Happiness

Happiness

perkenalan

Aruna melepas sepatu dan jas hujannya lalu setelah itu menaruhnya di rak sepatu dan gantungan. Tak lupa juga menaruh payung bewarna pinknya.

“Ibu aku pulang!” teriak Aruna sembari berlari masuk ke ruang tengah.

“Kamu dari mana saja Aruna? Ibu khawatir,” tanya Tyas pada putrinya. Dia sedang sibuk berbenah dengan kardus-kardus berukuran besar.

“Aku tadi dari rumah temanku Bu. Sekalian pamitan ‘kan kita akan pindah.”

Tyas tersenyum geli. “Tapi kita tidak akan pindah jauh dari sini Aruna. Jadi kamu masih bisa bertemu dengan temanmu.”

“Tetap saja kita akan pindah ‘kan. Nanti kalau aku tidak memberi tau teman-temanku mereka tidak akan tahu rumah baru kita.”

“Itu bukan rumah baru kita Aruna. Ibu hanya akan bekerja di sana. Tuan rumahnya memperbolehkan kita untuk tinggal di sana.”

Aruna terlihat ingin berucap tapi tidak jadi lalu melangkah duduk ke kursi sofa. “Apa benar aku akan mulai bersekolah tahun ini Bu?”

“Berterima kasihlah pada majikan ibu. Dia berbaik hati membiayai sekolahmu. Kamu harus belajar yang rajin ya.”

“Baik Bu. Aahhh... tidak sabarnya bersekolah pasti menyenangkan!”

Seru Aruna merebahkan dirinya di atas kursi sofa.

Terdengar ada orang yang mengetuk pintu. Tyas buru-buru menghampiri. Samar-samar Aruna mendengar percakapan ibunya dengan seseorang. Lalu langkah kaki ibunya terdengar menuju ke ruang tengah lagi.

“Aruna ayo bergegas mobil truck pengangkut barangnya sudah datang.”

Akhirnya semua persiapan untuk pindah sudah selesai. Hujan sudah reda beberapa saat yang lalu. Kini semua kardus-kardus besar itu sudah tersusun di bak belakang mobil truck.

“Aruna ayo naik ke mobil, ajak Tyas mengandeng tangan putrinya.

Aruna menoleh pada rumah lamanya. Meski baru sekitar empat tahun tinggal di sana karena mereka sering berpindah-pindah tempat tinggal. Aruna merasa agak sedih harus berpamitan dengan rumah sederhana mereka.

“Selamat tinggal.” Aruna melambaikan tangan pada rumah itu sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil truck.

Tidak butuh waktu lama mobil truck itu akhirnya sampai di depan gerbang rumah yang akan Aruna dan ibunya akan tempati. Aruna terkagum-kagum pada rumah itu. Karena dari luar saja terlihat sangat megah.

“Apa iya kita akan tinggal di sini Bu?”

“Iya sayang,” balas Tyas mengusap puncak kepala Aruna dengan senyuman hangat.

Setelah mobil truck masuk ke pekarangan rumah megah itu Aruna dan ibunya turun. Aruna masih saja terkagum-kagum memandang sekeliling rumah itu.

“Aruna kamu tunggu di sini sebentar ya. Ibu mau menemui majikan rumah ini dulu.”

“Baik Bu,” balas Aruna lalu ibunya beranjak pergi. Sopir truck pengangkut barang terlihat mulai mengangkut kardus-kardus di dalam bak truck ke dalam rumah itu.

“Aruna kamu tunggu di sini sebentar ya. Ibu mau menemui majikan rumah ini dulu.”

“Baik Bu,” balas Aruna lalu ibunya beranjak pergi. Sopir truck pengangkut barang terlihat mulai mengangkut kardus-kardus di dalam bak truck ke dalam rumah itu.

“Kamu siapa?” suara anak lelaki mengagetkan Aruna membuat dia berbalik pada pada anak lelaki itu.

“Aku Aruna,” jawabnya tersenyum tipis.

“Kenapa kamu bisa di sini?”

“Ah itu aku ikut bersama ibuku. Dia akan bekerja di sini.”

“Oh begitu.” Fahri terlihat melirik gadis itu dari bawah sampai atas. Aruna mengedipkan matanya bingung diperhatikan seperti itu.

“Kalau kamu sendiri siapa?” tanya Aruna ragu.

“Aku Fahri. Papaku pemilik rumah ini.”

“Benarkah? Berarti kamu tinggal di sini juga dong. Senangnya bisa punya teman seumuran.”

Fahri tidak membalas. Lalu Tyas keluar dari rumah itu. “Aruna ayo masuk,” seru ibunya.

“Aku masuk ke dalam dulu ya. Senang bisa berkenalan dengamu,” pamit Aruna berlalu pergi. Fahri hanya menatap kepergian Aruna.

“APA BENAR kita akan tinggal di sini Bu?” tanya Aruna masih tidak percaya. Wajahnya telihat sangat senang malam ini. Tubuhnya yang sudah berselimut beranjak mendekati Tyas yang sedang sibuk menyetrika seragam sekolah putrinya.

“Untuk sekarang bisa ibu bilang iya. Kita berharap saja semoga ibu bisa bekerja dengan baik di sini, senyum Tyas sembari mengusap puncak kepala Aruna. “Ngomong-ngomong tadi ibu melihatmu ngobrol dengan Den Fahri. Apa kalian sudah berkenalan tadi?” Kali ini Tyas balik bertanya kembali sembari sibuk menyetrika.

“Maksudnya Fahri? Iya tadi kami berdua sudah berkenalan Bu.”

“Apa kamu tahu Aruna?”

“Tahu apa Bu?”

“Den Fahri dan kamu akan satu sekolah loh, seru Tyas bersemangat.

“Satu sekolah? Bukannya dia orang kaya Bu. Pasti sekolahnya di tempat yang bagus. Kenapa aku bisa satu sekolah dengannya?”

“Aruna, apa maksudmu putriku?”

Aruna terdiam sesaat. “Tidak, aku hanya merasa aku dan dia berbeda Bu”

Tyas menghela napas miris menatap pada putrinya. Tanganya kembali mengusap rambut Aruna.

“Sayang, mungkin kamu tidak terlahir dari keluarga yang kaya tetapi itu bukan berarti kamu tidak bisa menjadi kaya. Semua bisa terjadi kalau kamu mau berusaha. Lagipula ini adalah kesempatan buatmu. Majikan ibu berbaik hati menyekolahkanmu di sekolah yang bagus.”

“Baik Bu. Aku akan semangat sekolah!” tutur Aruna bersemangat.

“Anak pintar, ayo sana tidur besok ‘kan kamu mulai

Masuk sekolah.”

Aruna kembali pada tempat tidurnya. Sebelum benar-benar tidur dia sempat memerhatikan ibunya yang sepertinya sedang menyetrika seragam sekolah

laki-laki sama seperti seragam miliknya.

Ditengah tidurnya Aruna beranjak bangun. Dia merasa tenggorokanya kering karena haus. Diperhatikanya ibunya yang tertidur di sampingnya. Ibunya terlihat kecapean mengurus pindahan rumah seharian ini.

Aruna tidak enak kalau harus membangunkan ibunya Cuma karena ingin minum.

Akhirnya dia berinisiatif beranjak mencari air minum di rumah itu. Aruna tidak tahu persis jam berapa saat

ini. Yang jelas keadaan rumah itu sudah Arunai sekali. Bahkan suara pintu yang dia buka terasa terdengar begitu jelas diheningnya keadaan rumah itu. Aruna berjalan menuju dapur yang tidak jauh dari kamar

dia dan ibunya karena letak kamar mereka di bagian belakang rumah.

Langkah kakinya terhenti saat melihat ada seseorang di dapur. Anak laki-laki yang tadi berkenalan

dengannya, Fahri.

Fahri yang sedang bingung memerhatikan kotak susu itu mengalihkan perhatiannya pada Aruna yang

baru saja datang.

“Eh, kamu lagi ngapain?” Aruna memberanikan diri mendekati anak laki-laki itu.

“Aku Cuma pengen minum susu hangat. Biasanya

 Mamaku yang bikinin. Tapi aku gak tau cara bikinya gimana."

Aruna memerhatikan gelas yang sudah berisi serbuk susu di atas meja. Dia tertawa kecil seketika.

“Itu

kamu masukin serbuknya kebanyakan masa setengah gelas lebih kamu masukinya.”

“Tapi di sini tulisanya masukin setengah gelas serbuk susunya,” bantah Fahri menunjuk cara pemakaian produk yang tertulis di kotak susu itu.

Aruna kembali tertawa geli. Lebih mendekati Fahri dan mengambil gelas takaran susu yang ada di atas meja. “Maksudnya itu gelas ini bukan gelas beneran yang gede itu.”

“Oh, aku kan gak tahu.”

Aruna berpikir pasti anak laki-laki ini terlalu dimanja oleh keluarganya sampai-sampai susu yang sering dia

minum saja tidak tau cara bikinya.

“Ya sudah sini aku aja yang bikinnya.”

 “Emang kamu bisa bikinya?” tanya Fahri agak ragu.

“Bisa dong aku udah biasa bikin susu sendiri

 pagi-pagi.”

Fahri agak mundur saat Aruna mengambil alih tempatnya dan mulai membuat susu hangat. Setelah

menakar ulang serbuk susu di dalam gelas itu kini Aruna tinggal memasukan air hangat. Karena sudah air hangat di dalam termos jadi dia tidak perlu repot lagi memasak air.

Setelah selesai mengaduk-ngaduk susu hangat itu Aruna mempersilahkan Fahri untuk mengambil susu hangat itu. “Susu hangatnya sudah jadiii....” seru Aruna kepada Fahri.

“Eh lupa tadikan aku haus pengen minum.”

Aruna langsung mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalam gelasnya lalu meneguknya.

“Kamu gak mau susu?” tawar Fahri pada Aruna.

“Enggak ah kamu aja. Aku tadi haus pengen minum air putih taunya ketemu sama kamu”

“Eh aku balik ke kamar dulu ya. Kamu gak apa-apa

kan di sini sendirian?”

 “Iya nggak apa-apa. Makasih ya udah bikinin aku susu hangat,” balas Fahri.

“Emang kamu gak takut sendirian di sini?”

“Takut kenapa?”

“Ya soalnya ‘kan udah malem. Yaudah aku pergi

 duluan ya,” pamit Aruna tertawa jahil.

Saat hendak masuk ke kamar Aruna kaget bukan main

saat pintu kamar tiba-tiba saja terbuka.

“Kamu dari mana?” ternyata Tyas yang membuka pintu hendak mencari Aruna.

“Ibu bikin kaget ajaaa," seru Aruna mengelus dadanya

kaget.

“Aku tadi nyari minum haus.”

“Ya sudah cepat masuk kamar udah malam.” Aruna

masuk ke dalam kamar itu.

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

.

2024-07-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!