Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Tertawakan Teman-Teman
Pagi itu, Gobed berangkat ke sekolah dengan semangat meski wajahnya penuh bentol-bentol akibat gigitan nyamuk semalam. Slumbat sudah memeriksa dengan cermat dan memoleskan salep anti-gatal di wajahnya, berharap itu bisa mengurangi rasa gatal dan kemerahan. Jengkok memberi semangat terakhir sebelum Gobed meninggalkan rumah.
“Semangat ya, Gobed. Ingat, meski wajahmu seperti dipenuhi bintang-bintang, itu hanya tanda bahwa kamu sudah menghadapi malam yang sangat heroik,” kata Jengkok sambil melambaikan tangan.
Gobad tersenyum lemah sambil menjawab, “Iya, Pak. Aku berusaha supaya teman-teman tidak terlalu terkejut.”
Sesampainya di sekolah, Gobed bergegas ke kelas dengan harapan hari ini akan berjalan baik. Namun, saat dia memasuki ruang kelas, semua teman-temannya langsung melihat ke arahnya dan mulai tertawa.
“Wah, Gobed! Kamu jadi kayak lumut di hutan tropis, nih!” seru Dani sambil menahan tawa.
Rudi juga ikut-ikutan, “Kamu itu kayak di-spam nyamuk semalam. Wajahmu penuh dengan tanda ‘p’ dan ‘b’!”
Teman-teman Gobed yang lain juga mulai tertawa, menambah rasa malu dan sedih Gobed. Wajahnya memerah karena gatal dan malu. Dia berusaha menahan air mata, tetapi rasa sakit dan cemoohan teman-temannya membuatnya tak bisa menahan lagi.
Guru mereka, Bu Sari, datang dan melihat situasi tersebut. Dia segera menghampiri Gobed, mencoba meredakan suasana. “Anak-anak, berhenti tertawa. Tidak baik menertawakan teman sendiri. Kita harus saling mendukung, bukan menambah beban teman.”
Namun, Gobed sudah terlalu tertekan. Dia mulai menangis di hadapan teman-temannya. “Bu, saya… saya enggak sengaja, Bu. Nyamuk-nyamuk itu benar-benar bikin saya gatal dan bentol-bentol.”
Bu Sari mencoba menghibur, “Gobad, semua orang bisa mengalami hal seperti ini. Tapi kalau kamu mau, kita bisa bantu buat semua orang tahu bahwa kamu tetap semangat meski menghadapi masalah.”
Mendengar itu, Dani, salah satu teman Gobed yang biasanya agak jahil, tiba-tiba berdiri dan berbicara dengan serius. “Teman-teman, mari kita coba bantu Gobed. Ini momen penting untuk kita buktikan bahwa kita bisa jadi teman yang baik.”
Rudi juga ikut membantu, “Iya, ayo kita buat aktivitas di luar ruangan, supaya Gobed bisa merasa lebih baik. Kita bisa main di lapangan sambil jadi tim dukungan!”
Teman-teman Gobed yang tadinya tertawa mulai merasa bersalah dan meminta maaf. Mereka mengajak Gobed bergabung dengan mereka untuk bermain di lapangan, berharap bisa mengalihkan perhatiannya dari gigitan nyamuk yang masih gatal.
Di lapangan, Gobed ikut bermain bersama teman-temannya. Mereka bermain bola, dan Rudi yang konyol mulai membuat berbagai ekspresi wajah lucu untuk menghibur Gobed. “Ini adalah teknik khusus dari tim dukungan kami! Kalian lihat ini, ini adalah ekspresi kebangkitan! Dan ini, ekspresi ‘nyamuk jatuh’!”
Semua orang tertawa melihat tingkah konyol Rudi, termasuk Gobed yang akhirnya ikut tertawa meski bentol-bentolnya masih terasa gatal. Melihat teman-temannya yang berusaha menghibur, Gobed merasa lebih baik dan mulai menikmati hari itu.
Ketika bel sekolah berbunyi, Bu Sari memanggil Gobed dan teman-temannya. “Sekarang, mari kita bersihkan lapangan dan siapkan untuk pelajaran berikutnya. Ingat, kita semua adalah tim yang saling mendukung.”
Gobad merasa berterima kasih kepada teman-temannya. “Terima kasih, teman-teman. Aku merasa lebih baik sekarang.”
Dani memberi senyum lebar, “Ya, dan jangan khawatir tentang gigitan nyamuk. Mungkin mereka cuma ingin mencoba kostum bintang film baru!”
Rudi melanjutkan, “Kalau kamu butuh, aku bisa jadi pelatih spesial untuk tim dukungan. Teknik ekspresi nyamuk itu siap setiap saat!”
Gobad tertawa sambil mengangguk. “Aku akan ingat semua ini. Terima kasih sudah membuat hari ini jadi lebih baik.”
Ketika pulang ke rumah, Gobed menceritakan pengalamannya kepada Jengkok dan Slumbat dengan penuh semangat. Meskipun hari itu dimulai dengan tantangan, kebersamaan dengan teman-temannya dan dukungan mereka membuat Gobad merasa lebih baik. Slumbat dan Jengkok merasa lega melihat anak mereka kembali ceria.
“Bagaimana hari ini di sekolah, Nak?” tanya Slumbat.
Gobad tersenyum lebar, “Hari ini sangat seru, Bu. Teman-teman bantu aku dan membuatku tertawa. Bahkan mereka coba jadi ‘tim dukungan nyamuk’!”
Jengkok tertawa mendengar cerita Gobad, “Wah, sepertinya teman-temanmu memang hebat. Yang penting, kamu tetap semangat dan terus belajar.”
Malam itu, meski masih terasa gatal, Gobed tidur dengan nyenyak. Dia merasa bersyukur memiliki teman-teman dan keluarga yang selalu mendukungnya, bahkan saat dia merasa tidak nyaman.
Pagi itu, Gobed bangun dengan wajah yang sudah jauh lebih baik. Bentol-bentol akibat gigitan nyamuk semalam sudah sembuh, dan dia merasa segar setelah tidur nyenyak. Dia bergegas berpakaian dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah dengan semangat baru.
Slumbat sedang menyiapkan sarapan pagi di dapur. Namun, ketika dia membuka rak tempat mereka biasanya menyimpan bahan makanan, dia menyadari sesuatu yang mengejutkan. “Jengkok, mana semua bahan makanan kita? Sepertinya kosong semua!”
Jengkok yang sedang mencari di luar rumah segera masuk ke dapur dengan wajah cemas. “Aku belum menemukan apa-apa, Bu. Barang bekas yang biasa kita kumpulkan juga belum ada. Sepertinya, hari ini tidak ada rejeki dari situ.”
Slumbat memeriksa lemari penyimpanan dan meja, berharap menemukan sesuatu, tetapi semuanya kosong. “Jadi, kita tidak punya sarapan pagi hari ini?”
Jengkok mengangguk, “Sepertinya begitu. Aku sudah cek ke beberapa tempat, tapi tidak ada botol atau barang bekas yang bisa kita jual.”
Di ruang tamu, Gobed sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia datang ke dapur dengan penuh semangat, “Bu, Pak, sarapan pagi sudah siap? Aku sudah lapar!”
Slumbat mencoba tersenyum, “Sayang, pagi ini kita belum bisa sarapan. Nanti kita cari cara supaya kamu bisa makan dengan baik.”
Gobad tampak sedikit bingung dan bertanya, “Jadi, apa kita tidak makan pagi sama sekali? Biasanya kita sarapan dengan nasi atau roti.”
Jengkok mencoba menjelaskan sambil mengusap kepala Gobed, “Iya, Nak. Tapi kita akan cari solusi. Yang penting, jangan khawatir. Kita pasti akan menemukan cara.”
Mereka semua duduk bersama di ruang tamu, berusaha mencari solusi untuk situasi mereka. Jengkok berpikir keras, “Kalau kita tidak bisa sarapan, kita harus menemukan cara supaya Gobed tidak lapar di sekolah.”
Slumbat mencoba memberikan semangat, “Kita bisa coba buat bekal dari sisa makanan yang ada. Siapa tahu ada yang bisa dimanfaatkan.”
Gobad mencoba untuk tidak terlalu cemas. “Aku bisa pergi ke sekolah lebih awal dan mencari sesuatu di kantin. Mungkin ada yang bisa dibagi.”
Jengkok dan Slumbat merasa bangga dengan semangat Gobed, tetapi mereka tetap khawatir. “Baiklah, kalau begitu. Semoga di sekolah ada solusi.”
Gobad pergi ke sekolah dengan sedikit khawatir tetapi tetap ceria. Sesampainya di sekolah, dia mulai membagikan cerita kepada teman-temannya tentang keadaan keluarganya pagi itu.
Teman-teman Gobed, yang mendengar ceritanya, merasa sangat simpatik. Dani, yang sering berkelakar, berkata, “Jangan khawatir, Gobed! Kalau lapar, kita bisa coba makan bekal si Rudi yang selalu punya stok makanan lebih.”
Rudi, yang mendengar itu, menjawab sambil menggelengkan kepala, “Jangan harap! Bekalku cuma cukup buat aku sendiri. Tapi kalau kamu lapar, kita bisa bagi-bagi makanan yang ada di kantin!”
Ketika waktu istirahat tiba, Gobed melihat ada beberapa makanan yang tersisa di kantin. Beberapa teman mulai memberi Gobed bagian dari bekal mereka. Dani memberikan sepotong roti, sementara Rudi memberikan beberapa buah yang dia bawa dari rumah.
“Ini bukan makanan mewah, tapi semoga bisa membantu,” kata Dani sambil menyerahkan roti.
Rudi menambahkan, “Dan ini beberapa buah. Kalau kamu butuh, jangan ragu untuk minta tambahan.”
Gobad sangat berterima kasih. “Terima kasih banyak, teman-teman! Kalian benar-benar teman yang baik!”
Sementara itu, di rumah, Jengkok dan Slumbat mencoba mencari cara lain untuk mendapatkan sedikit uang. Jengkok berkeliling ke beberapa tempat, menawarkan jasa perbaikan kecil-kecilan, dan Slumbat mencari barang-barang yang bisa dijual.
Ketika Gobad pulang dari sekolah, dia membawa kabar baik. “Bu, Pak, aku sudah makan di sekolah. Teman-teman baik sekali. Mereka membantu aku dengan makanan di kantin.”
Slumbat merasa lega mendengar kabar tersebut. “Syukurlah kamu tidak lapar. Malam ini kita akan coba lagi mencari barang bekas untuk dijual. Mungkin ada yang bisa membantu.”
Jengkok menambahkan, “Iya, malam ini kita akan mencari jalan keluar. Yang penting, kita tetap berusaha dan tidak menyerah.”
Di malam hari, Jengkok dan Slumbat berkeliling mencari barang bekas, berharap menemukan sesuatu yang bisa dijual. Mereka kembali dengan sedikit barang dan beberapa botol yang bisa ditukar dengan uang.
Ketika Gobed tidur, dia memikirkan hari yang penuh tantangan. Meski mereka tidak sarapan pagi tadi dan harus menghadapi kesulitan, dia merasa bersyukur karena memiliki teman-teman yang peduli dan keluarga yang selalu berusaha memberikan yang terbaik.
“Besok kita akan lebih siap, Nak,” kata Jengkok sambil mengelus kepala Gobed yang tertidur lelap. “Yang penting, kita tetap bersama dan selalu berusaha.”
Slumbat tersenyum sambil memandang Gobed. “Iya, dan semoga hari-hari ke depan membawa lebih banyak rejeki. Kita akan selalu bersama dan saling mendukung.”
Malam itu, meski dengan perut kosong, keluarga Jengkok merasa hangat dan penuh harapan. Mereka tahu bahwa meskipun hidup mereka tidak selalu mudah, kebersamaan dan dukungan satu sama lain akan selalu membuat mereka kuat dan siap menghadapi segala tantangan.