Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Mantan Pacar
Suasana pesta yang cukup meriah, ini adalah pesta pembukaan sebuah proyek baru yang akan dimasuki beberapa Perusahaan untuk bersaing mendapatkannya. Proyek yang cukup besar dari Perusahaan yang besar juga. Dan tentunya ERC Coporation juga ikut serta. Makanya hari ini Devan harus hadir di acara ini.
Leava hanya mengikut saja kemana Devan melangkah. Ketika dia menemui para rekan kerjanya. Dan seolah mengerti jika gadisnya tidak biasa dengan acara seperti ini, Devan juga tidak melepaskan genggaman tangannya.
"Wah Tuan Hendi, saat ini kita akan bersaing secara sehat ya untuk proyek ini"
Leava langsung mendongak saat mendengar Devan memanggil nama Hendi. Dan benar saja, dia adalah Hendi bersama dengan wanitanya. Leava langsung memalingkan tatapannya, ketika Hendi sengaja menatapnya.
"Ah, iya Tuan Devan. Senang sekali bisa bersaing dengan Pengusaha hebat seperti anda" ucap Hendi.
Devan hanya tersenyum tipis, sebuah pujian yang tidak pernah membuatnya sombong. "Anda juga hebat, semua yang bisa lolos dan ikut tander ini pastinya adalah para Pengusaha yang hebat"
"Oh ya, kemana pasangan anda Tuan? Sampai membawa Sekretaris anda ya" ucap Hendi dengan menatap lekat pada Leava.
Devan terdiam, dia melihat jelas tatapan Hendi yang mengandung arti tertentu. Lalu, dia melirik Leava yang sepertinya tidak nyaman sekarang. Membuat Devan semakin penasaran, ada apa sebenarnya diantara mereka berdua ini.
"Ah, kalau begitu kami permisi dulu. Saya harus kesana sebentar" ucap Devan yang langsung menarik tangan Leava untuk pergi dari hadapan Hendi.
Hendi hanya bisa menatap punggung gadis itu dengan tatapan penuh kesedihan. Jika dia tidak sedang bersama dengan wanitanya, dan Leava juga tidak sedang dengan Devan. Mungkin dia sudah berani memeluknya.
"Honey, ayo kita kesana"
Hendi mengerjap pelan ketika seseorang merangkul tangannya. Dia hanya mengangguk saja dan tidak mengatakan apapun.
Berhenti di sebuah meja di ujung ruangan, Devan dan Leava duduk disana. Devan mengambilkan sebotol air mineral di atas meja dan membukanya untuk Leava.
"Minum dulu, kau tidak terlihat makan apapun sejak tadi. Aku akan minta pelayan bawakan makanan untuk kita. Tunggu disini" ucap Devan.
Leava mengangguk saja, dia minum dari botol air mineral yang diberikan Devan barusan. Lalu dia terdiam dengan menatap sekelilingnya. Suasana yang ramai dengan orang-orang dari kalangan berbeda dari Leava. Semua tamu undangan yang hadir, semuanya dari kalangan atas.
"Mimpi apa aku bisa berada di acara seperti ini dan berada diantara orang-orang kaya itu" gumamnya pelan.
Leava menghembuskan nafas berat beberapa kali. Meski terlihat tenang dan baik-baik saja, tapi hati dan pikirannya sedang tidak tenang sekarang. Dia terus memikirkan bagaimana caranya berkata jujur pada Kirana, tentang Devan adalah Bosnya saat ini.
"Kamu disini ternyata, Lea"
Deg.. Leava langsung menoleh dengan tegang saat mendengar suara itu. Dia sudah mengenal suara itu selama ini, benar saja dugaannya. Hendi sudah duduk di kursi sampingnya.
"Kak mau apa?" tanya Leava dengan terkejut, dia langsung melirik ke kanan dan kiri. "Dimana pacarmu? Bagaimana jika dia tahu?"
Hendi menghembuskan nafas kasar, dia memegang tangan Leava yang berada di atas meja. "Dia sedang bertemu temannya. Aku hanya ingin bicara sebentar saja denganmu, Lea"
Leava terdiam, menatap tangannya yang di genggam oleh Hendi. Sebenarnya sungguh sangat menyakitkan jika mengingat dulu tangan ini yang selalu ada untuknya. Tangan ini yang selalu membantunya mengerjakan tugas kuliah, tangan ini juga yang menggandengnya setiap berjalan bersama. Lalu sekarang? Tangan ini adalah milik orang lain. Bukan lagi untuknya.
"Kak, semuanya sudah berakhir. Aku tidak mau jika harus menjadi perusak hubungan kamu dan wanitamu" ucap Leava, dia melepaskan perlahan tangan Hendi yang mengenggamnya.
"Tapi Lea, kamu tahu jelas perasaanku masih sama"
Leava terdiam, dia menatap mata Hendi yang berkaca-kaca. Seolah memang pria itu sudah berada di titik terendahnya sekarang. Tidak pernah Leava melihatnya menangis, selain saat mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan beberapa bulan lalu. Belum setahun mereka berpisah. Dan mungkin saja perasaannya masih sama.
Leava menggeleng pelan, dia tahu semuanya menyakitkan. Tapi ini sudah menjadi pilihan terbaik. "Tidak bisa Kak, seharusnya kamu bisa mengerti keadaan aku. Sekarang coba saja membuka hati untuk wanitamu. Biarkan dia menjadi seseorang yang mendapatkan cintamu"
"Tidak bisa Lea, karena hanya kamu yang aku cintai"
Prank..
Suara pecahan itu membuat Leava terlonjak kaget. Dia langsung berdiri dan berbalik badan, disana dia melihat Devan yang berdiri dengan pecahan gelas berserak di atas lantai. Sepertinya dia sengaja membawakan Leava minum, tapi malah mendengar sebuah fakta begitu mengejutkan seperti ini.
Leava langsung menghampiri Devan dengan hati-hati, karena pecahan gelas di atas lantai. "Tuan tidak papa? Kenapa bisa jatuh gelasnya?"
Tidak berkata-kata, Devan langsung menarik tangan Leava dan membawanya pergi. Melewati Hendi yang berdiri disana dengan wajah dingin. Leava hanya mengikut saja saat Devan membawanya keluar dari Gedung ini.
Sampai di Basement gedung, Devan mendorong tubuh Leava sampai terpojok di dinding. Mengukungnya dengan menatap Leava lekat.
"Kenapa kau tidak bilang jika dia adalah kekasihmu?"
Leava merasa berada di tepi jurang sekarang. Melihat tatapan Devan yang begitu mengerikan, belum lagi wajah dinginnya yang benar-benar tidak bersahabat.
"Em, ak-aku..."
Sial, bahkan dia sulit untuk mengatakan sesuatu. Semuanya karena dia sangat takut dengan tatapan Devan kali ini. Seolah pria itu siap membunuhnya saja.
Devan mencengkram tangan Leava dengan erat, menariknya ke atas kepala Leava sampai terbentur ke dinding. Masih menatapnya dengan lekat.
"Kau tahu, aku paling benci dibohongi! Dan aku sudah tanya beberapa waktu lalu, siapa dia sebenarnya? Apa hubunganmu dengannya? Dan kau berbohong padaku!"
Leava meringis pelan, tangannya yang di cengkram Devan cukup terasa sakit. Apalagi saat terbentur pada dinding. "Memangnya kenapa? Ini urusan pribadi saya, dia memang mantan pacar saya"
Devan semakin kesal dan marah mendengar itu. Tatapan matanya semakin mengerikan. "Kau benar-benar tidak mengerti perasaanku!"
Devan menghempaskan tangan Leava yang sejak tadi dia cengkram dengan erat. Lalu berbalik dengan mengacak rambutnya frustasi.
Leava hanya terdiam dengan air mata mengalir di pipinya. Dia juga cukup tertegun dengan kejadian ini dan bingung harus mengatakan apalagi. Devan terlihat sangat marah, dan itu cukup menakutkan.
"Tunggu disini, aku akan suruh Givan menjemputmu dan mengantarmu pulang" ucap Devan yang berlalu pergi dari hadapan Leava.
Tubuh Leava luruh ke atas lantai dengan air mata yang mengalir deras. Tangisannya pecah.
"Ya Tuhan, hatiku sakit. Tapi begini lebih baik, aku juga tidak mau menyakiti sahabatku"
Bersambung