Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberi Pelajaran Kepada Fadil dan Kawan-kawan
Hamdan tidak tidak menggubrisnya. Tidak ada faedah melayani sikap kekanak-kanakan mereka.
Hamdan terus saja berlalu.
"Hei pengecut! Tunggu dulu! Ayo kita tarung."
Tri berteriak sambil mengacungkan tinjunya.
Dia sudah lama ingin bertarung dan mempermalukan Hamdan tapi niatnya belum kesampaian.
"Sudahlah, Tri! Tidak ada manfaatnya juga. Hamdan tidak akan melayani kamu bertarung."
"Ada apa dengan mu, Zaki? Mengapa kamu melarangku? Tidak biasanya kamu seperti ini. Kamu telah berubah."
"Apa kah nyali mu tiba-tiba menjadi ciut melihat Hamdan atau kamu sekarang sudah menjadi teman Hamdan?"
Zaki tidak meladeninya.
"Ayo jawab aku!"
"Jawab, Zaki!"
Hamdan tidak tahu jika Tri dan Zaki berselisih paham gara-gara dirinya.
Hamdan sudah keluar dari tempat latihan silat dan dia sekarang berada tak jauh dari pintu gerbang sekolah.
"Hei, Bro tunggu dulu!"
Lima orang remaja berjalan cepat mendekatinya.
Berdasarkan arah tempat mereka muncul, Hamdan tahu bahwa mereka merupakan anak panahan.
Hamdan tidak kenal siapa nama-nama mereka, tapi dia tahu bahwa tiga di antara mereka merupakan kakak kelas tiga,sedangkan dua lainnya adalah siswa kelas satu.
Hamdan yakin ini bukanlah pertemuan yang tidak disengaja.
Tampaknya mereka sengaja menunggunya keluar dari tempat latihan silat.
"Ada apa, Bang?"
Hamdan masih bisa bersikap tenang pada hal sikap kelima siswa itu sangat mengintimidasi.
Tiga orang dari mereka saling pandang. Mereka jelas tidak meramalkan sikap Hamdan seperti ini.
'Apa kah anak silat semuanya punya nyali seperti ini?'
"Kamu anak silat kan? Aku ingin lihat sehebat mana anak silat."
Seorang remaja maju. Jelas dia ingin menantang Hamdan.
"Kalau begitu, Abang salah alamat. Saya bukan lagi anak silat. Jika Abang ingin uji nyali, silahkan langsung ke lapangan, Bang! Anak ekskul silat sedang latihan."
"Kalau begitu, aku permisi dulu, Bang."
Hamdan membalikkan tubuhnya.
"Tunggu dulu!"
"Hei, pengecut!"
Hamdan tidak memperdulikannya. Dia masih berjalan dengan santai.
Kelima remaja itu gregetan.
Ternyata taktik mereka tidak mempan di hadapan Hamdan.
"Hamdan! Aku tidak terima karena kamu ingin mengambil Fitri dari sisi aku. Aku ingin kita bertarung untuk menentukan siapa yang layak untuk menjadi pacar Fitri."
Akhirnya seorang remaja mengaku. Dia maju tiga langkah. Dia sebenarnya adalah Fadil.
Saat jam istirahat tadi dia mendapat laporan dari mata-matanya bahwa Fitri dikabarkan telah menjalin hubungan dengan teman sekelasnya yang bernama Hamdan.
Fadil sulit menerimanya. Dia ingin melihat langsung bagai mana karakter cowok yang disukai oleh Fitri.
Makanya dia membawa beberapa anak panahan untuk menggertak Hamdan.
Tak disangka nyali anak itu terlalu besar dan dia juga sangat sabar.
Sehingga tak ada cara lain bagi Fadil selain berterus terang.
Hamdan tersenyum. Dia mendekati kelima remaja itu dan berkata.
"Ini lah baru dikatakan lelaki yang gentlemen. Tidak perlu menyuruh orang lain dan mengarang berbagai alasan untuk memancing aku."
"Cara yang Abang lakukan tadi sangat kekanak-kanakan."
Wajah Fadil merah padam karena malu. Ucapan Hamdan langsung menohok ke dalam hatinya.
"Kalau begitu sekarang kamu mau bertukar jurus dengan aku?"
Walau pun Fadil anak panahan sebenarnya dia juga rutin latihan karate. Hanya saja dia tidak latihan di Sekolah.
Hamdan menggeleng.
"Kamu takut?"
"Tidak."
"Kalau begitu, mengapa kamu tidak berani melawan aku?"
"Tidak ada manfaatnya juga. Jika aku bertarung dengan Abang, baik aku kalah atau menang, Fitri tetap akan menjadi milik aku."
Fadil menggertakkan giginya. Sangat sulit untuk memancing anak ini.
"Sudah lah, Dil. Tak ada gunanya mengajak anak ini bertarung. Dia sangat pengecut."
"Kita tinggalkan saja dia."
"Abang dengar sendiri kan apa yang dikatakan oleh kawan-kawan Abang. Tak ada gunanya melayani aku. Jadi sebaiknya Abang pergi saja, urus urusan Abang."
Fadil menghela nafas dengan berat. Sebenarnya dia tidak mempunyai dendam apa-apa kepada Hamdan.
Dia hanya ingin melihat cowok seperti apa yang bisa meluluhkan hati Fitri.
Namun dia harus kecewa. Dia tidak bisa mengukur karakter Hamdan.
Entah dia benar-benar seorang yang sabar atau dia hanya menyembunyikan kepengecutannya dibalik tabir kesabaran yang dia tampilkan.
"Mari kita pergi!" Fadil mulai beranjak pergi.
"Bagus sekali pacar Fitri orang yang sangat sabar. Aku ingin melihat apa kah dia masih bisa tetap bersabar jika aku mengambil kesempatan untuk memel*uk dan menci*m Fitri saat latihan ekskul Pana..."
"Buk...!!!!"
Belum selesai Fadil mengucapkan kata-kata itu, tinju Hamdan sudah bersarang di punggungnya sehingga dia langsung tersungkur.
"Hei, apa yang kamu lakukan?"
Kawan-kawan Fadil langsung membentuk posisi siap menyerang.
Mereka tidak menyangka jika Hamdan akan memukul Fadil saat dia berbalik.
Hamdan tidak takut.
"Kamu telah kelewatan karena punya pikiran buruk terhadap Fitri. Kamu harus melangkahi may*t aku dulu sebelum kamu bisa berbuat hal yang tidak seno*oh terhadap Fitri."
Hamdan menyerang!
Fadil berusaha bangkit. Dia terkejut!
Kawan-kawannya juga terkejut.
Ternyata Hamdan bukan lah seorang pengecut. Cuma dia tidak punya alasan yang cukup untuk memulai sebuah pertarungan.
Hamdan sangat garang!
Fadil dan kawan-kawannya tidak mampu berbuat apa-apa.
Segala macam ilmu tata bela diri yang mereka punya tidak mampu untuk sekedar menangkis atau mengelak serangan Hamdan yang bagaikan Harimau terluka.
"Bak buk bak buk...!!"
Hanya dalam waktu sebentar Fadil dan kawan-kawannya sudah babak-belur.
"H-hentikan, Hamdan!"
"T-tolong hentikan!!!" Teriak Fadil.
"Aku minta maaf!"
"Aku salah. Aku tarik kembali ucapan aku tadi."
Wajahnya bengkak.
Matanya seperti mata Panda.
Begitu juga dengan kawan-kawannya yang lain tidak ada lagi berwajah normal.
Walau pun marah tapi Hamdan tidak lupa diri sehingga tidak ada di antara kelima orang itu yang mengalami patah tulang.
Tapi tetap saja mereka harus beristirahat dua atau tiga hari di rumah.
"Aku terima permintaan maaf kamu. Tapi jangan pernah mencoba untuk menyakiti atau berniat jahat terhadap Fitri."
Fadil dan kawan-kawannya meringis menahan sakit.
Mereka menatap kepergian Hamdan dengan pandangan yang rumit.
"Kata mu dia tidak berbakat dalam silat, Dil. Bagai mana bisa dia sehebat itu?"
Kawan sekelas Fadil memaksakan diri untuk bicara.
Dadanya masih terasa sakit dan bibirnya pecah.
Sedangkan kedua siswa kelas satu tadi hanya bisa tergeletak tidak berdaya.
Mereka berusaha mengatur nafas yang kembang-kempis.
Tangannya dalam posisi yang aneh. Dapat dipastikan bahwa tangan mereka pasti terkilir.
"Aku juga tidak yakin sekarang. Informasi yang aku terima seharusnya valid."
"Dia merupakan siswa yang tidak berbakat dalam bela diri silat. Dia telah berlatih selama dua tahun tanpa mampu membuat kemajuan apa-apa."