Mikayla adalah Perawat Gigi. Ia telah dikhianati oleh pacarnya sendiri yang berselingkuh dengan teman seangkatan perawat. Pacarnya adalah seorang anggota Polri. Namun cintanya kandas menjelang 2 tahun sebelum pernikahannya. Namun ia mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang bernama Zaki. Namun disamping itu ia ternyata telah dijodohkan oleh sepupunya yang juga menjadi anggota Polri. Apakah ia akan terus memperjuangkan cintanya dan kembali kepada Zaki, atau lebih memilih menikah dengan sepupunya?
ikuti kisah selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ali Sakit
Pagi ini Ali tampak tidak semangat menjalani hari-harinya. Terlebih ketika Mika menjauhinya. Ingin rasanya Ali mengulang hari-harinya bersama Mika. Tidak akan ia melakukan yang membuat Mika marah kepadanya.
Ia melajukan mobilnya dengan sesekali melamun. Tanpa ada ekspresi.
Hari-hari yang biasanya ia jalani dengan sangat menyenangkan dan penuh dengan semangat, kali ini harus ia jalani dengan perasaan bersalah dan tidak ada gairah sama sekali.
Apalagi setelah ia mengetahui bahwa dirinya telah dijodohkan oleh Mika, sepupu kesayangannya itu.
Sepupu yang kalau ada hal apapun selalu membutuhkan dan selalu meminta pertolongan darinya.
Tin..
Tin..
Tin..
Suara-suara klakson mobil tampak menyerukan saling sahut-menyahut menjadi bising.
Membuat Ali terkejut karena suara-suara klakson mobil itu berasal dari belakang mobilnya yang sudah menunggu mobilnya untuk segera berjalan.
“Huh, sabar!” Gumamnya yang kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
*
“Selamat pagi, Komandan.” Ujar salah satu tukang parkir seraya memberikan salam hormat kepada Ali didepan Kapolres dengan menaikkan tangannya.
“Selamat pagi.” Jawab Ali dengan sedikit lesu.
Ali berjalan memasuki kantor. Disambutlah oleh beberapa rekannya yang tengah menikmati sarapan.
“Hei, Ali. Apa kabar kau baru kelihatan. Kemana saja, kau?” tanya Iqbal dengan logat Bataknya.
Ali menyambutnya hanya dengan senyuman simpul. Tanda ia sedang enggan meladeni.
“Al, Lo kenapa? Tampaknya lesu banget?” Danu datang menghampiri Ali yang langsung memasuki ruangannya dan duduk di kursi singgasananya.
“Nggak apa-apa, Dan. Lagi kurang sehat aja.” Jawab Ali lirih.
“Lho, izin saja bro, wajah Lo pucat banget itu.” Danu mendekatkan wajahnya. Ia memperhatikan wajah Ali yang rupanya memang benar sedang pucat.
“Nggak perlu lah, gue masih kuat kok.”
“Ya sudah lah kalau begitu. Lo sudah sarapan bro?” tanya Danu kembali.
“Belum.”
“Cari sarapan yuk, sekalian ngopi. Gue belum ngopi nih.” Ajak Danu pada Ali yang sudah hampir membuka laptopnya untuk memulai bekerja.
“Ada kasus apa hari ini?” Ali bertanya kepada Danu yang hendak berdiri dari tempat duduk.
“Belum ada, hari ini nyantai. Hanya kelarin laporan penyidikan saja. Gampang lah itu.”
“Oke lah.” Ali mengiyakan ajakan Danu untuk mencari sarapan dan mengopi didekat kantor.
Saat mereka keluar dari pintu utama kantor, mereka melihat Zaki baru keluar dari mobil dan Indra turun dari motor gedenya.
Tidak sengaja mereka datang secara bersamaan.
“Woy, kalian baru sampai?” tanya Danu mengarah kepada Zaki dan Indra.
Zaki dan Indra berjalan menghampiri Ali dan Danu.
“Bang, Lo lagi kurang sehat?” tanya Zaki pada Ali dengan sedikit menyentuh dahi Ali untuk diperiksa.
“Iya nih, lagi kurang fit saja.” Jawab Ali sesekali sambil memijit dahinya yang rupanya telah ia rasakan sakit.
“Iya bro, Lo pucat banget.” Indra menimpalinya.
“Eh, Lo Lo pada mau ikut nggak nyari sarapan sama ngopi.” Danu tiba-tiba memotong pembicaraan.
“Boleh deh, gue ikut.” Indra menyahutinya.
“Ayo.” Disusul Zaki juga mengiyakan ajakan Danu.
*
Disebuh kafe terdekat dari kantor. Jaraknya tidak terlalu jauh. Kafe itu buka dua puluh empat jam non stop. Mereka berempat memesan empat kopi hitam dan beberapa sarapan.
Ali hanya memesan kopi hitam dan mengambil roti sobek yang telah disediakan bersama aneka makanan yang lainnya.
Namun ternyata ketika ia mulai untuk memasukan makanan kedalam perutnya, tiba-tiba saja ia mengalami mual dan sakit perut. Akan tetapi sengaja ia tahan karena sedang berada didepan rekan-rekannya.
Ia baru menyadari bahwa seharian kemarin belum terisi makanan sedikit pun. Pantas saja kini perutnya terasa sakit dan menjadi mual.
Danu dan Indra tampak asyik bersenda gurau. Dan memperhatikan orang-prang berlalu Lalang. Apa saja yang mereka lihat menjadi bahan leluconan.
Zaki tampak sibuk dengan ponselnya. Ia sedang asyik saling mengirim pesan kepada Mika yang berada di asrama.
Ali masih saja berdiam diri sambil menahan sakit perut, tidak berkutik sedikit pun. Biasanya ia paling ramai diantara semuanya.
“Bang, Lo kenapa? Lagi ada masalah? Kok dari tadi diam saja.” Zaki rupanya melihat kejanggalan pada Ali yang sedari tadi hanya berdiam diri dan seperti ada yang sedang ia tahan.
“Nggak tahu nih, Zak. Tiba-tiba badan gue semakin nggak enak.” Kali ini Ali tampak pucat. Ia benar-benar terlihat sakit.
“Mau ke Dokter apa mau ke klinik sebelah saja?” Ajak Zaki yang sedikit perhatian kepada Ali.
“Nggak perlu Zak, minum obat juga nanti mendingan.”
“Jangan diremehin kalau lagi sakit bro, nanti malah semakin parah.” Indra menimpali.
“Nggak apa-apa, Insya Allah nanti juga sembuh.” Ali memang sedikit enggan untuk diperiksa ke dokter.
“Oke deh, Bang. Dihabiskan dulu itu rotinya. Nanti setelah ini langsung minum obat.”
Ali mengangguk pelan. Namun matanya menangkap pada layar ponsel milik Zaki yang masih menyala dan terlihat beberapa chat dari Mika yang entah isi chatnya apa, Ali kurang jelas untuk memperhatikan. Intinya sedari tadi Zaki dan Mika saling mengirim pesan.
***
Keesokan harinya, Ali terlihat lebih pucat dari hari kemarin. Kali ini ia merasakan tubuhnya sedikit lebih menggigil dan gemetaran.
Namun ia tetap memaksakan untuk berangkat dinas, karena ingin menjelaskan tentang laporan penyelidikan kasus pembunuh yang satu minggu menjadi perbincangan kapolres.
Saat ia hendak berdiri dari kursinya, ia sempat merasakan tubuhnya sedikit oleng. Sejenak ia diam untuk menstabilkan kondisinya.
Ketika kondisinya dirasa sudah cukup kuat untuk berjalan, ia segera berjalan ke beberapa anak buahnya untuk mengerahkan penyidik mengecek kondisi mayat dengan kasus pembunuhan yang sudah satu minggu berlalu.
Ketika ia sedang menjelaskan tiba-tiba matanya berkunang-kunang dan seketika pandangannya menjadi gelap.
Brukk!!
Ali jatuh pingsan dengan wajah yang pucat pasi.
Danu, Zaki dan Indra yang saat itu masih berada di kantor langsung berlari mendekatinya Ali yang telah terkapar lemas tidak berdaya.
“Bang, Bang.” Zaki menepuk-nepuk pipi Ali yang tidak ada respon.
“Bro, Bro.” Indra juga menggoyang-goyangkan tubuh Ali namun tetap tidak bergerak.
Danu mengecek dibagian kaki Ali yang rupanya sangat terasa dingin.
“Kakinya dingin banget.” Danu tampak panik.
“Kita harus bawa Ali ke Rumah Sakit, tolong panggilkan Ambulance segera!!!” Pinta Zaki kepada salah satu anak buah yang tengah berdiri memperhatikannya.
*
“Keluarga Bapak Ali.” Dokter yang menangani Ali keluar dari ruangan.
Zaki, Danu dan Indra kemudian berdiri yang masih menggunakan seragam dinasnya, menghampiri dokter yang telah berdiri di depan UGD.
“Iya Dok, kami keluarganya.” Sahut Zaki tampak tidak sabar ingin mengetahui keadaan Ali sebenarnya sakit apa.
“Bapak Ali hanya sedikit depresi saja. Mungkin beliau kelelahan. Ditambah kini lambungnya sedang bermasalah.” Ujar sang dokter.
“Lalu bagaimana dok sebaiknya?” kembali Zaki bertanya.
“Sebaiknya Bapak Ali harus diberikan perawatan intensif untuk beberapa hari kedepan, karena kami akan melakukan observasi terlebih dahulu, dan kami akan melakukan beberapa tes darah.”