"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"
Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Krisis Kepercayaan
Bab 19: Krisis Kepercayaan
Pagi itu terasa berbeda. Biasanya, Pandu dan Karin masih bisa tersenyum meski ada sedikit ketegangan, tapi hari ini suasana terasa semakin dingin. Mereka hampir tidak berbicara sejak sarapan. Pandu sibuk dengan rapat-rapatnya, sementara Karin berusaha fokus pada pekerjaannya sendiri di rumah. Namun, di balik ketenangan itu, ada ketidakpastian yang terus mengganggu pikiran Karin.
Semua bermula ketika Om Heru, dengan senyuman liciknya, muncul di kantor Pandu beberapa hari sebelumnya. "Ada gosip menarik di antara para kolega bisnis kita," kata Om Heru, seolah sedang menikmati permainan ini. "Katanya, kamu sedang menyiapkan pernikahan kedua dengan salah satu putri pengusaha ternama untuk memperkuat posisi bisnis keluarga. Benar atau tidak, aku tidak tahu. Tapi ini sudah menjadi buah bibir."
Pandu, yang sedang membaca dokumen, langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Om Heru dengan mata yang penuh ketegangan. "Apa maksud Om?"
"Jangan salah paham, Pandu. Aku hanya menyampaikan apa yang beredar di luar sana. Lagipula, kamu tahu sendiri bagaimana dunia bisnis ini, bukan? Kadang, keputusan-keputusan besar harus diambil dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk kepentingan keluarga."
Meski Pandu membantah keras rumor itu saat pertemuan, kata-kata Om Heru terus menghantui benaknya. Namun, yang membuatnya lebih cemas adalah reaksi Karin. Bagaimana jika berita ini sampai ke telinga istrinya? Bagaimana jika Karin percaya pada gosip tersebut?
Sore itu, setelah Pandu pulang dari kantor, Karin sedang menunggu di ruang tamu. Ekspresinya tegang, matanya terlihat lelah. Pandu tahu bahwa saat seperti ini tidak bisa dihindari.
"Ada yang ingin kamu ceritakan padaku?" Karin memulai, suaranya terdengar datar tapi jelas menyimpan kekecewaan yang mendalam.
Pandu menarik napas dalam, merasa seolah dinding mulai menutup di sekitarnya. "Karin, aku tahu apa yang kamu dengar. Tapi percayalah, itu semua tidak benar."
Karin mengangkat alisnya. "Om Heru datang menemuiku tadi siang," ujarnya dengan nada yang tak terbaca. "Dia bilang ada rumor tentang kamu yang sedang menyiapkan pernikahan kedua. Apakah ini ada hubungannya dengan keluargamu? Dengan bisnis mereka?"
Pandu menatap Karin dengan mata penuh kepanikan, lalu menggeleng cepat. "Karin, itu hanya gosip. Aku tidak pernah berencana menikah lagi, apalagi untuk alasan bisnis. Kamu satu-satunya yang aku mau dalam hidupku."
Karin terdiam sejenak, seolah mencerna kata-kata Pandu. Tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang merasa bahwa ada lebih dari sekadar kata-kata ini. Dia sudah mendengar janji-janji sebelumnya, tetapi kali ini, situasinya berbeda. Kecurigaan dan ketidakpastian terus menggerogoti hatinya.
"Kamu bilang begitu, tapi kenyataannya kita selalu terjebak dalam urusan keluargamu. Dan sekarang, dengan gosip ini..." Karin berhenti sejenak, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku tidak tahu lagi, Pandu. Aku merasa kita terus berjalan di atas sesuatu yang rapuh. Setiap kali kita mencoba memperbaiki hubungan ini, selalu ada hal yang mengganggu. Dan kali ini... aku merasa terkhianati lagi."
Pandu mencoba mendekat, tapi Karin mundur sedikit. Pandu merasa hatinya hancur melihat Karin yang semakin menjauh darinya. "Karin, dengarkan aku. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan pernah menikah lagi. Gosip itu hanya omong kosong untuk menjatuhkan kita. Aku tahu keluargaku sulit, tapi aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan pernikahan kita."
Karin menutup matanya sejenak, mencoba menahan emosi yang meluap-luap. "Aku butuh waktu, Pandu. Aku butuh jarak. Kita sudah terlalu banyak berurusan dengan hal-hal seperti ini. Mungkin... mungkin kita perlu berpikir ulang tentang semua ini."
Pandu terkejut. "Maksudmu apa? Kamu ingin mengakhiri semuanya?"
Karin menggeleng pelan. "Aku tidak bilang aku ingin berpisah. Aku hanya butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak bisa terus hidup dengan rasa curiga dan takut. Aku ingin memastikan bahwa kita benar-benar bisa menjalani ini tanpa dihancurkan oleh masalah-masalah eksternal."
Pandu terdiam, merasa seolah seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa situasi ini akan berakhir dengan Karin yang meminta jarak darinya. Namun, dia juga tahu bahwa memaksa Karin untuk tetap bersamanya tanpa memberi ruang untuk berpikir hanya akan memperburuk keadaan.
"Kalau itu yang kamu butuhkan, aku akan memberikanmu waktu," jawab Pandu dengan suara berat. "Tapi tolong, jangan tinggalkan aku sepenuhnya. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa menjaga hubungan ini."
Karin mengangguk pelan. "Aku nggak pergi ke mana-mana, Pandu. Aku cuma butuh waktu untuk meresapi semua ini."
Malam itu terasa hampa. Mereka tidur di kamar yang sama, tapi ada jarak tak terlihat yang memisahkan mereka. Karin merasa hatinya masih penuh kebingungan, sementara Pandu merenungkan cara untuk mengembalikan kepercayaan istrinya. Pandu tahu dia harus melakukan sesuatu yang drastis, sesuatu yang bisa meyakinkan Karin bahwa dia serius menjaga hubungan ini.
Pandu tidak tidur semalaman. Setelah mendengar bahwa Karin butuh waktu, dia tahu dia harus bertindak. Ini bukan hanya soal membuktikan dirinya sebagai suami yang bisa diandalkan, tetapi juga menjaga apa yang mereka bangun bersama agar tidak hancur begitu saja.
Keesokan paginya, Pandu memutuskan untuk pergi ke rumah keluarganya. Kali ini, dia tidak datang sebagai anak yang patuh atau sebagai penerus bisnis. Dia datang sebagai suami Karin, seseorang yang akan membela istri dan pernikahannya. Pandu tahu dia harus mengambil langkah yang mungkin sulit, tapi ini adalah satu-satunya cara.
Saat dia tiba di rumah besar keluarganya, ayah dan Mamanya sudah menunggunya di ruang tamu. Wajah mereka terlihat serius, seolah sudah siap mendengar kabar penting. Pandu menarik napas panjang, menguatkan dirinya.
"Aku datang ke sini bukan sebagai pewaris atau anak dari keluarga ini," Pandu memulai dengan suara tegas. "Aku datang sebagai suami Karin. Dan aku ingin kalian tahu bahwa pernikahanku dengan Karin bukanlah permainan atau urusan bisnis yang bisa dicampuradukkan dengan kepentingan keluarga."
Ayah Pandu tampak terkejut, sementara Om Heru hanya tersenyum sinis. "Pandu, kamu tahu bahwa keputusan-keputusan besar dalam hidup ini sering kali harus melibatkan kepentingan keluarga," ujar ayahnya. "Kita hanya ingin yang terbaik untukmu."
"Yang terbaik untukku adalah menjaga pernikahanku dengan Karin," jawab Pandu. "Aku tidak akan membiarkan rumor atau tekanan dari kalian merusak hubungan kami."
Ibunya yang terlihat lebih lemah daripada sebelumnya akhirnya angkat bicara. "Pandu, yang kami inginkan hanyalah kebahagiaanmu. Tapi jika kamu merasa ini adalah caramu untuk mencapainya, kami tidak akan menghalangi. Hanya saja, ingatlah bahwa tanggung jawabmu pada keluarga ini tetap besar."
Pandu menundukkan kepalanya sejenak, lalu mengangguk. "Aku akan selalu menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi aku juga akan memastikan bahwa aku tidak kehilangan Karin di tengah-tengah semua ini."
Dengan tekad baru, Pandu pulang ke apartemen. Kini, dia siap berjuang demi Karin.