Harus menyalahkan siapa keadaan Zahira saat ini yang divonis tidak akan pernah bisa melahirkan seorang anak bagi suami tercinta.
Apa yang akan dilakukan Zahira setelah mendapatkan vonis tersebut? Apa juga yang akan dilakukan suaminya serta mertuanya yang ikut tinggal bersama Zahira?.
"Zahira si wanita mandul"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Mas Bilal masuk ke dalam kamar di saat Zahira sedang mengangkat kedua tangannya ke langit.
"Kenapa Mas datang kesini? Disini tidak ada tempat tidur kosong."
Mas Bilal menatap tempat tidurnya yang memang telah berpenghuni. Zahira melepas mukena lalu ditaruhnya di atas sajadah.
"Mas bisa tidur di sofa." Mas Bilal langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil memejamkan kedua matanya.
Zahira mendekat lalu duduk di lantai menghadap wajah Mas Bilal.
"Memang seharusnya Mas tidur bersama mbak Alisha. Itu hak mbak Alisha mendapatkan Mas sama seperti aku."
Kedua mata Mas Bilal terbuka sempurna, tanganya terangkat lalu mengelus wajah cantik yang ada dihadapannya.
"Istri Mas cuma kamu dan Alisha hanya ibu dari anak Mas. Mas akan menceraikannya setelah bayi itu lahir."
"Astagfirullah, Mas." Zahira menutup mulutnya.
Mas Bilal bangkit sambil mengacak rambutnya sendiri.
"Mas udah memikirkannya matang-matang dan itu memang rencana awal Mas."
"Pernikahan bukan sesuatu yang pantas dipermainkan, Mas. Anak Mas nanti membutuhkan sosok lengkap Papa Mama nya. Dan itu ada pada Mas Bilal dan mbak Alisha."
"Apa itu yang sekarang kamu inginkan? Mas bersikap adil pada Alisha juga? Lalu hatimu? Apa kamu sanggup melihat kebersamaan kami?. Berapa lama pernikahan kita akan bertahan? Mas sangat takut kehilangan kamu, Zahira." Mas Bilal langsung memeluk Zahira erat.
"Iya Mas, Zahira menginginkan Mas bersikap adil pada Zahira dan mbak Alisha." Ucap Zahira dalam pelukan Mas Bilal. Air matanya segera dihapus sebelum Mas Bilal mengetahuinya.
Taufik yang tidak sengaja terbangun itu mendengar apa yang dibicarakan kedua orang dewasa tersebut.
.....
Pagi itu terasa seperti berada dalam mimpi ketika Mas Bilal menyapa Alisha setelah sekian lama diacuhkan bahkan mungkin tidak pernah dianggap.
"Selamat pagi Alisha."
"Selamat pagi Mas Bilal." Setelah membalas sapaan Mas Bilal, Alisha mencuri pandang ke arah Zahira yang tersenyum padanya. Zahira terlihat sangat tulus dan tidak memiliki maksud seperti yang dituduhkan Mama mertuanya.
Mama sangat senang dengan perubahan sikap Mas Bilal pada Alisha. Obrolan mereka semalam langsung di dengar oleh Mas Bilal.
Papa menatap Zahira lalu meminta Zahira duduk di tempat biasanya. Namun sebelum Zahira duduk, Mama terlebih dulu memaksa Alisha untuk pindah dan duduk di sebelah Mas Bilal. Mas Bilal yang hendak melayangkan protes seketika terdiam saat melihat Zahira menggelengkan kepalanya.
Zahira membiarkan tempat duduknya di tempati Alisha karena wanita itu memang sangat pantas. Kemudian Zahira duduk tenang di sebelah Taufik dan Niken lalu mulai melahap makanannya.
Mas Bilal dan Zahira berangkat kerja terpisah, karena Jeremy sudah menjemputnya. Mereka ada meeting di luar bersama klien. Sedangkan Zahira berangkat kerja sekalian mengantar Taufik dan Niken.
Alisha sendiri sudah tidak bekerja lagi setelah menyandang status istri Mas Bilal. Lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sebagian menantu kesayangan dari Mama mertuanya.
Sampai di tempat kerja, Zahira langsung mengantar Niken sampai kelas. Setelahnya Zahira pergi ke lantai atas dimana Zahira bekerja sebagai administrasi.
"Selamat pagi, Pak Mickey." Sapa Zahira ketika melihat atasannya sudah berada di depan pintu ruangannya.
"Selamat pagi, Zahira" balas Pak Mickey.
Zahira duduk dan mulai merapikan meja berkas dan beberapa coretan tanganya, namun Pak Mickey masih berdiri di tempat yang sama.
"Ada apa, Pak Mickey?." Tanya Zahira.
Pak Mickey mendekati Zahira dan berdiri di depannya.
"Di dalam ada Khana, tapi Khana nya sedang menangis. Dari tadi sudah saya tanya kenapa tapi enggak di jawab. Khana malah meminta saya keluar."
Zahira menatap pintu ruangan yang tertutup rapat itu.
"Coba kamu lihat dan ajak bicara Khana, siapa tahu Khana mau bicara sama kamu."
Zahira mengangguk, namun sebelum masuk wanita itu menyiapkan air minum terlebih dahulu. Membawa masuk menggunakan nampan yang ada di tempat pembuatan kopi.
Wanita itu langsung masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu namun tidak ada respon dari dalam. Pak Mickey membantu membuka pintu untuk Zahira.
Khana yang masih sedang menangis pun mengangkat wajah lalu menatap lekat pada Zahira.
"Pasti kamu wanita yang menggoda Papa ku?."
Zahira segera menggeleng lalu menaruh nampan di depan Khana.
"Saya hanya pegawai di sini, bukan wanita yang kamu tuduhkan tadi."
Khana tidak langsung mempercayainya, anak itu masih menatapnya intens. "Kamu punya suami atau single?."
Zahira tersenyum lalu ikut duduk di depan Khana. "Saya bersuami."
"Kenapa tidak pakai cincin kawin?."
"Saya dan suami memang tidak memakai cincin kawin."
"Boleh aku lihat suaminya?."
Zahira mengambil hape dari saku gamisnya, lalu membuka galeri dan menunjukkan photo Mas Bilal.
Khana masih menatap lalu melihat photo lain yang menunjukkan kedekatan Zahira dan Mas Bilal. Hingga Khana mempercayainya.
Zahira menawarkan minuman pada Khana dan anak itu langsung meneguknya sampai habis.
"Kamu tidak sekolah?." Tanya Zahira pelan.
Khana menggeleng. "Aku malas, teman-teman pada mengejek kalau Papa ku sering keluar sama wanita yang berbeda setiap harinya."
"Aku malu kalau Papa seperti itu, aku enggak usah sekolah aja."
"Udah cerita sama Pak Mickey tentang ini?."
Khana menggeleng lagi. "Belum, tapi aku enggak mau juga bicara pada Papa. Nanti Papa bohongi aku lagi. Papa udah sering bohong" tegasnya.
Zahira hanya mampu menarik nafas kemudian tersenyum pada Khana.
"Maaf ya Tante, tadi aku udah nuduh yang enggak-enggak."
"Enggak apa-apa."
"Tante punya anak perempuan?."
Zahira mengangguk. "Ada, bahkan sekolah di sini."
"Umur berapa tahun?."
"Lima tahun."
"Oh, yang seumuran sama aku gitu?."
Zahira menggeleng.
"Ada juga laki-laki tapi umurnya baru tujuh tahun."
"Oh gitu, anaknya tante ada dua."
"Iya."
Percakapan itu sejak tadi di dengar langsung Pak Mickey yang berada di luar, karena pintu itu tidak tertutup rapat seperti tadi.
Sebelumnya Khana tidak pernah bicara panjang lebar pada siapapun. Tapi ini pada Zahira, Khana bicara seperti orang yang sudah lama dikenalnya.
Hingga waktu makan siang, Khana masih betah berada di ruangan sang Papa. Zahira sendiri sedang menyuapi Niken dan Taufik di dalam ruangannya. Kedua anak tidak langsung pulang karena tidak ada yang menjemput.
"Ibu enggak makan?" sejak tadi Taufik tidak melihat Zahira makan.
"Belum, nanti saja."
Zahira memberikan suapan terakhirnya pada Niken karena Taufik sudah merasa kenyang.
"Hape Ibu bunyi." Niken menunjuk tas Zahira.
"Iya paling dari Ayah Bilal."
Zahira menatap kedua anak Alisha sebelum menjawab panggilan tersebut.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, mbak Zahira."
"Ada apa?, anak-anak sudah sama saya. Sekarang di kantor."
"Maaf mbak, aku hanya mau bilang. Aku dan Mas Bilal akan pergi ke Villa. Mama yang memaksa, aku dan Mas Bilal tidak bisa menolaknya. Aku titip Taufik dan Niken ya?."
Zahira memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya mengiyakan lalu menutup sambungan teleponnya.
setiap baca Novel slalu Pelakornya di belain & hidup bahagia 🙄
heran deh... mertua toxickayak gitu entar kena stroke loh