Magika dan Azzrafiq tak sengaja bertemu di sebuah cafe, saat Magika sedang melakukan tantangan dari permainan Truth or Dare yang dia mainkan bersama teman-temannya.
Hanya dalam satu malam saja, Magika mampu membuat Azzrafiq bertekuk lutut, mereka melakukan hal-hal gila yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mereka melakukannya atas dasar kesenangan belaka.
Keduanya berpikir tak akan pernah berjumpa lagi dan hanya malam ini saja mereka bertemu untuk yang pertama sekaligus yang terakhir.
Namun takdir berkata lain, Magika dan Azzrafiq dipertemukan lagi, karena mereka diterima di kampus yang sama dan lebih tak disangka lagi mereka satu jurusan, tapi keduanya tidak saling mengenali karena saat pertemuan malam itu, mereka dalam pengaruh alkohol yang membuat keduanya tak ingat apa yang telah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam Sebuah Cinta Terdapat Bahasa
Beberapa hari berlalu, Magika baru saja selesai membaca buku di perpustakaan untuk menambah pengetahuannya di bidang hukum, dia membungkuk dan menidurkan tubuhnya di atas meja, sambil bermalas-malasan melihat ponselnya, dia tak sadar ada seseorang yang memperhatikannya selama dia berada di perpustakaan.
Yudhistira memotretnya dengan kamera yang dia bawa, diam-diam dia mengagumi sosok Magika, entah mengapa baginya menarik saja melihat wanita menghabiskan waktunya di perpustakaan.
Pertama kali melihat wanita itu, di sini ketika awal masuk kuliah, dia langsung menyukainya, selain memang wajah Magika yang manis, wanita yang suka membaca juga merupakan tipe wanita idamannya.
Magika juga menjadi sumber inspirasinya dalam menulis puisi, namun sampai saat ini Yudhistira belum berani memperkenalkan dirinya, tak seperti kebanyakan wanita lainnya yang pernah dia dekati, dia ingin dengan cara yang berbeda, karena wanita ini sangat istimewa baginya.
Yudhistira menunggu momen yang tepat untuk berkenalan dengan wanita idamannya itu, yang pasti bukan saat ini. Meskipun belum mengetahui nama wanita itu, tak masalah untuknya.
Yudhistira membiarkan rasa penasaran dalam dirinya tetap bertaut, agar perasaan suka pada Magika tetap terjaga, menurutnya jika sudah tidak penasaran lagi akan berkurang kadar ketertarikannya terhadap wanita itu.
Dia menuliskan sebuah puisi untuk wanita yang dikaguminya.
Tak Perlu banyak upaya
Ketika menuliskan tentangnya
Hanya cukup merasakan
Untaian kata bagaikan berguguran
Tangan ini dengan spontan
Menjumput ayat yang berjatuhan
Jemari laksana rotan
Membaurkan kumpulan menjadi firman
Kaulah puan yang dalam duniaku
Kusebut kau Puteri
Wahai Sang Puteri
Selamat datang di singgasanaku
"Jam berapa ya sekarang?" Gumam Magika melihat jam di ponselnya.
Waktu menunjukkan pukul 13.15, Magika segera merapikan buku-buku yang ada di atas meja, dia menyimpannya kembali ke posisi semula, bagusnya kampus ini memiliki perpustakaan yang menarik, semua buku berjajar dengan rapi, aroma khas dari buku-buku lama membuat Magika ingin tetap berada di sini, namun karena ini hari sabtu dan perpustakaan hanya buka setengah hari.
Dia melihat seorang pria yang sedang memotret dirinya, Magika segera menghampiri pria itu untuk menegurnya.
"Kamu, ambil foto aku diam-diam?" Tanya Magika.
Yudhistira yang tertangkap basah, segera menurunkan kameranya dari wajahnya.
"Sorry gue jepret lo tanpa izin, mau lihat hasilnya?" Sesal Yudhistira seraya menawarkan melihatkan hasil jepretannya.
Sebenarnya Magika merasa risi dirinya difoto diam-diam, berasa seperti diteror namun ketika melihat hasil jepretan Yudhistira, dia langsung terkesima.
"Ini beneran foto aku?" Tanya Magika.
"Iyalah siapa lagi? Masa gak ngenalin diri sendiri." Jawab Yudhistira sambil terkekeh.
"Tadinya aku mau marah karena gak terima di foto diam-diam, tapi pas lihat hasilnya kok jadi kelihatan Ok banget aku di situ."
"Karena lo punya wajah yang photogenic."
"Lain kali kalo mau foto orang tuh bilang aku pasti mau kok, jangan sembarangan ambil, kalo di Singapur kamu bisa dipenjara." Kata Magika.
Yudhistira terkekeh, dia merasa malu ditegur Magika."Iya sorry, lain kali gue bakalan izin sama lo, kalo lo gak suka, gue bakalan hapus fotonya."
Magika mengangguk."Bagus deh kalo gitu."
"Btw, gue Yudhistira, nama lo siapa?" Tanya Yudhistira seraya memperkenalkan diri.
Padahal tadinya dia tak ingin berkenalan dulu, menurutnya saat ini bukan momen yang pas, tapi karena dirinya tertangkap basah memotret Magika diam-diam, akhirnya memberanikan diri untuk menanyakan nama gadis itu.
"Cari tahu aja sendiri." Jawab Magika seraya meninggalkan Yudhistira.
Sampainya di rumah, Magika segera masuk kamar dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu kepalanya menoleh ke arah lemari, dia beranjak dan melangkahkan kakinya menuju lemari, dan membukanya.
Aroma wangi dari pelembut pakaian menyeruak di hidungnya, dia memperhatikan pakaian-pakaian yang tergantung sangat rapi dan ter-organisir sesuai warnanya, dia melirik kemeja hitam yang tampak asing baginya, dia mengeluarkan kemeja itu dari barisannya.
"Ini kan punya Azzrafiq, ya ampun aku sampe lupa kembaliin." Gumam Magika.
Magika teringat, sudah satu minggu ini, dia tak berjumpa dengan Azzrafiq, mungkin sama-sama sibuk kuliah sampai tak sempat untuk bertemu, bertukar pesan pun sudah jarang.
Magika mengambil kemeja itu dan melipatnya dengan rapi, dia menyemprotkan parfum aroma baby powder di kemeja hitam milik Azzrafiq.
"Semoga aja hari senin aku ketemu Azzrafiq." Ucap Magika penuh harap.
Sebagai tanda terima kasihnya, Magika menyelipkan sepucuk surat dan coklat kecil di saku kemejanya dan dia juga memberikan parfum aroma baby powder yang biasa dipakainya, dia memasukkan parfumnya ke dalam botol yang ukurannya sangat kecil sesuai permintaan Azzrafiq.
Magika melihat botol parfumnya yang tersisa sedikit lagi. "Bvlgari petits aku jadi dikit lagi, ya udah deh untuk Azzrafiq ini."
Lalu dia memasukkan kemeja Azzrafiq ke dalam papper bag untuk dia kembalikan pada pemiliknya senin nanti, tak lama Magika mendengar suara pesan masuk dari ponselnya, dia mengeceknya itu pesan dari Randy, tapi tak sempat dibalas, dia lebih tertarik membaca buku kuliahnya lagi karena dua hari lagi UTS.
Magika tipe orang yang sangat bersungguh-sungguh dalam belajar, karena itu dia selalu mengutamakan akademisnya dibandingkan hal-hal lain, seminggu ini saja dia menghabiskan waktunya di perpustakaan hanya untuk mengasah pengetahuannya, anaknya memang sangat suka membaca.
Sementara Azzrafiq sedang bergeming di meja bar sambil menikmati secangkir kopi, sudah satu minggu ini, tak ada kabar mengenai Magika, status mengenai wanita itu pun tak pernah muncul di recent updates nya, mereka juga tak saling berpapasan selama itu, karena jadwal kuliah mereka yang berbeda.
Teringat lagi dalam benaknya ketika Magika tiba-tiba saja menciumnya, walaupun dia sudah tahu alasannya karena Alin, namun dia merasa Magika seperti mencampakkannya, tak ada kabarnya sama sekali mengenai wanita itu.
Azzrafiq memperhatikan display profile Magika, kerinduannya pada wanita itu, kembali menyerang dan membuat hatinya tak karuan seperti saat dirinya kehilangan Magika ketika pulang ospek.
Dia coba untuk mengirimkan pesan, namun diurungkan, karena khawatir mengganggu Magika.
"Mungkin Magika lagi sibuk belajar buat UTS." Gumam Azzrafiq seraya menyimpan kembali ponselnya, dan coba mereview lagi catatan perkuliahannya untuk ujian.
Azzrafiq melihat Yudhistira yang baru selesai menaiki anak tangga, dia memanggil sahabatnya itu. Yudhistira menghampirinya sambil tak berhenti tersenyum, karena hari ini dia bertemu lagi dengan gadis yang disukainya.
"Dari mana lo Dhis?" Tanya Azzrafiq.
"Dari perpus." Jawab Yudhistira seraya duduk di samping Azzrafiq.
"Happy banget kelihatanya yang dari perpus."
"Ya begitulah, soalnya gue ketemu gebetan di sana." Terang Yudhistira seraya melihat hasil jepretannya di kamera.
"Pantesan rajin banget ke perpus." Tukas Azzrafiq sambil menyeruput kopi di cangkir.
"Gue udah coba memperkenalkan diri sama dia, sialnya dia gak mau ngasih tahu namanya." Yudhistira curcol, seketika raut wajahnya menjadi murung.
Azzrafiq tertawa."Ada ya cewek yang nolak kenalan sama lo? Sejarah baru nih."
Mengingat sahabatnya itu memiliki wajah yang rupawan, biasanya cewek yang sedang ditaksirnya mudah ditaklukan.
"Mungkin karena gue foto dia diam-diam dan tertangkap basah." Sesal Yudhistira.
Azzrafiq menggelengkan kepalanya ketika mendengar alasan Yudhistira. "Lagian lo ada-ada aja, ya pasti risi lah tuh cewek, mungkin juga illfeel dan anggap lo freak."
"Tapi gue malah makin penasaran sama tuh cewek."
"Good luck buat lo, gue gak yakin tuh cewek masih mau ketemu sama lo."
"Damn!! Apes banget jadi gue." Gerutu Yudhistira.
......................
Hari senin telah kembali, Randy yang kini cukup dekat dengan Magika dan mulai mengenal dari hati ke hati, membawakan adik tingkatnya itu sarapan pagi ini, lelaki itu tahu Magika pasti belum sempat sarapan, karena Magika selalu datang terlambat.
Randy menunggu kedatangan adik tingkat kesayangannya itu di parkiran, dan tak lama yang ditunggunya akhirnya datang.
"Kak Randy, udah nongol aja." Sapa Magika yang baru saja sampai.
Randy memberikan paper bag yang ada ditangannya pada adik tingkatnya itu. "Kamu pasti belum sarapan kan?"
Magika nyengir. "Hehehe kok Kak Randy tahu sih?"
"Apa yang aku gak tahu tentang kamu?" Goda Randy.
Magika membuka paper bag yang diberikan Randy di dalamnya ada sebuah dus kecil makanan, dia tersenyum senang ketika mendapati slice cake kesukaannya berada di dalamnya.
"Slice Blueberry cheese cake, ini sih kesukaan aku banget, Makasih ya Kak Randy." Ucap Magika senang.
Sebelum memakan cake nya, Magika mengambil hand sanitizer dari dalam tasnya dan menuangkannya di tangannya agar bebas dari kuman, lalu melahap slice cake yang diberikan Randy, tanpa disadarinya kakak tingkatnya itu memperhatikan setiap gerakannya, lalu Randy tertawa kecil.
"Ya ampun resik banget ya kamu." Seru Randy.
"Ya kali gak dibersihin dulu tangannya, banyak kuman bertebaran, btw ini sih juara enaknya." Sahut Magika.
Melihat bibir Magika yang belepotan karena cream dari slice cake, Randy menyusutnya dengan lembut menggunakan jarinya. "Princess kok cemong."
Tiba-tiba saja detak jantung Magika berdebar dengan kencang, ketika tangan lembut Randy membersihkan bibirnya, tak mungkin kan dirinya menyukai Randy? Lalu bagaimana perasaannya dengan Azzrafiq?
Tapi hati wanita mana yang tak akan luluh dengan lelaki yang selalu bersikap manis padanya? Apalagi Randy selalu perhatian pada Magika akhir-akhir ini. Kakak tingkat iseng itu telah berhasil membuatnya terpikat karena sikapnya.
"Kok bengong gitu sih? Ayo abisin bentar lagi kelas kamu masuk." Ujar Randy.
Seakan tersadarkan, Magika menggelengkan kepalanya, lalu lanjut menghabiskan slice cake yang diberikan Randy, namun kali ini dia melahapnya pelan-pelan karena malu kalo belepotan lagi, takutnya malah salah tingkah.
Randy membereskan papper bag dan dus kecil yang dipegang Magika, dan membuangnya ke tempat sampah.
Magika sudah seperti ratu saja, dia hanya tinggal makan saja, bekas tempat cake-nya Randy yang beresin, kurang apalagi?
"Udah abis, yuk ke Gedung." Ajak Magika sambil membawa papper bag yang berisi kemeja Azzrafiq.
"Tunggu dulu Gee." Kata Randy menahan Magika, dia melepaskan helm dari kepala adik tingkatnya itu, dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
Karena terharu dengan sikap manis Randy, Magika lupa melepas helm.
"Udah rapi kan rambut aku?" Tanya Magika.
"Udah kok." Jawab Randy sambil melirik papper bag yang dibawa Magika. "Bawa apaan lagi tuh?"
"Ada deh kepo banget."
"Cieilah pake rahasia-rahasiaan segala."
"Ya gak apa-apa dong."
"Yaudah yuk masuk Gedung." Ajak Randy seraya merangkul Magika.
Magika merasa orang-orang memperhatikannya ketika berjalan dengan Randy, apakah tidak terlalu berlebihan berada di zona kampus rangkulan seperti ini?
Namun melihat Randy yang santai saja, Magika tak menghiraukan kekhawatirannya. Sampai di depan Gedung Perkuliahan Randy melepaskan rangkulannya, dan membuat hati Magika sangat lega.
"Kamu semangat UTS nya ya!! Semoga lancar ngisinya." Seru Randy.
Magika hormat seperti prajurit pada atasannya. "Siap Kak laksanakan."
"Kok hormat sih?" Kata Randy gemas seraya mengusap-ngusap rambut Magika, tepatnya sih mengacaknya.
Magika cemberut sembari merapikan rambutnya. "Ish rambut aku jadi berantakan kan."
Randy tertawa tanpa dosa. "Hehehe, maaf deh tadi sengaja aja biar kamu ada kerjaan."
"Dari semaleman aku udah kerja, ya ampun!!" Gerutu Magika.
"Kerja apaan emangnya?"
"Perawatan wajah pada malam hari, terus sikat gigi, dan yang pasti aku gak berhenti belajar karena mikirin UTS seperti apa soalnya."
"Wah banyak juga ya kerjaan kamu, mikirin aku juga gak tuh?"
"Lupa sih kalo itu, udah ah aku mau masuk dulu." Ucap Magika seraya meninggalkan Randy.
"Nanti aku bm balas ya, jangan di read aja, aku bukan koran."
"Hahaha iya iya."
Teman-teman sekelas Magika masih berkumpul menunggu kelas A yang belum keluar, Magika semakin penasaran seperti apa soal UTS nya? Sampai belum selesai dan melewati jam masuk kelasnya.
Kelas A akhirnya sudah bubar, Magika melihat Azzrafiq keluar dari pintu kelas, dia langsung menyambut lelaki itu dengan senyuman.
Azzrafiq yang disambut Magika langsung menampakkan wajah yang ceria, bagaimana tidak? Satu minggu lebih dia tak berjumpa dengan wanita pujaannya itu.
Seperti biasa mereka melakukan ritual pertemuan mereka, setelah satu minggu tak berjumpa, rasanya melakukan ritual ini sangat berbeda dari sebelumnya, penuh kerinduan di dalamnya, terutama yang dirasakan Azzrafiq.
"Udah seminggu kita gak ketemu Azz, kangen juga ya kalo dipikir-pikir." Celetuk Magika.
Azzrafiq tertawa mendengar ucapan Magika. "Kangen itu dirasa, bukan dipikir."
"Takut patah hati kalo pake perasaan hihihi, btw spoiler dong soalnya tadi gimana?"
"Ya kali film di spoiler-in, 70% soalnya dari buku sisanya dari apa yang kita tulis." Kata Azzrafiq memberi bocoran pada Magika.
Magika menjentikkan jarinya dan berseru antusias. "Bingo, berarti kemaren aku sudah tepat review pelajarannya, terima kasih atas spoilernya."
Magika melirik papper bag yang dibawanya, hampir saja dirinya lupa mengembalikan kemeja Azzrafiq yang sudah dibungkusnya dengan rapi dan wangi.
"Oh ya Azz, ini kemeja kamu, maaf ya baru sempet kembaliin hari ini." Tutur Magika seraya memberikan papper bag berisi kemeja pada Azzrafiq.
Azzrafiq membuka papper bag yang diberikan oleh Magika, tercium wangi parfum aroma bedak bayi.
"Santai aja Gee, wangi banget ya parfumnya sampe kecium padahal plastiknya belum aku buka, kayak kemeja baru ya serapi ini bungkusnya."
"Harus dong, kan khusus untuk Azzrafiq."
"Emangnya kenapa sama aku?" Tanya Azzrafiq.
"Kamu itu istimewa, kayak martabak asin yang isinya 5 telor bebek dan daging cincang." Celetuk Magika.
"Kamu ya, ada-ada aja." Ucap Azzrafiq seraya mencubit gemas pipi Magika.
"Aduh Azz sakit tahu." Gerutu Magika seraya mengusap pipinya.
"Iya-iya maaf, gakkan lagi-lagi cubit pipi kamu."
Magika tersenyum tenang."Oh ya aku masuk dulu ya, teman-teman sekelas aku udah pada gak ada."
"Tunggu!" Kata Azzrafiq sambil menahan tangan Magika.
"Kenapa lagi Azz?"
"Kamu gakkan cium pipi aku lagi?"
Magika tertawa, dia bahkan lupa tak memberikan penjelasan pada Azzrafiq mengapa tiba-tiba saja dia menciumnya minggu lalu, walaupun sebenarnya Azzrafiq juga tak keberatan sama sekali.
"Oh ya aku lupa, minggu lalu tiba-tiba cium kamu, duh jadi malu, maaf ya Azz maaf banget, aku gak maksud buat kurang ajar, soalnya.."
"Karena Alin?" Potong Azzrafiq cepat.
Magika mengerutkan keningnya."Kok kamu tahu sih?"
"Ya pasti ada alasannya dong, gak mungkin kalo tanpa sebab." Kata Azzrafiq.
Magika menjelaskan alasannya mengapa dia tiba-tiba mencium Azzrafiq, setelah mendengar ceritanya, Azzrafiq jadi turut kesal juga pada Alin, tak seharusnya Alin bersikap kasar seperti itu, apalagi karenanya juga Magika hampir hanyut terbawa arus.
"Duh maaf banget ya Azz, aku gak maksud bikin kamu jadi ngerasa gak nyaman sama aku." Sesal Magika.
Azzrafiq tersenyum menggoda."Gak apa-apa kok, kalo bisa tiap hari."
"Yeee, kirain gak suka, malahan nagih, kalo gitu aku masuk kelas dulu ya Azz, bye."
"Semoga lancar ya Gee UTS nya." Seru Azzrafiq memberikan semangat.
Magika menggangguk sambil tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas.