Happiness

Setelah seminggu lebih lamanya tidak pulang ke rumah. Akhirnya Fahri memutuskan untuk pulang juga. Sebelumnya dia sempat mampir ke kantor polisi menjenguk papanya untuk pertama kalinya di sana.

Rama tidak henti-hentinya mengucapkan kata maaf padanya. Fahri tidak bisa untuk memaafkan papanya begitu saja. Apa yang telah dilakukan oleh papanya bukan hanya menghancurkan keluarganya tapi juga keluarga Aruna.

Papanya yang dulu dia kira sangat dermawan karena mau memberi ibunya Aruna pekerjaan dan bahkan menyekolahkan Aruna. Ternyata ada cerita busuk dibaliknya.

Fahri merasa bersalah pada mamanya karena dulu lebih memilih tinggal dengan papanya ketimbang ikut pergi bersama dengan mamanya.

Selama bertahun-tahun dia juga harus memendam rasa benci pada Rian. Orang yang padahal selama ini selalu menjaga dan mendukung mamanya.

Fahri lega karena Rian tidak balik membenci dirinya. Justru pria itu mengatakan kalau dia sangat senang karena pada akhirnya Fahri sudah mengetahui semuanya sekarang.

Interaksi di antara mereka yang dulu dingin pun mulai mencair seiring berjalannya waktu.

Meski begitu Fahri tetap merasakan ada sesuatu hal yang kurang di rumah itu. Apa lagi kalau bukan fakta bahwa kini Aruna sudah tidak tinggal di sana.

Terkadang Fahri sengaja ke kamar

Aruna dulu hanya untuk melihat-lihat ruangan yang telah kosong itu. Rasanya dia sangat merindukan kehadiran sosok wanita itu.

Tapi dia bingung harus mengatakan

apa pada Aruna. Setelah apa yang papanya lakukan pada keluarga cewek itu. Untuk menatap wajahnya saja

Fahri merasa tidak enak hati.

Saat sedang hanyut dalam pikirannya tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya hingga membuat Fahri tersadar. Saat dia menoleh pada orang itu ternyata Kak Taufik .

“Udah kalau mau ketemu sama Aruna

temuin aja. Gak usah kebanyakan mikir yang macem-macem,” kekeh Taufik melihat kegalauan yang dialami oleh adiknya itu.

“Tapi gimana kalau nanti dianya gak mau Kak? Lagian akhir-akhir ini aku udah sengaja menjauhi dia.”

“Ck, udah dibilangin jangan kebanyakan mikir yang macem-macem masih saja. Apa yang kamu pikirin itu belum tentu juga

bener,” decak Taufik seraya melipat kedua tangan di depan dada.

Fahri tersenyum kecil menatap wajah kakaknya itu. Sekarang dia

jadi sedikit lebih percaya diri untuk menemui Aruna. Lagi pula selama ini dia belum pernah mencoba untuk melakukannya. Dia hanya terus bergelut dengan pikirannya sendiri saja.

“Makasih ya Kak,” ujar Fahri dan Kak Taufik pun hanya balas mengusap pundaknya.

*****

Malamnya Fahri akhirnya pergi ke

rumah Aruna saat ini. Rasanya agak aneh, dulu jika ingin bertemu dengan cewek itu dia hanya perlu berjalan beberapa langkah saja ke kamar Aruna dan ibunya. Sekarang dia sampai harus menempuh jarak yang cukup jauh dari rumahnya.

Sesekali dia mengambil napas

dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan untuk mengurangi rasa cemas yang dia alami.

Ketika sampai di depan rumah itu Fahri sudah disambut oleh kedua orang tua Aruna. Dia diajak masuk ke dalam tapi Aruna belum juga kelihatan. Saat Fahri menanyakan keberadaan cewek itu ternyata ibunya bilang kalau Aruna sedang jalan keluar.

Fahri bertanya lagi keluar kemana? Karena tidak biasanya cewek itu jalan keluar apalagi malam-malam seperti ini. Fahri langsung terdiam saat Tyas berkata kalau saat ini Aruna sedang pergi dengan Taufik .

Katanya bakal ada festival kembang api malam ini dan Aruna sebenarnya baru saja dijemput oleh Kak Taufik . Tak lama setelah itu ternyata Fahri pun datang.

Fahri hanya bisa mendengus

geli. Bisa-bisanya Kak Taufik melakukan ini padanya. Kak Taufik yang memberinya semangat agar mau menemui Aruna dan sekarang malah Kak Taufik sendiri yang menikungnya?

Fahri tidak buta, dia tahu kalau

selama ini Kak Taufik punya perasaan kepada Aruna. Tapi sepertinya Aruna tidak sama dengan kakaknya. Wanita itu jelas sekali tidak dapat menerima perasaan dari Kak Taufik .

Akhirnya malam itu Fahri memutuskan untuk pamit kepada orang tua Aruna dan akan kembali pulang. Sebenarnya orang tua Aruna menawarinya untuk makan malam bersama tapi Fahri dengan sopan menolak dan memilih untuk pamit duluan.

Dalam perjalanan Fahri mengendarai mobilnya dengan perasaan yang menggebu-gebu karena emosi yang menguasai dirinya saat ini. Gas mobil pun ditancapkan dengan kecepatan tinggi. Dia sepertinya tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

Setetes buliran air mata mengalir di pipinya. Kenapa Kak Taufik melakukan ini padanya? Fahri tahu, kalau kakaknya lebih baik darinya. Tapi kenapa harus Aruna? Cewek yang harus kakaknya incar.

Saat puluhan kembang api yang terbang ke atas langit meletus dengan indahnya. Saat itu pula mobil yang dikendarai oleh Fahri menabrak pembatas jalan dan terpental. Menimbulkan suara tabrakan yang cukup kuat. Beberapa mobil berhenti dan orang yang berada di dalamnya pun keluar untuk melihat keadaan.

“Indah ya,” tutur Taufik menatap langit malam yang berhiaskan kembang api yang masih terus silih berganti meletup di atas sana.

“Hm, iya Kak,” balas Aruna mengangguk pelan.

Tahun ini adalah festival kembang api yang agak berbeda. Biasanya mereka bertiga, Kak Taufik , Fahri dan Aruna akan melihatnya bersama. Ibunya juga kadang ikut bersama mereka. Tapi kali ini ibunya lebih memilih bersama dengan ayahnya di rumah. Begitu juga Fahri, sepertinya cowok itu masih menghindar darinya.

Teriakan sorak riang yang biasa dia lakukan ketika melihat kembang api yang mulai menghiasi langit tidak Aruna lakukan saat ini. Dia hanya memandang hampa ratusan kembang api itu.

Dalam diamnya Taufik memanggil Aruna. Dan gadis itupun menoleh padanya. Taufik sudah memasang senyuman hangatnya sembari mengambil sesuatu di balik jasnya.

Aruna melebarkan matanya tidak percaya saat melihat Kak Taufik sudah mengeluarkan sebuah kotak cincin dari balik jasnya. Apa maksudnya ini? Apa Kak Taufik akan melamarnya saat ini?

“Aku sudah mikirin ini dari lama dan

matang-matang Aruna. Jadi aku rasa malam ini adalah malam yang tepat buat kasih ini ke kamu,” ungkap Taufik sembari membuka kotak cincin itu dengan perasaan tegang tapi berusaha untuk tetap bersikap tenang.

Terlihatlah sebuah cincin permata yang harganya pasti tidak murah itu. Warnanya sangat berkilauan memantulkan cahaya langit malam yang berhiaskan kembang api saat itu.

“Tapi Kak, aku masih sekolah. Masih banyak yang harus aku lakuin. Aku rasa ini terlalu cepat buat Kak Taufik ngelakuin ini,” tolak Aruna halus memandang wajah Kak Taufik sembari tersenyum kecil.

“Gak apa-apa. Kakak bakal nungguin dan temenin kamu buat ngelakuin apa yang kamu mau capai. Sampai saatnya nanti kamu sudah siap. Anggap saja ini sebagai pengikat hubungan kita berdua. Kamu mau ‘kan?” terang Taufik mengambil cincin itu dari kotaknya lalu hendak memasangkan ke jari manis milik Aruna.

Belum sempat cincin itu terpasang di jari manis Aruna. Suara dering telpon milik Taufik mengusik momen yang dia telah tunggu-tunggu itu. Akhirnya dengan terpaksa dia mengangkat telepon itu. Karena dia yakin itu telepon penting. Tidak sembarang orang yang memiliki nomer teleponnya.

Begitu mengangkat panggilan telepon itu Aruna melihat raut wajah Kak Taufik berubah menjadi sangat shock. Terlihat tangan pria yang memegang kotak cincin itu bergetar.

“Fahri kecelakan? Dimana Ma?” tanya Taufik pada mamanya di seberang telepon dan Aruna yang mendengar hal itu juga tidak kalah

terkejutnya.