Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
"jangan bilang kau sudah mulai jatuh cinta pada Ara." Ucapan Egi membuat Dean membuka matanya seketika.
"aku hanya menidurinya, bukan berarti aku jatuh cinta, kalau seperti itu apa kau juga jatuh cinta kepada setiap wanita yang kau tiduri?" Balas Dean dengan sedikit kesal, mencoba menyingkirkan kemungkinan dari ucapan Egi sebelumnya.
Ruangan mereka saat ini benar-benar senyap, suara musik yang beberapa saat lalu masih mengalun sudah dimatikan oleh David.
"Jadi karna itu kau tidak pulang beberapa hari ini?" Bimo yang sejak tadi diam akhirnya bertanya.
Laki-laki itu kembali mengisi gelasnya yang kosong, juga gelas Dean yang sudah kosong sedari tadi.
Selama beberapa hari ini Dean memang tinggal di apartemen yang dulu ia tempati sebelum membeli rumah yang sekarang ia tempati dengan Ara.
Dean terdiam, laki-laki itu memilih memainkan gelasnya yang sudah terisi cairan bening.
"jadi kau menghindarinya?" kini giliran David yang bertanya.
Dean melirik David sebentar kemudian kembali asik memutar-mutar gelas di tangannya.
"jangan jadi pengecut," ucap Bimo dengan suara kecil nyaris seperti bergumam tanpa melihat ke arah Dean. Mendengar itu Dean melirik Bimo dengan tajam.
"jika dengan kembali menggagahi wanita itu bisa membuatmu yakin aku bukan pengecut maka aku bisa membuktikannya padamu, atau perlu kubuatkan siaran langsung untuk kalian?" ucap Dean penuh penekanan, semua orang tau Dean mengucapkannya dengan sangat serius.
"apa kau gila? Untuk apa kami menyaksikanmu berhubungan int*m," ucap Egi, mencoba mencairkan suasana yang sudah mulai tegang antara Dean dan Bimo.
"lalu apa rencanamu sekarang? Menurutku sah-sah saja kau melakuknnya, toh kalian masih suami-istri yang sah. Tapi kalau kau ingin melakukannya lagi pastikan menggunakan pengaman, atau kau akan segera memiliki anak dengan wanita itu."
Ucapan David membuat fikiran Dean terbuka, ia teringat jika hari itu ia melakukanny tanpa pengaman dan ia mengeluarkannya di dalam. Perempuan itu tidak mungkin hamil kan?
Setelahnya tak ada yang membuka suara hingga beberapa saat kemudian David memutuskan untuk menyalakan musik yang menandakan bahwa pembahasan serius sudah berakhir, kini waktunya bagi mereka untuk kembali bersenang-senang.
***
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Ara masih duduk di teras belakang rumah sambil memandangi langit malam yang begitu gelap.
Rasa kantuk sepertinya tak menghampirinya seperti biasa. Sejujurnya ia tidak sedang menunggu apa-apa atau siapa-siapa.
Ara melihat ke arah meja di samping kanannya terdapat sebuah kue berukuran kecil dengan sebuah lilin yang masih belum dibakar.
Ia kembali memandang ke arah langit, tepat dua puluh empat tahun ia lahir dan tepat dua puluh empat tahun juga Ibu kandungnya yang tidak pernah ia kenal meninggal.
Jadi, hari ini ia memperingati dua hal, hari kelahirannya dan juga hari kematian Ibu kandunganya.
Ara mengusap air mata yang jatuh di pipinya, kemudian ia mengambil korek api lalu menyalakan lilin.
"Selamat ulang tahun," ucap Ara pada dirinya sendiri. Lalu meniup lilin tersebut, Ia menangis dalam diam, tidak pernah ada siapa-siapa di dalam kehidupannya.
Hanya Bi wati yang biasanya selalu diam-diam membuatkan kue untuknya saat ulang tahunnya, atau Rio yang diam-diam memberinya kado sebelum laki-laki itu pindah ke London.
Sekarang hanya dia sendirian, tidak ada Bi Wati yang akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Meski sebenarnya dalam hati kecilnya ia berharap Dean ada di sini hari ini, namun Ara harus sadar, Dean bukan seseorang yang akan mau duduk semeja dengannya apa lagi ikut merayakan ulang tahunnya.
Sekali lagi ia mengusap air mata yang jatuh dipipinya lalu menggigit sepotong kue yng baru saja dipotongnya. Air matanya jatuh lagi, padahal ia sudah mencoba untuk tidak menangis. Namun ia kalah, entah kenapa rasanya begitu sesak sekarang ini, begitu banyak emosi yang meluap hingga menyebabkan tangisnya pecah, Ara menangis dengan menutup wajahnya dengan sebelah tangannya.
Dari Arah pintu belakang Dean memperhatikan, Ara tidak menyadari kedatangan laki-laki tersebut.
Sedari tadi Dean berdiri, memperhatikan dalam diam, ketika Ara menyalakan lilin hingga tangisan pilu wanita itu yang sangat menganggu bagi Dean.
Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu memberikan sedikit pelukan mungkin.
Tangan Dean mengepal, ia mencoba mengingatkan dirinya, ia harus bisa mengendalikan dirinya sendiri atau ia akan kalah. Yang ia rasakan sekarang hanya simpati belaka, simpati yang timbul akibat malam panas yang ia habiskan dengan Ara.
Dean mengeraskan hatinya, ia memilih berbalik badan dan mengabaikan Ara yang masih menangis.