Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 - Kepulangan Ryo
“Kenapa wajahmu, Dik?!” tanya Bagas sembari menyentuh pipi Aura dan memperhatikan dengan seksama ketika beberapa menit yang lalu sampai di pintu gerbang.
“Nda apa-apa, Mas. Cuma kena beling” jawab Aura yang tidak ingin suaminya tahu kejadian sebenarnya.
Aura tidak diperlakukan layaknya adik oleh Jesica. Ia kerap diremehkan, bahkan terkadang di depan teman-teman Jesica, Aura tidak diakui adik olehnya. Aura masih mencoba bersabar dengan kelakuan kakaknya.
Suatu sore, Jesica menelpon Ryo suaminya yang masih berada di Luar Negeri. Sambil mengepulkan asap rokok, ia berdiri di depan jendela besar.
“Mas, masa cuma dua puluh juta Mas gak kasih sih? Aku kan banyak keperluan” ucap Jesica menelpon Ryo.
Aura yang tengah beres-beres di ruang yang sama, hanya bisa mendengar obrolan kakaknya.
“Iya, aku tahu. Uang yang kemarin Mas kirim kan sudah ku transfer buat adikku, iya Aura, dia kan miskin Mas.”
Deg!
Aura spontan menoleh kearah kakaknya. ‘Kapan ia mentranfer uang untukku! gaji bulan ini saja belum dibayar, bawa-bawa miskin lagi’ gumam Aura geram.
Sepertinya rayuan Jesica berhasil, Ryo sudah mentransfer sejumlah uang ke rekening Jesica.
“Yes! dia benar-benar mentrasfer!” pekik Jesica girang.
“Kak, kenapa kakak memakai namaku untuk meminta uang pada Mas Ryo?” tanya Aura dengan nada kesal.
“Ck!, berisik!” dengan megabaikan Aura, Jesica kemudian bersiap-siap untuk mengambil uang yang sudah di transfer suaminya.
Aura tak meduga sama sekali jika uang yang diminta kakaknya adalah untuk berjudi bersama teman-temanya yang semua adalah wanita kelas atas.
Sore merebak, Aura akan pulang dan lagi-lagi membawa hal tak terduga tentang kakaknya.
Pas tiba di bibir pintu, bahu Aura ditarik sedikit kasar oleh Jesica dari belakang. Sambil mengarahkan telunjuk ke depan wajah Aura, dan suara yang agak tertahan, Jesica seolah ingin memperingatkan sesuatu.
“Heh, ingat ya!, apapun yang aku lakukan awas saja kau adukan pada Mas Ryo!” ancam Jesica ketika Aura sudah di bibir pintu.
“Memangnya aku pernah berhubungan dengan Mas Ryo?, melihatnya saja belum pernah” tandas Aura dengan alis menaut.
“Sudah, cepat pulang sana!” Jesica mendorong bahu Aura dengan kasar agar Aura lebih cepat menuju luar pintu.
“Hey … hey!, sampai mana tadi kita?!, maaf ada sedikit pengganggu!” pekik Jesica pada teman-temannya ketika ia masuk kembali ke dalam.
Dari teras, dengan alis masih mengerut, Aura memperhatikan kelakuan kakaknya yang menurutnya sudah diluar batas. Ia justru iba pada Ryo, bagaima jika ia tahu kelakuan istrinya selama ini.
Hampir dua bulan Aura melewati hari-hari yang menurutnya berat dan penuh tekanan. Walaupun ia berada dalam istana mewah, tetapi tetap ia seolah berada dalam sumur yang dalam dan gelap, sesak, dan menantikan untuk buru-buru keluar dari sana.
Aura beberapa kali mendapati kakaknya membawa pria yang tempo hari dilihatnya. Mereka bercumbu dengan bebas di mansion Ryo.
Pria yang bernama Andrey itu mengira bahwa Aura adalah pelayan disana, karena Jesica yang mengatakannya.
Aura diminta mengantarkan minuman untuk mereka ke kamar utama. Aura mengetuk pintu kamar, dan Andrey yang membuka pintu.
“Ah, ini minumannya ya? Letakan saja di meja sana” ucap Andrey yang semenjak kemunculan Aura ia terus menatapnya dan Andrey hanya mengenakan celana boxer tanpa ada lagi pakaian yang dikenakannya.
Aura sekilas memandang keadaan kamar kakaknya, yang seharusnya tidak dimasuki laki-laki asing. Sprei yang acak-acakan, bra dan pakaian dalam milik Jesica berserakan di lantai.
Tatapan Andrey begitu genit dan mengisyaratkan sesuatu yang tidak disukai Aura.
“Dimana ka-, maksudku Nyonya Jesica?” tanya Aura, yang sudah diperingatkan Jesica agar tidak memanggilnya dengan panggilan kakak.
“Dia sedang mandi, Jesica agak lama kalau mandi. Hey, cantik kenapa buru-buru begitu?” tiba-tiba saja tangan kekar Andrey melingkar di pinggang ramping Aura.
Dengan spontan Aura menepis lengan Adrey. “Jangan kurang ajar!” tandas Aura marah, kemudian cepat-cepat keluar dari kamar kakaknya. Aura bergidik sendiri serasa jijik dengan kekasih gelap kakaknya.
Siang menjelang sore, Andrey sudah pulang sedari tadi, hingga Aura sedikit lega. Aura dipanggil kakaknya ke ruang makan. Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan kakaknya.
“Ada apa?” tanya Aura yang masih berdiri di depan meja makan.
“Apa aku harus bicara mendongak melihat kau berdiri?!. Duduk!” perintah Jesica ketus.
Sambil menghela nafas kesal, Aura duduk di kursi meja makan.
“Mas Ryo akan pulang tiga hari lagi. Ini gajimu untuk bulan ini. Mulai besok kau tidak perlu bekerja di sini lagi. Aku tidak mau suamiku melihat penampilanmu yang dekil.”
Aura masih tidak bisa mencerna kenapa dirinya harus berhenti bekerja ketika suami kakaknya pulang, tapi di sisi lain ia juga merasa senang karena terlepas dari Jesica.
“Dan ingat! Jangan katakan apapun pada suamiku semua yang kau lihat disini, tentang Andrey, tetang permainan judi-ku dengan teman-temanku, atau pesta yang sering kuadakan disini. Aku minta padamu, buang botol minuman keras yang ada di dapur, bersihkan semuanya!. Nih, Ambil!” Jesica melempar sebuah amplop putih kehadapan Aura.
“Tapi ini belum akhir bu- ...”
“Kalau kubilang berhenti, ya berhenti!. Sudah, setelah beres-beres kau langsung pulang saja, aku juga mau keluar.”
Aura mengambil amplop putih tersebut perlahan, memandanginya kemudian melangkah berlalu dari sana.
Tiga hari kemudian, Ryo sang suami telah pulang dan kembali ke tanah air. Jesica bersandiwara seolah semua normal dan baik-baik saja.
Jesica seolah menjadi istri yang perhatian pada suaminya.
“Oya, Jes. Besok lusa kolega dan rekan-rekan bisnisku akan datang, kata mereka ini acara penyambutan kedatanganku, aku ingin menjamu mereka dengan membuat pesta kecil-kecilan, tolong kau persiapkan ya,” pinta Ryo pada Jesica.
“Em, iya Mas, bisa diatur. Aku tinggal pesan catering yang paling enak.”
“Tapi yang kulihat pelayan disini sepertinya kurang banyak,” ujar Ryo.
“Ah, masalah itu bisa kuurus kok,” ujar Jesica sambil memutar otaknya.
Beberapa jam kemudian, Jesica menemui Mbok Jum dan bertanya tentang siapa orang yang bersedia bekerja disana untuk beberapa hari saja.
“Maaf Nonya, saya nda ada kenalan lagi. Yang tempo hari bekerja disini semua sudah berhenti dan nda mau lagi balik kesini, Nyonya” dengan sedikit membungkuk, Mbok Jum menjelaskan.
“Arrhhg!. Sialan mereka semua!. Aku harus dapat orang besok!” pekik Jesica bingung.
“Maaf kalau saya lancang, Nyah, tapi bagaimana kalau Non Aura saja?” usul Mbok Min, yang spontan membuat Jesica menoleh kearah pelayannya.
“Aura?” ulang Jesica.