✰REKOMENDASI CERITA INTROSPEKSI✰
"Hati yang Terluka, Jiwa yang Kuat" adalah sebuah kisah mendalam dan emosional tentang kekuatan dan ketahanan di tengah badai kehidupan. Di tengah konflik pernikahan yang menghancurkan, Lula berjuang untuk menemukan kekuatan baru setelah dikhianati oleh suami dan sahabatnya.
Di sisi lain, putrinya, Puja, berhadapan dengan tekanan di sekolah, menghadapi dinamika persahabatan yang rumit, dan berjuang untuk mempertahankan integritasnya dalam dunia yang penuh dengan pengkhianatan. Dengan keberanian dan tekad yang kuat, Lula dan Puja menghadapi tantangan besar, saling mendukung dalam perjalanan mereka menuju penemuan diri dan keadilan.
Temukan kekuatan hati yang tulus dan hubungan yang menginspirasi dalam cerita ini, di mana setiap langkah mereka menuju kebahagiaan dan kebenaran adalah perjuangan yang layak diikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waspada!
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Sesampainya di depan rumah.
Puja sangat berterima kasih dan memohon agar Alvaro mampir ke rumahnya untuk diobati.
Puja, "Kak Alvaro, terima kasih banyak sudah menyelamatkanku. Tolong mampir ke rumahku sebentar, setidaknya biar luka-lukamu tidak infeksi."
Alvaro, "Ah, tidak perlu, Puja. Aku baik-baik saja."
Puja dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tolong, Kak. Aku akan merasa lebih tenang kalau bisa mengobati mu. Ini semua karena aku."
Alvaro awalnya menolak, tetapi rasa sakit yang semakin terasa membuatnya mengalah.
Alvaro tersenyum kecil, "Baiklah, kalau begitu. Hanya sebentar ya."
Puja, "Terima kasih, Kak Alvaro. Ayo, masuk rumahku."
Di dalam rumah, Puja dengan cekatan membersihkan dan merawat luka-luka Alvaro. Alvaro terkesan melihat ketelitian dan kepedulian Puja. Namun, saat Alvaro memperhatikan rumah Puja rasanya rumah itu terasa sunyi, membuat Alvaro penasaran.
"Puja, kamu tinggal dengan siapa di sini? Aku tidak melihat siapa-siapa," tanyanya dengan hati-hati.
Puja tersenyum kecil. "Aku tinggal dengan Ibu Lula. Ayahku sudah lama berpisah dengan Ibu, sejak aku berusia enam tahun," jawab Puja.
Alvaro terkejut. "Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung mu. Aku tidak tahu," katanya penuh penyesalan.
Puja tersenyum lagi, menenangkan Alvaro. "Tidak apa-apa, kak Al. Itu sudah takdirku. Aku dan Ibu baik-baik saja," katanya dengan nada lembut.
Selesai mengobati luka-luka Alvaro, mereka duduk sejenak. Namun, ketenangan itu terganggu oleh panggilan telepon dari kekasih Alvaro yang sudah lama menunggu.
Puja, "Sudah selesai, Kak. Semoga lukanya cepat sembuh."
Alvaro, "Terima kasih, Puja. Kamu benar-benar perhatian."
Tiba-tiba, ponsel Alvaro berdering. Ia melihat nama kekasihnya di layar dan mengangkat telepon.
Alvaro: "Halo, sayang. Ya, aku tahu, maaf, aku sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendadak tadi."
Kekasih Alvaro (di telepon): "Kamu di mana? Aku sudah menunggu lama!" dengan nada kesal.
Alvaro: "Aku sedang dalam perjalanan sekarang. Maaf yaa Ratu, tunggu sebentar yaa...."
Alvaro menutup telepon dan berdiri, "Aku harus pergi sekarang. Terima kasih banyak, Puja."
Puja, "Sama-sama, Kak Alvaro."
Puja mengantar Alvaro ke pintu. "Hati-hati di jalan, Alvaro. Dan terima kasih karena sudah menyelamatkanku," kata Puja dengan tulus.
Alvaro mengangguk sambil mengenakan helm, "Pasti. Sampai jumpa, Puja."
Setelah Alvaro pergi, Puja duduk di sofa, merasa lega bahwa ia selamat dari bahaya. Namun, ketakutan akan kejadian tadi masih membekas. "Siapa yang ingin menculik ku? Kenapa ingin menculik ku?" pikirnya dengan cemas.
...***...
Sementara itu, Rina yang gagal menjalankan rencananya semakin marah. Ia tahu bahwa ia harus merencanakan sesuatu yang lebih baik dan lebih cermat. "Aku tidak akan menyerah. Mereka harus membayar," gumamnya dengan penuh kebencian.
Di rumah Bude, Rina kembali memikirkan langkah-langkah berikutnya. Pratama yang masih merasa bersalah tidak menyadari bahwa istrinya semakin terperosok dalam kebencian. Ia hanya berharap Rina bisa menemukan kedamaian dan kembali dengan hati yang lebih tenang.
...***...
Sore hari, Lula tiba di rumah diantar oleh Aisyah. Begitu Lula masuk ke dalam rumah, Puja langsung memeluk ibunya erat-erat. Melihat ekspresi putrinya yang ketakutan, Lula merasa khawatir.
Lula, "Ada apa, sayang? Kenapa kamu terlihat ketakutan?"
Puja menarik tangan ibunya untuk duduk di sofa. Setelah duduk, Puja mulai menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya.
Puja, "Bu, tadi ada seseorang yang ingin menculik ku. Aku tidak tahu siapa mereka dan kenapa mereka melakukannya. Aku tidak pernah mengenal para preman itu. Tapi untung saja aku diselamatkan oleh kakak kelas, Alvaro."
Lula terdiam sejenak, pikirannya berputar memikirkan siapa yang bisa jadi pelaku teror ini. Ia merasa ada hubungannya dengan ancaman yang selama ini mengintainya.
Puja, "Bu, kenapa Ibu jadi diam? Ibu memikirkan seseorang ya?"
Lula menggelengkan kepalanya dan tersenyum, berusaha menenangkan putrinya.
Lula, "Tidak usah khawatir, sayang. Ibu baik-baik saja. Kita mesti selalu waspada. Tapi jangan sampai ketakutan ini membuat kita lengah. Kita akan hadapi ini bersama, dan Ibu akan memastikan kamu selalu aman."
Puja mengangguk, merasa sedikit lega meski tetap ada rasa khawatir di hatinya. Lula memeluk Puja dengan erat, bertekad untuk melindungi putrinya dari segala bahaya.
...***...
Malam itu, sebelum tidur, Lula duduk di atas tempat tidurnya dan mengambil ponselnya. Ia membuka akun Twitter yang selalu mengirim pesan anonim dan menerornya. Pesan-pesan itu penuh dengan ancaman dan kebencian, membuat Lula semakin gelisah.
Pesan Anonim
"Kamu tidak akan pernah merasa aman. Aku akan memastikan itu."
"Nikmati waktumu bersama Puja selagi bisa. Waktumu tidak lama lagi."
"Kamu pikir kamu bisa lepas dari masa lalu mu? Salah besar."
"Luka yang kamu buat tidak akan pernah sembuh. Aku akan membuatmu menderita."
"Puja tidak akan selamanya berada di sisimu. Aku akan merebutnya darimu."
"Kehidupanmu yang tenang akan segera berakhir. Bersiaplah."
"Kamu tidak tahu siapa yang kamu hadapi. Aku akan menghancurkan mu."
Lula bergumam pelan, "Siapa yang ada di balik akun ini? Kenapa dia begitu membenciku?"
Dengan hati-hati, Lula membaca pesan-pesan terbaru.
"Balas dendam manis akan segera datang. Tunggu saja."
Meskipun tidak ada petunjuk pasti tentang identitas pengirim, satu hal yang jelas: orang ini menginginkan balas dendam.
Setelah membaca beberapa pesan, pikiran Lula mulai melayang ke Rina dan Pratama. Sudah lama mereka tidak ada kabar. Lula berpikir tentang kehidupan mereka sekarang, apakah mereka bahagia atau justru sebaliknya.
"Tiba-tiba saja mereka hilang tanpa jejak," Lula bergumam.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?"Lula teringat tentang sifat Rina yang jahat dan manipulatif.
"Apakah mungkin ini ulah Rina?" pikir Lula.
"Kenapa dia harus menyimpan dendam padaku dan Puja?" Lula mencoba menenangkan pikirannya, tapi rasa curiga dan kekhawatiran terus menghantui.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir pikiran-pikiran negatif itu.
"Besok aku harus lebih waspada," Lula berkata pada dirinya sendiri.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Puja lagi."
Dengan tekad yang kuat, Lula akhirnya mematikan ponselnya dan menutup matanya, berdoa agar esok hari membawa ketenangan dan jawaban atas semua kekhawatirannya.
...***...
Keesokan harinya, Lula bangun lebih awal untuk menyiapkan bekal untuk Puja. Ia memasukkan makanan kesukaan putrinya ke dalam kotak bekal dengan penuh perhatian. Tak lama kemudian, terdengar suara mobil di depan rumah.
Tin! Tin!
Pak Rafi dan Tiara sudah tiba untuk menjemput Puja ke sekolah.
Lula, "Puja, bekalmu sudah siap. Jangan lupa dimakan ya."
Puja, "Iya, Bu. Terima kasih."
Lula memeluk putrinya erat-erat sebelum Puja berangkat.
Lula, "Ingat, jika ada sesuatu yang aneh atau mencurigakan, segera hubungi Ibu. Dan kalau tidak ada acara di sekolah, langsung pulang ya."
Puja mengangguk dengan serius, menyadari kekhawatiran ibunya.
Puja, "Iya, Bu. Puja janji."
Lula tersenyum dan mengusap kepala Puja dengan lembut.
Lula, "Hati-hati di jalan. Ibu sayang kamu."
Puja, "Puja juga sayang Ibu."
Dengan perasaan lega, meski masih ada sedikit kekhawatiran, Lula melihat Puja berjalan menuju mobil Pak Rafi. Tiara melambai pada Lula sebelum mereka berangkat.
Tiara, "Sampai jumpa, Tante Lula!"
Lula, "Sampai jumpa, Tiara. Hati-hati di jalan."
Setelah mereka pergi, Lula menatap mobil yang menjauh dengan penuh harapan bahwa hari ini akan berjalan lancar dan aman bagi putrinya.
...***...
Tiara Salsabila adalah gadis berusia 15 tahun yang pemalu tetapi sangat ceria saat sudah merasa nyaman. Dia cerdas, sensitif, dan penuh rasa ingin tahu.
Meskipun pendiam, Tiara sangat menghargai persahabatan dan setia kepada teman-temannya. Penampilannya yang ceria dengan rambut bergelombang dan pita, serta kebiasaannya memakai gelang warna-warni, membuatnya terlihat manis dan menarik.