setelah tiga tahun menjalani rumah tangga bersama dengan Amran, Zahira tetap tidak bisa membuat lelaki itu mencintainya. Amran selalu memperlakukan Zahira dengan sangat kejam. Seakan Zahira adalah barang yang tidak berguna.
sebaik apapun hal yang sudah Zahira lakukan, selalu saja tidak bernilai dan kurang di mata Amran.
" aku ingin bercerai!" ucap Zahira dengan lugas. meskipun tanganya mengepal kuat, namun semua itu adalah refleksi dirinya agar kuat dan tidak goyah dengan rayuan Amran.
" memangnya kau bisa apa setelah bercerai dariku?" Amran selalu bisa menghina Zahira dan melukai harga diri wanita itu.
Amran membuang wanita itu dan Zahira bertekad untuk tidak memberikan kesempatan bagi Amran. Lelaki yang tidak bisa lepas dari hutang budinya pada wanita lain, tidak akan Zahira pikirkan lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lafratabassum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Terik matahari bersinar terang di kala Zahira memasuki kamar Arfan. Adiknya ini barusaja menyelesaikan pemeriksaan. Disana sudah ada Rani yang sedang menguapi adiknya makan siang.
Selama di rawat, Arfan sama sekali tidak mengetahui bagaimana keadaan rumah tangga kakaknya.
Baik Rani ataupun Zahira sama-sama menyembunyikan hal ini pada Arfan. Adiknya akan merasa bersalah karena sudah menyusahkan kakanya.
" kenapa Kakak terlihat lebih kurus? apa terjadi sesuatu?" pertanyaan itu membuat Rani dan Zahira saling menatap.
" kakak sedang menjalani program diet belakang ini" jawab Zahira asal. Dia tersenyum getir mendengar jawaban nya sendiri.
Ya, tidak salah, dia memang sedang diet ketat di aspek kehidupan. Termasuk makan.
Selepas berbincang singkat, tak terasa hari sudah menjelang senja. Dengan alasan mencari makan Zahira pamit pergi sejenak.
Wanita itu duduk di loteng rumah sakit dengan Sebotol soda. Dulu dia termasuk orang yang jarang sekali meminum air rasa kemasan seperti ini.
Sejak kecil dia selalu paham dengan kesehatan dan rajin melakukan chek up. Namun saat ini dia sudah tidak peduli lagi. Zahira memikul beban hidup yang membuat kesehatan nya sudah tidak penting lagi.
Tap tap tap
Suara langkah kaki mendekat, Zahira segera menoleh ke arah belakang. Seorang lelaki datang dengan membawa botol air putih.
Dengan pelan memberikan botol itu pada Zahira dengan kalimat singkat.
" dulu kamu lebih menyukai ini "
Zahira tersenyum tipis. Lalu menerima botol tersebut.
" Terima kasih, Dokter Reno"
Sekilas Dokter Reno bisa melihat tangan Zahira yang kini memiliki beberapa plester luka. Lelaki itu langsung bisa menyimpulkan jika saat ini keadaan Zahira sedang tidak baik-baik saja.
Apalagi saat berkunjung Zahira tidak lagi datang bersama dengan sopir ataupun Amran. perhatian Dokter Reno pada Zahira memang sedikit berlebihan.
Keduanya lalu duduk menatap langit yang mulai menggelap. Sepoi angin malam menerbangkan rambut hitam Zahira, membuat suasana menjadi hening tanpa pembicaraan.
" Kak Reno, dulu kamu memanggilku seperti itu" kalimat itu mengalun memecah kesunyian. Nada suaranya begitu tenang, membuat Zahira dengan jelas mendengar nya.
" kak Reno" lirih Zahira . Membuat wanita itu kembali bernostalgia pada saat dia masih menjadi putri kecil Keluarga Malik.
Ya mereka pernah saling dekat dulu. Saat mereka menjadi tetangga di Kota Pale. Mereka menghabiskan masa kecil bersama.
Dan kini saat mereka bertemu lagi, Zahira sudah memiliki status baru yang membuat Reno harus mundur dan mengalah.
Tiba-tiba Dokter Reno merogoh sakunya dan memberikan sebuah benda tipis berbentuk kotak.
" pakailah, di sana ada uang 4 milyar. Kamu pasti membutuhkan nya"
Tatapan keduanya bertemu, sebuah perhatian yang ingin sekali Zahira dapatkan dari Amran, suaminya. Tetapi malah dia dapatkan dari orang lain dengan begitu mudahnya.
Lalu tatapan Zahira beralih pada kartu ATM yang Dokter Reno pegang. Wanita itu menatap nya dengan sedikit lama.
Lalu dengan nada penuh pertimbangan Zahira menjawab.
" tidak perlu Dokter Reno, saya masih memiliki beberapa tabungan" Zahira menolak halus.
Saat ini Dokter Reno terlihat sedikit kecewa. Dia sudah sangat legowo memberikan tabungannya untuk Zahira.
" aku tau kamu sedang kesulitan, terimalah" Dokter Reno sedikit memaksa dengan halus.
Dia tidak tega melihat Zahira yang terlihat semakin kurus, dia tau. Jika saat ini Zahira sedang berjuang sendiri.
Kalau saja Reno di berikan kesempatan untuk bertemu dengan Zahira lebih awal. Lelaki itu pasti akan datang melamar dan tidak akan membiarkan Zahira menjalani kesulitan seperti ini.
" tidak perlu kak Reno. Saat ini Saya masih belum membutuhkan uang" Zahira berusaha meyakinkan Reno.
Meski sebenarnya Zahira betul-betul membutuhkan uang untuk pengobatan Arfan. Sayangnya jika hal ini di ketahui oleh Amran. Zahira yakin, suaminya pasti akan melakukan sesuatu pada Reno.
Melihat kesungguhan Zahira dalam menolak bantuannya. Membuat Reno tidak bisa berkata apapun lagi. Dengan rasa enggan, lelaki itu memasukkan kembali kartu ATM nya.
Setelah beberapa saat Zahira pamit undur diri. Dia merasa canggung karena sudah menolak bantuan Dokter Reno.
Zahira kembali ke kamar Arfan lalu tidak lama pamit pulang. Sebenarnya hari ini dia sudah izin pada pak Norma jika dia tidak tampil. Wanita itu sudah berencana menggantikan Rani.
Namun karena ingin menghindari bertemu dengan Dokter Reno, Zahira memilih untuk meninggalkan rumah sakit.
Di sisi lain, Amran yang ingin menemui Zahira, sengaja menunggu wanita itu di dekat halte bus. Sayangnya hingga tengah malam lelaki itu sama sekali tidak melihat batang hidung istri nya.
" apa terjadi sesuatu dengan Zahira?" tanya Amran pada sopir nya yang baru saja keluar dari kafe pak Norma.
" hari ini nyonya sedang izin tidak tampil. Mereka mengatakan jika nyonya sedang berada di rumah sakit" jawab sopir itu dengan sopan.
Mendengar kata rumah sakit, Amran jadi ingat jika dia belum mencarikan dokter terbaik untuk mengganti Dokter Reno. Lelaki itu semacam memiliki dendam pribadi pada dokter pribadi adik iparnya itu.
" Carikan beberapa dokter terbaik yang bisa menangani tumor hati"
Ucap Amran pada Sekertaris Erisa lewat panggilan telpon.
Mobil Bentley hitam itu masih tak kunjung berjalan, Amran masih setia menatap sebuah cincin yang dia pegang.
Cincin kawin milik Zahira masih dia simpan. Semenjak pulang dari kota Kalaya Amran belum berbicara lagi dengan Zahira.
Dia masih mengingat saat istrinya menolak menerima cincin ini dan mereka malah berakhir di atas ranjang ruang bersantai kantornya.
Amran mengakui jika saat itu dia sedikit lebih kasar dari biasanya. Namun juga bukan salahnya, salah Zahira yang terlalu memprovokasi nya dengan ingin menjual diri.
" tuan... Sebentar lagi hujan akan turun" sopir mengingatkan Amran, suara guntur dan cahaya petir membuat sopir itu sedikit tergesa.
Dia takut tuannya akan kembali mengulangi hal bodoh dengan berjalan kaki dari gerbang sampai pelataran villa seperti kemarin. Al hasil hari ini tuannya sedikit flu.
Amran menatap pemandangan dari kaca mobil. berharap seseorang yang dia tunggu bisa terlihat. Padahal jika dia mau Amran tinggal menelpon Zahira atau setidaknya mengunjungi kediaman Malik untuk bertemu dengan Zahira.
Tetapi Amran tidak mau melakukan nya. Ego nya terlalu tinggi. Dia berfikir jika Zahira masih merajuk karena Amran yang tidak memperhatikan keadaan Arfan.
" kita pulang, tapi lewat kediaman Malik" jawab Amran singkat.
Sopir itu nampak bingung, lalu tak lama mengangguk.
Dia berfikir apa dia yang kurang mengenal jalan atau bagaimana. Jalur kediaman Malik dan villa Renaldi itu sangat bertolak. Itu artinya mereka tidak sedang kembali.
Mereka akan mengunjungi kediaman Malik terlebih dahulu. Baru pergi pulang ke Villa Renaldi. Tetapi sopir itu tidak banyak bicara. Dia senang karena berfikir jika saat ini tuannya sedang merindukan nyonya Renaldi.