Nadia, seorang siswi yang kerap menjadi korban bullying, diam-diam menyimpan perasaan kepada Ketua OSIS (Ketos) yang merupakan kakak kelasnya. Namun, apakah perasaan Nadia akan terbalas? Apakah Ketos, sebagai sosok pemimpin dan panutan, akan menerima cinta dari adik kelasnya?
Di tengah keraguan, Nadia memberanikan diri menyatakan cintanya di depan banyak siswa, menggunakan mikrofon sekolah. Keberaniannya itu mengejutkan semua orang, termasuk Ketos sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Malam yang Berlalu
Kejadian semalam ternyata cepat berlalu tapi belum dilupakan oleh semua siswa-siswi dan seluruh guru.
Nadia kembali ke sekolah diantar oleh ibunya, Dewi. Sementara itu, Nadia mendapat pesan anonim entah dari siapa.
Sampai di sekolah, dia berpamitan dengan ibunya dan mencium pipinya. "Semoga hari Ibu baik," ucapnya. "Iya sayang, semangat belajarnya ya," balas Dewi.
Nadia yang penasaran akan pesan anonim itu langsung menemui alamat yang dikirim melalui pesan itu.
Di alamat yang disampaikan kepada Nadia, tak asing baginya tempat itu. Di mana tempat itu adalah tempat Nadia kecil dengan sahabatnya. Tiba-tiba Cici datang. "Kamu tahu tempat apa ini?" ujar Cici. "Ini adalah tempat di mana luka kita berada bersama, tapi lukamu bisa hilang, sementara aku masih melekat dalam hati." Nadia yang masih mencerna kata-kata Cici, "Apa maksudmu? Tempat ini adalah tempat di mana aku besar."
"Di sinilah luka itu pertama tumbuh, Nadia, luka yang mungkin tidak akan pernah bisa hilang," gadis yang malang yang mencari sesuap makan dengan memulung kertas dan botol plastik agar dia dapat menjalani harinya.
"Dulu ada gadis seumuran dengan ku yang mengatakan kau akan bisa menjadi kaya seperti orang-orang di luar sana," ucap Cici dengan serius.
Nadia sadar gadis itu adalah dia, dia yang mengatakan kata-kata itu.
"Tapi kau tahu, Nadia, itu tidak berarti bagiku, semua itu hanyalah ilusi, dan apa yang kau bilang tentang seorang ayah dan seorang ibu itu semua salah, semua itu bagiku sudah tiada. Aku hanyalah anak gelandangan yang dipungut oleh orang kaya," ucap Cici dengan meneteskan air mata.
"Semua yang aku lakukan kepadamu sekarang kau tahu apa alasannya, Nadia. Luka itu bukan lukamu tetapi lukaku," sambil membakar dirinya dengan korek api.
Ternyata Cici sudah melumuri dirinya dengan minyak tanah dan ingin bunuh diri, agar semua yang telah terjadi hilang dari ingatannya.
Nadia panik, berusaha mencari air untuk memadamkan tubuh Cici tapi semua itu mustahil, tubuh Cici sudah terkelupas karena api yang begitu panas.
Nadia menangis akan semua yang terjadi, ternyata perundungan yang diberikan Cici tidak sepadan dengan apa yang dia rasakan. Nadia yang merasa terluka ternyata itu semua bukanlah lukanya. "Luka yang selama ini aku rasakan ternyata bukan lukaku," sambil melihat Cici yang terbakar.
Kejadian itu berlangsung 1 jam, Nadia yang duduk dan tak sanggup melihat tubuh Cici yang terbakar mengalami trauma dan rasa bersalah yang dalam.
Polisi datang mengamankan semua bukti dan Nadia dipulangkan ke rumahnya.
Sontak setelah Nadia di rumahnya dan merasa tak berdaya, berita di TV sudah tayang, mengatakan bahwa putri Arhan, Cici, bukanlah anak kandungnya dan tidak ada hubungannya dengan Arhan. Ini semua untuk menghindari nama baik Arhan.
Nadia yang frustrasi tidak mengikuti sekolah selama 3 hari akibat trauma yang sangat mendalam.
Keesokan harinya, Nadia memberanikan diri untuk sekolah. Steven yang sudah kembali karena dipindahkan sekolah akibat permintaan Cici kepada ayahnya. Nadia semakin semangat menghadapi hari-harinya yang begitu suram.
"Selamat pagi, Nad," ucap Steven dengan bahagia. Nadia yang belum sadar akan kehadiran Steven sontak terkejut. "Hah, selamat pagi, Kak," jawabnya dengan rasa gugup.
Nadia semakin menaruh harapannya kepada dirinya bahwa Steven benar membalas rasa kepadanya, tetapi Steven belum menyadari perasaannya itu sendiri.
"Nad, nanti kita pulang bareng ya," ucap Steven dengan suara berbisik. "Iya, Kak, boleh," sahut Nadia. Dia duduk di depan Steven sementara Steven mengayuh sepeda yang biasa dibawanya.
Steven merasa lega karena Cici sudah mati, tapi di satu sisi Nadia masih kasihan dengan Cici.
Nadia sampai di rumahnya. "Sayang, semua sudah berlalu. Jangan terlalu lama menahan luka itu, kamu harus membalutnya dengan secepat mungkin," ucap ibu Nadia. "Iya, Ma," sahut Nadia.
Nadia yang frustrasi tidak mengikuti sekolah selama 3 hari akibat trauma yang sangat mendalam. Selama tiga hari itu, dia mencoba menenangkan diri dan merenungkan semua yang telah terjadi. Dia tahu bahwa dia harus bangkit dan menghadapi kenyataan, meskipun itu sangat sulit.
Keesokan harinya, Nadia memberanikan diri untuk kembali ke sekolah. Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus-menerus menghindar dari masalah. Steven yang sudah kembali karena dipindahkan sekolah akibat permintaan Cici kepada ayahnya, membuat Nadia merasa sedikit lebih tenang. Kehadiran Steven memberikan semangat baru bagi Nadia untuk menghadapi hari-harinya yang begitu suram.
"Selamat pagi, Nad," ucap Steven dengan bahagia. Nadia yang belum sadar akan kehadiran Steven sontak terkejut. "Hah, selamat pagi, Kak," jawabnya dengan rasa gugup.
Nadia semakin menaruh harapannya kepada dirinya bahwa Steven benar membalas rasa kepadanya, tetapi Steven belum menyadari perasaannya itu sendiri. Meskipun begitu, Nadia merasa ada harapan baru yang tumbuh di dalam hatinya.
"Nad, nanti kita pulang bareng ya," ucap Steven dengan suara berbisik. "Iya, Kak, boleh," sahut Nadia. Dia duduk di depan Steven sementara Steven mengayuh sepeda yang biasa dibawanya. Perjalanan pulang bersama Steven memberikan Nadia perasaan nyaman dan aman yang sudah lama tidak dia rasakan.
Steven merasa lega karena Cici sudah mati, tapi di satu sisi Nadia masih kasihan dengan Cici. Dia tahu bahwa Cici adalah korban dari keadaan yang sulit, dan meskipun Cici telah melakukan banyak hal buruk, Nadia tidak bisa sepenuhnya membenci Cici.
Nadia sampai di rumahnya. "Sayang, semua sudah berlalu. Jangan terlalu lama menahan luka itu, kamu harus membalutnya dengan secepat mungkin," ucap ibu Nadia dengan lembut. "Iya, Ma," sahut Nadia. Dia tahu bahwa ibunya benar. Dia harus belajar untuk melepaskan masa lalu dan fokus pada masa depan.
Nadia merasa ada harapan baru yang tumbuh di dalam dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang dan penuh dengan tantangan, tetapi dia siap untuk menghadapi semuanya dengan keberanian dan tekad yang kuat. Dengan dukungan dari Steven dan ibunya, Nadia yakin bahwa dia bisa melewati semua rintangan dan menemukan kebahagiaan yang sejati.
semangat