"Menjadi prajurit butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Berjuang untuk bumi tempat berpijak, demi setiap tarikan udara yang kita hirup dan demi orang-orang tercinta beserta kedaulatan. Berkorban, mengorbankan segala yang kita miliki sekalipun sebuah sumpah setia di ujung senapan."
~Teuku Al-Fath Ananta~
"Aku tak akan membuat pilihan antara aku atau bumi pertiwi, karena jelas keduanya memiliki tempat tersendiri di hatimu. Jadilah sang garuda meski sumpah setia kau pertaruhkan diujung senapan."
~Faranisa Danita~
Gimana jadinya kalo si sarjana desain grafis yang urakan dan tak suka pada setiap jengkal tanah yang ia pijaki bertemu dengan seorang prajurit komando pasukan khusus nan patriotisme dalam sebuah insiden tak terduga, apakah mereka akan seirama dan saling memahami satu sama lain, dalam menjejaki setiap jalanan yang akan mereka lalui ke depannya di belahan bumi pertiwi ini? Ikuti kisahnya disini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LEBIH BAIK PULANG NAMA DARIPADA GAGAL DALAM TUGAS
"Yosef!" Lettu Yosef yang tengah duduk di barak bersama rekan lain segera bangkit saat komandan detasemen XXX memanggilnya. Langkah Yosef setengah berlari, ia menghormat pada Al Fath.
"Kumpulkan segera unit XXX, masuk ke ruang kerja saya. Ambil surat tugas," ucapnya tegas, lugas penuh ketajaman.
"Siap ndan!"
"Saya tunggu 5 menit!" titah Al Fath tak terbantahkan.
...----------------...
Apakah kini ia harus menangis? Apakah si tangguh Fara kini jadi membleh kaya es potong yang kepanasan, menikah dengan prajurit adalah pilihannya, seharusnya itu membuat Fara semakin tegar, bukannya melatih ia untuk jadi wanita yang cengeng.
Pekerjaan Al Fath bukanlah pekerjaan yang hanya duduk saja sambil menyaksikan layar monitor sambil nyemil. Pekerjaannya adalah menjaga kedaulatan dan UUD yang berlaku, menegakkan 5 sila yang menjadi dasar negara, menjaga semua warga negara agar dapat tertidur dengan nyaman di setiap malamnya, menjaga senyum-senyum anak nusantara tanpa khawatir besok akan hidup dalam peperangan.
Al Fath melapisi seragamnya dengan rompi anti peluru, tak lupa alat keselamatan lainnya, melihat alat pengamannya saja membuat Fara mencelos berkali-kali. Dengan sigap dan cepat ia memasukan seragam hitam dan segala perlengkapan OMP-nya (Operasi Militer Perang), bukannya membantu Fara masih mematung di ambang pintu kamar sambil meratapi punggung Al Fath.
Baru juga rasain hiyak-hiyak sekali, udah dikirim buat perang. Dasar jendral si alan!!!! Gua kutuk lu jadi kadal.
"Fara boleh liat abang sebelum berangkat engga?" tanya nya menyayat hati. Ternyata seberat ini meninggalkan seseorang terkasih, ia salah...menikah membuatnya semakin berat untuk bertugas.
Al Fath menarik tali tasnya dalam sekali tarikan hingga berbunyi lalu merekatkan dan mengklik pengaitnya.
Pakaian kebesaran loreng hijau dan baret khas yang selalu ia banggakan membuatnya semakin gagah, senyum tipis khas Al Fath membuat hati Fara bergetar hebat.
Ngga kuat ya Allah!!!! Fara memalingkan wajahnya. Al Fath berdiri di depan istrinya, memegang kedua bahu Fara, "abang sudah biasa melakukan OMP, dek Fara sudah tau itu...tolong jangan beratkan kepergian abang dengan menangis, kamu wanita kuat nan tegar. Do'akan abang agar selalu dalam lindungan Allah,"
Fara mengangguk, "Fara tau, Fara ngerti, tapi..." ia melirikan pandangammya ke bawah.
"Kaki abang jangan nginjek kaki Fara!" ringisnya, taukah kamu hey pak suami!!! Sepatumu itu masyaAllah! Semut saja diinjak langsung tak berbekas.
"Eh!" Al Fath kini tertawa, ini yang ia harapkan dari istri konyolnya, sebuah tawa nan kenangan manis.
"Do'a Fara selalu mengiringi setiap langkah abang," balasnya sendu, sebenarnya rasa sakit kakinya tak seberapa karena sepatu Al Fath hanya menempel di ujung saja, itu hanya bentuk pengalihannya, dari rasa sedih.
"Abang tugas ke Born3o berapa lama?" tanya nya.
"Kurang lebih seminggu," Fara melotot bukan main, bahkan bola matanya sudah melompat kaya bola bekel.
"Yang bener aja!!! Tuh jendral minta di santet apa gimana?!" sungutnya berapi-api penuh amarah jika dijabarkan secara animasi mungkin kobaran api permusuhan sudah keluar dari tubuh Fara, Al Fath kembali terkekeh, "teruslah seperti ini, biar abang tau kalau kamu baik-baik saja. Kalau abang selalu memiliki kamu sebagai penghilang rasa letih, dan semangat abang untuk selalu safety."
"Ya udah. Disana unit abang udah pada nungguin Dangrup-nya. Kan abang cuma ngasih waktu 15 menit buat siap-siap, masa sekarang leadernya sendiri yang lelet...Yuk Fara anterin sampe naik mobil, abang terbang dari Halim?" ia mengangguk.
"Salam sayang buat pilotnya!" ucap Fara santai sambil merapikan pakaian Al Fath, menepis dan mengusap-usap takut ada debu nempel lalu menggandeng lengan Al Fath, padahal Al Fath sendiri sudah melotot dengan alis menukik.
"Kamu kenal? Pake kirim salam segala?" Fara tergelak.
"Yang pasti dia laki-laki kan?" raut wajah Al Fath langsung berubah, ia sadar sudah dikerjai istrinya.
"Ck, kirain.." Fara dan Al Fath berjalan bersama dalam mode cepat, ia berusaha sekuat mungkin menyamai langkah besar Al Fath. Anggap saja ia sedang dikejar se tan atau sedang kebelet bok3r.
"Jadi inget pas nikah kemaren!" tawa Fara, Al Fath melirik ikut tertawa. Bersama Fara langkah besarnya menuju medan perang jadi tak terasa menyeramkan. Apa ia bawa saja istrinya itu ke medan perang? Yang ada dia malah stand up comedy.
Rasanya baik Fara maupun Al Fath tak ingin segera sampai, tapi apa mau dikata lapangan sudah terlihat begitu jelas dan semakin dekat. Dengan berat hati ia melepaskan lengannya dari lengan Al Fath, membiarkan suaminya bergabung dengan unit yang hanya berjumlah sekitar 20 orang. Elite Komando Pasukan Khusus memang tak sebanyak jumlah angkatan darat pada umumnya, ia sengaja tak terikat pada ukuran umum satuan infanteri yang membentuk kompi, peleton, ataupun batalyon, apalagi brigade karena jelas tugas mereka lebih khusus dan mengerucut, tentunya lebih berbahaya pula dengan pelatihan dan kemampuan yang dimiliki detasemen khusus ini, bisa diibaratkan 1 : 30, yang artinya 1 orang anggota unit Elite Komando Khusus saja bisa mengalahkan 30 orang prajurit dalam sekali serangan. Bahkan tak sedikit nama-nama para anggotanya melegenda disejajarkan dengan para legenda militer dari negri orang, seperti Suparlan atau Tatang Koswara sniper terbaik di Indonesia yang masuk ke dalam jajaran 14 sniper terbaik dunia, namanya disejajarkan dengan Simo Hayha, Lyudmila Pavlichenko.
Fara tak sendiri, ada beberapa istri mungkin...dari prajurit satu unit dengan Al Fath di pinggir lapang.
Mereka tengah apel dengan diketuai Al Fath dan juga inspektur Kopassus.
Di akhir kata mereka menyerukan motto Elite Komando khusus negri dengan lantangnya,
"Berani! Benar!!"
Dan ini yang meruntuhkan ketegaran, menggetarkan kalbu seorang Fara saat mereka dengan serempak mengatakan,
" LEBIH BAIK PULANG NAMA DARIPADA GAGAL DALAM TUGAS !"
Jangankan menelan saliva, meraup nafas diantara ruang terbuka dengan banyak pohon di sekitarnya saja sulit untuk Fara, beginikah rasanya menjadi pendamping seorang prajurit. Perlahan namun pasti Fara dapat melihat kecintaan mereka pada negri yang mereka pijaki, tanah air jaya sakti.
"Abang pamit, assalamualaikum!" Fara melemparkan senyuman tipis dengan paksaan, "waalaikumsalam." Cicitnya diantara tenggorokan tercekat, berkali-kali ia mencoba meloloskan saliva tapi rasanya sia-sia. Badan tegap itu mulai memasuki truk Reo.
Ban-ban besar itu melaju menjauhi Fara, semakin jauh sampai kini tak terlihat.
"Lapor! Pratu Mardian siap bertugas," Fara dikejutkan dengan kedatangan seorang pemuda berbaju loreng.
"Ya?" beonya.
"Saya ditugaskan oleh Letnan Kolonel Al Fath sebagai ajudan ibu sementara, selama beliau pergi," jelasnya dengan ucapan formal dan lantang.
"Oh, ngga usah kenceng-kenceng om, Biasa aja lah! Santai aja di depan Fara ngga usah sekaku itu,"
Mardian nyengir, "iya bu. Segan saya."
"Om Dian, saya mau pulang. Nanti kalo butuh apa-apa saya bisa telfon." Tapi lelaki itu menahan.
"Maaf bu, tugas saya menjaga ibu. Saya tak akan jauh-jauh dari radar ibu. Kalau ada apa-apa hubungi saya saja," ia memberikan nomornya pada Fara.
"Hm, iya." Sementara Fara sendiri bingung, hapenya ia berikan pada nyak, ia sendiri belum membeli lagi, karena Al Fath terlanjur pergi bertugas.
"Kalo gitu om Dian, Fara mau siap-siap dulu. Nanti bisa anter Fara ke luar?"
"Boleh bu, kemana?" tanya nya, dahinya berlipat.
"Belanja," jawab Fara singkat.
.
.
.