Bebas dan seenaknya adalah dua kata yang dapat mendeskripsikan seorang Dilon. Walaupun Dilon selalu membuat masalah di sekolah, tapi para murid perempuan tetap memuja karena ketampanan dan gaya cool nya.
Entahlah apa Olivia, si murid pindahan itu bisa dibilang beruntung atau malah musibah karena menjadi satu-satunya yang bisa membuat Dilon jatuh cinta kepadanya. Bisakah dua orang berbeda kepribadian itu bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Yang Hangat
"Makanan sudah siap, ayo semuanya ke meja makan!" teriak Papanya memberitahu.
Dilon tadinya akan menawarkan diri untuk membantu, tapi Pria paruh baya itu melenggang pergi begitu saja meninggalkannya. Dengan perasaan canggung, Dilon pun mengikuti saja.
"Dilon kenapa berdiri terus? Ayo duduk, tuh di sebelah Olivia masih kosong," tegur Keisha.
"I-iya Tante," angguk Dilon lalu menurut.
Siang ini cuaca matahari tidak terlalu terik, namun masih cerah dengan angin yang bersepoy. Halaman belakang rumah pun terlihat indah, membuat suasana terlihat menyenangkan.
Dilon memperhatikan keluarga kecil ini dengan senyuman tipisnya. Terlihat lengkap sekali, dan mereka semua sangat ceria dan tidak malu menunjukan kasih sayang pada yang lain. Dilon jadi iri.
"Kamu mau makan sama apa? Mau aku ambilin?" tanya Olivia sambil menyenggol tangannya.
"Terserah apa saja, kamu aja yang pilihin," jawab Dilon, karena Ia merasa malu takut dianggap tidak sopan kalau ambil banyak.
"Dasar manja," ledek Olivia, namun tetap melakukannya.
Perempuan itu membawa piring kosong, mengisinya dengan steak, sosis dan paprika bakar. Tidak langsung banyak, nanti jika mau Dilon bisa ambil lain lagi.
"Dilon sering-sering main ya kesini, jangan malu," kata Keisha memulai obrolan.
"Iya Tante, makasih sudah disambut baik," ucap Dilon sambil mengusap tengkuk, tanda merasa malu.
"Jangan sungkan, kita kan keluarga. Olivia juga pasti pernah main ke rumah kamu, kan?"
Dilon pun melirik kekasihnya itu yang sedang fokus makan dengan lahapnya. Ya Olivia memang sudah ke rumahnya, tapi sayangnya bukan kenangan yang indah. Perempuan itu malah harus melihat sisi lemahnya.
"Waktu itu katanya Papa makan malam dengan Om dan Tante ya? Di Kafe bar nya yang baru dibuka," tanya Dilon yang malah mengalihkan obrolan.
"Oh iya benar, dan kami kaget banget karena tahu kalau pacar Olivia itu ternyata anak Pak Aiden," jawab Keisha sambil tersenyum lebar.
"Ah sayang banget waktu itu gak ikut." Dilon terlihat menghela nafas berat, seperti merasa menyesal.
Sebenarnya Dilon diajak Papanya waktu itu, tapi Ia tolak karena takut Papanya itu malah mengajak istri barunya. Dilon kan selalu berusaha menghindari Erika, selalu kesal saja melihatnya.
Tetapi ternyata Papanya pergi sendirian, bahkan bertemu keluarga Olivia. Mungkin belum beruntung, tapi yang penting hubungannya dengan Olivia masih berjalan baik.
"Papa kamu itu romantis banget ya, dia buat Kafe bar untuk kamu dan pakai nama kamu," ucap Keisha dengan wajah berseri-seri nya.
Dilon dibuat tersenyum tipis mendengar itu, "Saya jadi malu sendiri Tante," katanya.
"Haha kenapa malu? Malahan Tante terharu loh, Tante yakin Papa kamu itu sangat menyayangi kamu," ujarnya.
Kepala Dilon lalu menunduk, bisa merasakan detakan cepat di jantungnya. Mungkin orang lain akan berpikir begitu, padahal nyatanya Dilon seperti tidak merasakan disayangi Papanya lagi.
Saat Olivia memegang tangannya, lamunan Dilon pun terhenti. Ia kembali mengangkat kepala untuk menatap pacarnya itu. Olivia terlihat tersenyum, membuat Dilon pun membalasnya.
"Nanti kita makan-makan di sana lagi ya Tante, aku pasti ikut," ajak Dilon berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Jadi kamu ngundang nih ceritanya? Wah pasti dong kami bakalan dateng, nanti kabari saja ya waktu nya," sahut Keisha tidak bisa menyembunyikan senyuman bahagianya.
"Pasti Tante," angguk Dilon.
Baru kali ini Dilon merasakan makan dengan suasana hangat dan ramai begini. Ia jadi nostalgia saat Mamanya masih ada, sebelum dirinya pun berubah menjadi sedingin ini.
Sekarang Dilon sudah tidak bisa merasakan kehangatan itu lagi di rumah, Papanya pun selalu fokus pada istri barunya, di banding dirinya. Sebenarnya Dilon juga selalu menghindar.
"Kak Dilon, mau main panah-panahan gak sama aku?" tawar Kai sambil menunjukkan dua busurnya.
"Wah kamu suka main panah ya?" tanya Dilon.
"Hehe iya suka, diajarin sama Papa. Aku juga jadi sering diajak lomba di sekolah," jawab Kai malu-malu.
"Waduh kalau kaya gitu kayanya sudah ketahuan siapa pemenangnya," celetuk Dilon menggoda.
"Dicoba dulu Kak Dilon, nanti kalau Kakak gak tahu biar aku yang ajarin," ucap Kai sambil membusungkan dada, seolah merasa sombong.
"Oke-oke, nanti kalau Kakak kalah Kai boleh jajan apapun deh," sahut Dilon setuju.
Beralih pada Olivia, perempuan itu selesai membantu Mamanya memindahkan bekas makan ke dapur. Saat kembali ke belakang, melihat Dilon dan adiknya sedang main bersama.
Perhatian Olivia lalu teralih melihat Papanya yang duduk sendirian sambil minum kopi. Olivia pun memutuskan menghampiri, dari sana juga masih bisa melihat ke arah Dilon.
"Gimana menurut Papa tentang Dilon?" tanya Olivia mulai mengajak mengobrol.
Papanya yang dari tadi memainkan ponsel memilih berhenti, "Menarik," jawabnya singkat.
"Maksud Papa ganteng, gitu?"
"Dilon memang ganteng, tapi maksud Papa bukan begitu," katanya.
"Jadi?"
"Papa tidak tahu pasti, tapi yang Papa lihat pertama itu ya sifat dia. Apa dia bisa memperlakukan kamu dengan baik dan menghormati kamu. Itulah yang paling Papa utamakan," jelasnya sambil menatap putrinya lembut.
Setiap Papa pasti berharap putri kesayangannya mendapatkan jodoh yang baik, bahkan lebih darinya. Kevin selalu berusaha menjadi Papa yang baik, jadi Ia harap pasangan Olivia lebih dari dirinya dalam hal apapun.
"Dilon baik kok Pah," ucap Olivia pelan.
Memang kadang sikap pria itu menyebalkan, awal-awal saja Ia membencinya karena selalu mengganggunya. Tetapi sekarang Olivia sudah menerima Dilon.
"Tapi karena Dilon ini anak rekan kerja Papa, jadi Papa tidak terlalu khawatir. Pak Aiden itu pengusaha sukses, jadi dia juga pasti bisa membimbing putranya dengan baik," lanjut Papanya, lalu meminum kopinya.
Olivia menekan bibirnya, entah kenapa untuk yang satu itu tidak terlalu yakin. Papanya tidak tahu saja bagaimana hubungan di antara Dilon dan Papanya.
Entah kenapa, Olivia merasa semakin yakin saja ingin bisa membuat Dilon berubah ke lebih baik. Pria itu sangat di harapkan banyak orang, dan Olivia sudah memilihnya jadi tidak mau membuat kecewa juga.
"Kok Kakak yang lebih banyak dapat poin? Padahal tadi katanya Kak Dilon gak bisa main," keluh Kai sambil menggerutu.
Dilon terlihat tertawa puas, "Hehehe Kakak emang beneran gak bisa kok, ini aja baru nyoba. Ternyata seru juga ya main panahan gini," katanya.
"Aku kalah dong, berarti aku ya yang harus jajanin Kakak?" tanya Kai polos.
"Gak perlu, tapi Kakak pengen minta sesuatu." Dilon terlihat menyeringai memikirkan rencana itu.
"Apa?" tanya Kai menunggu.
Dilon sempat melirik ke arah Olivia, lalu merendahkan tubuh untuk berbisik di telinga Kai. Setelah mengungkapkan itu, Dilon terlihat mengedipkan mata.
"Oh kalau itu mah gampang, nanti kalau Kak Olivia mau main malem sama Kakak pasti aku ikut bujuk Mama sama Papa," angguk Kai setuju.
"Oke deh, makasih ya," ucap Dilon.