doni, matanya dingin dan tajam. “Terkadang bukan semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan. Beberapa rahasia tetap ada demi kebaikan semua orang.”

Doni merasakan kemarahan menggenang di dadanya. “Kebaikan apa yang kau percayai dengan menyimpan kebenaran? Aku bukan anak kecil lagi, Dokter.”

“Anak kecil tahu kapan harus berhenti,” sindir Dr. Smith.

Akhirnya, Doni membulatkan tekad, hatinya mendalam. “Tidak. Aku bukan anak kecil yang bisa kau abaikan. Aku akan mencari tahu sendiri, terlepas dari konsekuensinya.”

Dr. Smith tersenyum samar, sinis. “Semoga kau siap menanggung akibat seperti itu.”

Doni beranjak, dengan langkah mantap. Ia tidak bisa tinggal di tempat yang memelihara ketidakpastian ini. Di luar, rasa lega meluap, berbaur dengan kesedihan yang mendalam. Keberanian, meski sedikit, menggerakkannya mendekati kebenaran yang selama ini ia cari.

Setiap langkahnya terasa panjang. Bahwa semua ini tidak akan berhenti di sini. Keberadaannya, hidup di sekeliling Dr. Smith, ternyata lebih rumit dari yang dia duga. Ia tidak hanya berhadapan dengan seorang dokter. Ada misteri dalam diri orang tua yang hilang, rahasia yang jahat merayap dari masa lalu.

Doni mengambil napas dalam-dalam, menyalakan semangat yang baru. Sudah saatnya. Mencari semua petunjuk yang ada, walaupun bayangan kegelapan itu mengintainya setiap saat. Dan ia tidak berencana mundur.

Doni melangkahkan kaki meninggalkan ruang praktek. Pikirannya tak henti berputar, mencari-cari apa yang bisa dilakukannya selanjutnya. Selama ini, dia hanya mengandalkan Dr. Smith, menganggapnya sebagai sumber informasi tunggal tentang masa lalu. Kini, ceritanya ternyata jauh lebih kompleks.

Di luar klinik, langit menggelap, mendung menutup cahaya. Dia melirik sekeliling. Jalanan yang ramai tiba-tiba terasa sepi. Sebuah ide menyentak benaknya.

“Deni!” Ia memanggil sahabatnya sambil berlari kecil ke arah kedai kopi di sudut jalan. Deni biasa menghabiskan waktu di sana, mengerjakan tugas kuliah dengan secangkir kopi hangat di depannya.

Ketika tiba, Deni duduk di pojok, mengetik dengan serius. Kaca jendela menunjukkan refleksi senja yang mulai gelap. Doni langsung menghempaskan dirinya di kursi sebelah Deni.

“Ada apa, Don?” Deni menatapnya, terkejut melihat wajah Doni yang tampak tak nyaman.

“Kenapa ibu saya meninggal saat melahirkan?” Suara Doni bergetar, tak ada cara untuk menyembunyikan gelisahnya.

Deni menghentikan gerakan tangannya, menatap bingung. “Apa maksudmu?”

“Dokter Smith berkata, ibuku meninggal saat aku lahir. Tapi aku merasa ada yang disembunyikan.”

Deni mengernyitkan dahi. “Kau serius? Kenapa dia bilang begitu?”

Doni menjelaskan percakapan mereka, perasaannya campur aduk. Saat Deni mendengar semuanya, ekspresi seriusnya mengubah nada mereka.

“Kau harus menyelidikinya,” kata Deni bersemangat, merapatkan tangan. “Ada banyak hal yang bisa kau lakukan. Pertama, cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit saat kelahiranmu.”

Kepala Doni mengangguk, semangatnya tersulut.

“Dan bisakah kau mendapatkan catatan kelahiranmu?” Deni melanjutkan, bereaksi atas ketidakpastian situasi ini.

Doni menggigit bibir, tidak yakin. “Tidak ada yang gampang. Dr. Smith bisa tahu.”

Deni melipat tangan, wajahnya menyiratkan tekad. “Kau mesti berani. Kita bisa cari di arsip rumah sakit. Man­faatkan kontakmu di klinik, atau cari orang-orang yang sudah lama bekerja di sana.”

“Baik, aku akan melakukannya,” ucap Doni dengan semangat yang baru. “Ada satu cara lagi.”

“Tentang apa?”

“Jika aku tidak bisa mendapatkannya dari rumah sakit, mungkin pejabat sosial bisa membantuku. Atau mungkin mereka juga punya datanya.”

Deni mengangguk penuh percaya. “Mantap! Lakukan cepat. Semakin cepat kau mendapatkan informasi, semakin baik,” semangatnya memotivasi Doni.

Sebelum mereka berpisah, Deni memberikan saran terakhir. “Dan ingat, jangan terburu-buru. Tanyakan orang dengan hati-hati agar tidak menarik perhatian.”

Malam menjelang, saat Doni melangkah pulang, semua keberanian mulai meningkat dalam dirinya. Dia bisa merasakan rasa sepi yang menyelimutinya. Jalanan sepi menyimpan harapan. Setiap langkahnya membawa tekad baru, semangat mengejar foto usang ibunya.

Sesampainya di rumah, dia segera menemukan dokumen-dokumen miliknya yang tersimpan rapi. Bersama catatan kelahirannya, ia menyelipkan foto tersebut. Mereka seperti potongan puzzle yang hilang.

Keesokan harinya, Doni pergi ke kantor sosial setempat. Suasana hangat di dalam kantor menciptakan keinginan untuk berbicara. Pintu kantor sosial terbuka, dan Doni melangkah masuk. Aroma kopi serta suara bising dari mesin ketik menyambutnya. Beberapa petugas duduk di belakang meja,

berbincang-bincang sambil menggedor-gedor dokumen. Satu di antara mereka, seorang wanita berambut pirang dan memakai kacamata, menatap Doni .

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!