Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Pergerakan pertama
...Cinta adalah sebuah perasaan yang istimewa. Membawamu pada kegilaan yang nyata....
~*~
Waktu berjalan sebagaimana mestinya, perasaan yang semakin lama semakin tumbuh, berkembang dan tak terkendali. Membuat perasaan kian resah dan jarak adalah satu penghalang yang pasti.
Nic berjalan kian kemari, dia merasai bimbang di hatinya. Di satu sisi perasaannya untuk Khanza semakin lama semakin besar, dan di sisi lain ada Cherry yang berstatus sebagai kekasih yang telah di akui oleh keluarganya. Bahkan mereka telah menyarankan Nic untuk meresmikan hubungan mereka lewat pertunangan.
Klek... Khanza masuk sembari membawa meteran kain di tangannya. Tanpa perintah dia langsung mengukur punggung Nic dengan meteran tersebut, lanjut ke tangan dan juga pinggang.
"Za, bagaimana hubunganmu dengan Darius?" tanya Nic masih pada posisi yang sama.
"Sudah ku bilang kami hanya berteman Nic." Khanza berucap sembari menyelesaikan pekerjaannya.
"Apa ada Pria lain yang kau suka?" Khanza seketika terdiam, pun dengan pekerjaannya terhenti sejenak.
"Tidak ada." Khanza beralih menulis ukuran baju Nic di secarik kertas.
Nic kembali terdiam, sebetulnya apa yang dia harapkan, "aku pergi dulu Nic." Khanza berbalik hendak pergi, namun sesuatu yang keras menyentuh punggungnya dan sebuah tangan melingkar di lehernya. Seketika tubuh Khanza berhenti bereaksi, tubuhnya kaku seperti patung.
"Khanza, pernahkah kau memiliki perasaan terhadapku?" lirih Nic di telinga Khanza, membuat mata Khanza membola seketika.
Jawab Khanza, ayo jawab, katakan Ya. Suara di kepalanya menyuruhnya untuk jujur, namun entah mengapa suara itu tak mampu keluar dari bibirnya, tenggorokannya tercekat seolah ada sesuatu yang mengganjal di sana.
Sepersekian detik keheningan terjadi, ketika Khanza hendak membuka mulut tiba-tiba Nic berujar, "Selamat ulang tahun sahabatku, apa kau terkejut?!" Nic tertawa sembari melepas rangkulannya.
Khanza berbalik sambil memicingkan mata, "jangan menatapku seperti itu, maafkan aku." Nic menyeka ujung matanya yang tampak basah.
Nic berjalan mengitari meja dan mengeluarkan kue tart coklat yang berukuran sebesar piring makan, lantas dia menyalakan lilin di atasnya, kemudian dia bernyanyi.
Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy...birthday to my best friend!
"Semoga kau selalu bahagia Khanza, tetaplah tersenyum, semoga kesedihan takkan pernah menghampirimu. Aku berdoa semoga kau di beri umur yang panjang, dan harta yang berlimpah dan semoga apa yang kau inginkan tercapai tanpa terkecuali."
Khanza masih belum merespon, perlakuan Nic padanya tadi hampir membuatnya mengatakan segalanya pada saat itu pula. Dia pikir apa yang Nic katakan berasal dari hatinya, namun nyatanya tidak, itu hanyalah sebuah rancangan kejutan ulang tahun baginya.
'Ternyata semua itu hanya ilusi.'
"Ayo kemari tiup lilinnya, jangan lupa berdoa agar harapanmu tercapai." Ujar Nic membuat Khanza seketika kembali dari lamunan panjangnya.
"Ah, baiklah." Khanza berjalan mendekat, sebelum meniup lilin tak lupa dia mengatupkan kedua tangannya dan mengucapkan doa dalam hati.
'Tuhan, apa yang aku inginkan ada pada kata-katanya tadi, tolong kabulkan doanya.'
Khanza pun meniup lilinnya dan Nic pun bertepuk tangan, "Selamat ulang tahun untukmu Nona Khanza, semoga kau segera mendapatkan pasangan yang cocok seperti aku dan Nic, benarkan sayang?!" Cherry tiba-tiba hadir di ruangan itu dan mendekap Nic seraya bermanja.
"Terima kasih Nona Cherry," Khanza tersenyum kaku.
"Sayang, aku sudah membawakan mu hadiah yang kamu minta aku belikan untuk Nona Khanza. Nona Khanza, ini dari aku dan Nic." Cherry menyodorkan sebuah paper bag berwarna krem yang di bawanya.
"Terima kasih Nona Cherry, Nic. Seharusnya kalian tidak perlu repot-repot, aku permisi dulu." Khanza pun hendak berlalu, namun suara Cherry menghentikan langkahnya sejenak.
"Nona Khanza, kuenya?"
"Emh, untuk kalian saja, jika kalian tidak mau kalian bisa memberikannya pada para karyawan. Aku permisi dulu, aku masih ada pekerjaan." Khanza berjalan secepat mungkin, tak ingin air matanya jatuh di depan orang lain, apa lagi Nic dan Cherry.
Khanza masuk kedalam toilet wanita dan menguncinya dari dalam, dia membekap mulutnya dan menangis tanpa suara. Dia terus menangis, meski suaranya di redam oleh telapak tangannya namun tetap saja dia sendiri masih dapat mendengarnya walau terdengar pelan.
Sakit, perih dan perasaan kecewa menyatu dalam hati Khanza saat ini, dia merasakan pertahanannya runtuh seketika, kala mengingat kejadian tadi.
'Nic kau benar-benar tega, mengapa kau mengerjai ku dengan cara ini? Sakit, hatiku hancur sangat hancur.' Isak Khanza lirih dalam hati.
Di tambah saat Cherry datang dan membawakan hadiah untuknya atas permintaan Nic, membuat hatinya kian patah. Sekuat apa pun dia membangun benteng pertahanan, namun saat perasaannya di serang benteng itu runtuh seketika.
Dug... di saat Khanza tengah merasakan hatinya yang patah, tiba-tiba untuk pertama kalinya anak di dalam perutnya bergerak, dia seolah ikut merasakan rasa sakit yang di alami Ibunya.
Dug... Anaknya kembali membuat pergerakan, membuat Khanza seketika langsung mengelus perutnya memberi bayinya rasa nyaman. Perlahan di wajahnya membentuk senyuman, Khanza menghapus sisa air mata di wajahnya.
"Sayang, kamu denger Mamah nangis ya, makanya gerak-gerak? Mamah gak papa ko kamu gak perlu khawatir," Khanza bergumam pada perutnya yang tampak sedikit membuncit. Terhitung sudah bulan kelima dia mengandung saat ini, dan anaknya sangat sehat dan kuat ujar Dokter.
'Perutku semakin lama semakin membesar, aku harus memikirkan cara agar tak perutku tak nampak membesar.' gumam Khanza masih membelai perutnya agar anak di dalam perutnya tenang kembali.
Setelah mampu menguasai diri Khanza kembali ke ruangannya, namun wajahnya masih nampak sembab, dia mencoba menutupinya dengan makeup agar tak terlalu kentara jika dia habis menangis.
Khanza di panggil kembali ke ruangan Nic, hari ini ada jadwal rapat yang mengharuskannya ikut menghadiri acara tersebut mendampingi Nic sekaligus menjadi juru bicaranya.
Khanza mengetuk pintu dua kali, untuk memberi isyarat bahwa dia akan masuk kedalam. Sejak Cherry sering hadir di sana Khanza tak lagi masuk begitu saja takut mengganggu mereka berdua.
Khanza pun masuk, dia mengedarkan pandangan ke sembarang arah mencari sosok Cherry di ruangan tersebut, namun di ruangan itu hanya ada Nic yang tengah duduk sembari membaca dokumen untuk rapat nanti. Khanza melangkahkan kaki mendekat ke meja Nic, membuat pria itu mendongak menatap wajah Khanza.
"Kenapa mata kamu merah?" ternyata mata Nic cukup jeli melihat kejanggalan di mata Khanza. Khanza langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Tidak papa, mataku tadi kemasukan debu." Khanza berdalih.
Oh, Nic berujar sembari mengangguk. Mereka pun lantas pergi ke ruang rapat, karena rapat akan segera di mulai.