Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29>>
Masih di perjalanan pulang, Aksa memilih berhenti sebentar untuk membeli beberapa botol minuman. Tak ingin membangunkan Yuna, ia turun dari mobil dengan sangat pelan, dan tak berapa lama ia sudah kembali dengan beberapa botol minuman. Aksa membuka salah satunya lalu meneguknya sambil menatap Yuna yang masih tertidur pulas.
"Si Cantik," gumam Aksa tersenyum.
Ting!
Bunyi notifikasi menghentikan Aksa dari aktivitasnya.
Bima
Lo di mana? Jangan keluar apart dulu. Genta lagi ngincer lo!
Membaca pesan Bima seketika Aksa mengumpat kasar dalam hatinya. Cepat-cepat Aksa menyalakan kembali mesin mobilnya, dan melaju ke apartemen secepat yang ia bisa. Aksa menghindari Genta bukan karena takut, tetapi karena ia tidak ingin Yuna bertemu lagi dengan laki-laki itu.
Fokus ke jalanan, tiba-tiba Aksa menginjak rem mendadak. Seseorang menghadang laju mobilnya hingga mau tak mau Aksa menginjak remnya.
Lagi, Aksa mengeluarkan sumpah serapahnya. Ia tentu sudah tahu siapa yang sengaja menghadangnya. Aksa menoleh ke Yuna yang perlahan melenguh karena merasa tidurnya terganggu. Dengan cepat tangan Aksa menepuk lembut kepalanya agar Yuna tertidur kembali.
"Nggak pa-pa. Tidur lagi, tidur lagi."
"Kenapa berhenti, Sa?" tanya Yuna tanpa menggubris Aksa yang menyuruhnya tidur kembali.
Tak sempat Aksa menjawab, seseorang sudah mengetuk jendela kaca mobilnya. Yuna mengernyit bingung menatap orang itu, tetapi dengan cepat Aksa kembali mengambil atensinya.
"Jangan keluar, oke?!" peringat Aksa kemudian keluar dari mobil.
Yuna sempat menahan lengan Aksa, tetapi dengan cepat Aksa menepisnya. Alhasil Yuna hanya bisa melihat Aksa yang perlahan mendekat ke orang-orang yang tidak ia kenali. Awalnya Yuna tak menyadari hal yang berbahaya karena Aksa masih terlihat berbincang dengan orang-orang itu. Namun lain cerita ketika sosok yang paling Yuna hindari muncul, Genta.
Laki-laki itu keluar dari mobil hitam yang tadi menghadang mereka, dia langsung mendekati Aksa dengan tatapan serius juga senyuman yang menggambarkan betapa liciknya dia. Saat Genta menarik kerah baju Aksa, Yuna mulai panik dan langsung berinisiatif mencari ponsel. Ia ingin menelepon Reza atau teman Aksa yang lainnya.
Diambilnya ponsel Aksa yang kebetulan berada di dashboard mobil.
"Haiiis! Kok baterainya habis, sih?!" racau Yuna makin panik, ia melepas asal ponsel Aksa kemudian beralih mencari ponselnya di tasnya.
"Gue telepon siapa? Gue nggak punya nomer temen Aksa!"
Yuna menggigit bibir bawahnya saking takut dan paniknya. Belum lagi ketika ia kembali menoleh, Aksa ternyata sudah beradu fisik dengan Genta.
"Jae! Iya, Jae! Gue harus telepon Jae!"
Tanpa menunggu waktu lebih lama, Yuna lansung men-dial nomor Jae. Tak butuh lebih dari tiga detik, Jae mengangkat sambungan teleponnya.
"H-halo, Jae? Lo di mana? Tolongin gue!"
"Yuna? Lo di mana gue ke situ!"
"Gue ngirim lokasinya di WA, cepetan datang, gue nggak tau harus gimana lagi!"
"Otw!"
Setelah itu, sambungan pun terputus. Entah sejak kapan Aksa sudah terbaring di jalan, Yuna sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tetap berada di dalam mobil. Buru-buru ia keluar dan berlari ke arah Aksa. Tepat saat dirinya merangkul Aksa, suara tawa Genta langsung terdengar.
"Lo berani juga, mau main sama gue nggak?" ujar Genta menatap minat ke arah Yuna.
Aksa berdecih kemudian kembali berdiri. Tak perlu basa-basi, ia melayangkan pukulannya ke arah Genta hingga membuat wajah laki-laki itu berpaling. Genta tidak membalas, hanya tersenyum penuh kepuasan.
"Tenaga lo tinggal segitu doang? Yakin bisa ngelindungin dia?" tanya Genta meremehkan.
"B*r*ngsek! Kalau lo cowok, mainnya jangan keroyokan. Lo takut sama gue, hah?! Lo nggak percaya diri ngelawan gue sendirian?! Cih!" ujar Aksa sengaja mengulur waktu agar teman-temannya atau siapa pun datang dan membantunya.
Aksa meminta Yuna masuk kembali ke mobil tetapi Yuna menolaknya mentah-mentah. Justru kali ini Yuna malah mengalungkan tangannya di lengan Aksa agar dia tak maju melawan Genta lagi. Lukanya bisa tambah parah, dan Yuna tak ingin itu terjadi.
"Na, dengerin a--"
"Nggak mau, kenapa sih kamu mau aja ngelawan orang sebanyak ini?!"
"Lo semua pecundang! Beraninya keroyokan, kayak banci tahu nggak, sih?!"
"Ha ha ha! Udah selesai ngomongnya, Cantik?!" ujar Genta yang mulai tersulut emosi karena perkataan Yuna barusan. Langkahnya mulai maju mendekati Aksa dan Yuna, ia hendak menyentuh bahu Yuna. Namun, belum sempat tangan itu mendarat di sana, sebuah tendangan keras menghantam tubuh Genta hingga membuat laki-laki itu tersungkur ke aspal jalanan.
Jae datang di waktu yang sangat tepat.
***
"Gue pergi!"
"Eh, Jae, tunggu dulu."
"Apa lagi? Gue udah bantuin lo, kan?! Sekarang apa lagi? Mau nyuruh gue bawa dia ke rumah sakit?! Ogah!" ujar Jae sempat melirik sinis ke Aksa.
"Anj*r, siapa juga yang mau nyuruh lo nganter gue," sanggah Aksa yang tak terima dengan perkataan Jae barusan.
"Ya udah, gue pergi!"
"Jae!" Lagi, Yuna meneriaki sahabatnya itu, tetapi sama sekali tak digubris olehnya.
Melihat Jae yang sudah pergi menjauh Yuna menghela napasnya kemudian kembali menghampiri Aksa. Ia mengusap luka di sudut bibir Aksa dengan tisu yang tadi ia ambil dari mobil.
"Habis ini kita ke rumah sakit aja."
"Nggak usah, ribet."
"Batu banget, nanti kalau lukanya tambah parah gimana?" ujar Yuna mulai kesal.
"Kan, ada kamu," balas Aksa seraya tersenyum.
"Nggak, aku itu bukan dokter!"
"Tapi kalau kamu yang ngobatin aku pasti cepet sembuh."
"Astaga, kamu alesan terus deh! Bilang aja nggak mau ketahuan Mama Adara!"
"Nggak, a--" Ucapan Aksa terhenti saat menyadari ketiga sahabatnya yang tadi datang bersama Jae masih berada di sana. Jae memang sengaja memanggil ketiganya karena tidak mungkin juga ia dan Aksa melawan Genta dan komplotannya hanya berdua saja. "Lo ngapa, K*mpret?" tanya Aksa langsung menoleh ke ketiga temannya.
"Lo berdua jangan drama dulu dong, kita bertiga berasa jadi nyamuk nih!" balas Reza kesal.
Yuna terkekeh melihat raut kesal teman-teman Aksa, ia berdiri ingin menghampiri mereka, tetapi Aksa sudah lebih dulu menarik tangannya.
"Nggak usah ngurusin mereka, mereka nggak pa-pa kok," kata Aksa.
"Nggak pa-pa gimana?! Luka gue bahkan lebih para daripada lo!" Kali ini Reno yang menimpali ucapan Aksa.
"Alah, manja lo!" ujar Aksa.
"Udah, ngapain sih lo semua ribut-ribut? Ayo, pulang aja deh!" sahut Denis menengahi. Ia berdiri dan mendekat ke Aksa. Tepat di hadapan Aksa, ia menjulurkan satu tangannya dan sukses membuat temannya itu mengerutkan alis saking bingungnya.
"Apaan? Mau pamitan?!" tanya Aksa ingin memastikan.
"Duit!"
"Duit apa?"
"Duin bensin! Gara-gara lo, gue bawa mobil bokap gue tanpa izin, kalau ketahuan orang pertama yang gue bogem elo, ya! Sekarang duit bensin, biar gue nggak ketahuan bawa mobilnya," jelas Denis emosional. Aksa menghela napas kasarnya kemudian mengeluarkan dompet. Diambilnya beberapa lembar uang lima puluh ribu dan langsung ia berikan pada Denis.
"Oke, bye!"
"Bilang makasih woi!" pekik Aksa ketika Denis pergi begitu saja dan diikuti Reza dan Reno.
"Nggak guna!" balas Denis tanpa menoleh.
Yuna yang melihat kelakuan Aksa dan teman-temannya malah tertawa. Pertemanan laki-laki ternyata lebih parah daripada pertemanan perempuan.
"Nggak kebayang kalau gue, kayak gitu sama Salsa."
"Kita pulang juga, yuk!" ajak Yuna
"Kamu bisa bawa mobil nggak?" tanya Aksa, ia jadi ragu bawa mobil sendiri karena kondisinya saat ini.
"Kalau kamu mau kita terjun bebas ke pagar rumah orang, aku bisa kok. Ja--"
"Udah, udah, aku aja, ayo!" sela Aksa sebelum Yuna menyelesaikan ucapannya. Yuna langsung tersenyum geli melihat raut datar Aksa setelah mendengar jawabannya barusan.
•••
Jangan lupa like teman-teman🤍