Istri Pilihan Anak (Cinta Lama Belum Kelar)

"Gimana perkembangan proyek dengan Agung Group?" Prasta duduk disamping Toni yang kali ini bertindak sebagai supir. Tidak ada jawaban. Hening. Prasta yang melihat tablet beralih ke Toni. "Kenapa muka lo? kusut banget." ejeknya.

"Lo serius mo cari aspri lagi?"

"Buahaha...!" Prasta tertawa kencang sampai memegangi perutnya. "Jadi muka lo asem dari tadi cuma karena omongan gw tadi?"

"Becanda lo gak asik," Toni memutar matanya sesaat kemudian meluruskan pandangan nya kedepan.

Kali mode serius, Prasta berbicara," serius kalo kerjaan lo gak bener." Prasta menarik nafas lalu menghembuskan pelan," cepat atau lambat lo harus gantiin papih karena gak mungkin beliau menghandle perusahaan lagi karena sudah waktunya bermain dengan cucu-cucunya.

"Tapi gue udah keburu nyaman kerja bareng sama lo dan gue juga gak pusing mikirin kembangin perusahaan.

Prasta manggut-manggut, "boleh, boleh juga ganti menantu."

"Amit-amit!" Toni mengetuk-ketuk setir mobil dan dahi bergantian. "Lo kalo ngancem serem, sumpah. Sampai bawa-bawa ganti menantu." Toni yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja merasa beruntung diterima sebagai menantu keluarga Nasution yang merupakan keluarga pengusaha terpandang walaupun niat hati lurus, tidak ada memanfaatkan keluarga sang istri, Audy. Murni karena dia sangat mencintai istrinya itu.

Muka flat dan datar dalam berucap, terdengar seperti orang mengancam. Padahal sebenarnya Prasta sedang mengerjai sahabat, asisten pribadi sekaligus adik iparnya itu. Dalam hati dia sebenarnya ingin tertawa karena melihat wajah pias orang disamping nya itu tapi sebisa mungkin dia tahan karena kesal tadi waktu di restoran. Ada-ada saja tingkahnya. Seperti kekurangan uang saja, semua di manfaatkan mumpung gratis. Gaji sebagai asisten pribadinya dan juga mempunyai usaha sampingan diluar, Prasta pikir tabungan Toni berdigit-digit.

Tak tahan melihat muka menyedihkan adik iparnya padahal usia mereka sebaya, menyemburlah tawanya, "hahaha...Toni Toni." Prasta geleng-geleng kepala.

"Lo, ngerjain gue? Bangke sialan lo!" Toni memukul lengan bosnya itu. "Muka becanda ma serius, sama aja. Gw penasaran gimana ketemu pawang yang bisa bikin hidup lo berwarna, bro."

Senyum di wajah tampan Prasta meredup. Matanya lurus kedepan dengan tatapan kosong.

Toni menggaruk kepalanya. Perasaan nya seketika menjadi tidak enak. Apalagi jika membahas masalah pribadi bos double peran itu. Bos iya, sahabat juga dan yang terakhir kakak ipar yang mau tidak mau harus dihormati nya. "Sorry...!"

Kondisi jalan menuju kantor lumayan padat merayap. Tidak bisa dikatakan sepi karena banyaknya lalu lalang kendaraan yang lewat baik itu kendaraan roda empat maupun roda dua. Bahkan sesekali di jumpai kendaraan roda tiga namun sudah berwarna biru yang suaranya tidak selantang pendahulu nya yang berwarna orange dan asap knalpot lebih sedikit.

"Lo, punya kenalan atau temen cewek yang bisa dikenalin ke gw, Ton?" Pertanyaan tiba-tiba Prasta menarik konsentrasi Toni yang sedang memegang kendali mobil.

"Tumben? Dah bosen menjomblo apa udah move on lo?"

"Salah ya permintaan gue?" Prasta menarik nafas panjang.

Kembali Toni menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu. Bingung. "Ya, enggak sih! Tapi emang lo gak mau nyoba sama si Angel Angel itu? Gw lihat dia gigih banget deketin lo. Dari jaman kalian dulu SMA sampai sekarang. Dari lo mulai pacaran sama si Khanza...." Toni menabok bibirnya sendiri. Salah lagi gue. Napa harus nyebut-nyebut nama si Khanza sih didepan Prasta yang udah jelas mau belajar move on. Tolol emang lo, Ton.

"Gue butuh orang baru. Orang yang gak berhubungan sama masa lalu."