Kisah sekelompok anak muda yang ingin hidup sesuai dengan keinginan mereka karena di beri kesempatan kedua. Mereka pernah meninggal dan hidup kembali secara ajaib sehingga mereka sangat ingin menikmati hidup mereka.
Namun tanpa mereka sadari sebuah bencana besar sedang mengintai dunia dan pada akhirnya mengancam semua makhluk hidup di dunia. Untuk mempertahankan kehidupan kedua mereka, sekelompok anak muda itu berjuang untuk mengembalikan dunia seperti sedia kala dengan keajaiban yang mereka miliki.
mohon dukungan komen dan like nya ya kalau suka, thanks
Prinsip mereka hanya satu. "Kita tidak tahu sampai kapan keajaiban ini akan mempetahankan hidup kita, sampai saat itu tiba kita akan bersenang senang dan melakukan apa saja yang kita inginkan, tidak ada yang bisa menghalagi kita, apapun itu, jadi jangan coba coba,,"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Sesampai nya di rumah Rio dan setelah membersihkan tubuh mereka, ke enamnya duduk di ruang tengah,
“Rio,” ujar Sarah yang sudah berganti pakaian dengan lemas.
Rio membuka mulut Sarah dan menancapkan gigi Sarah ke lengannya, “hmmh...hmmh,” Sarah langsung menghisap darah dari lengan Rio yang duduk di sebelahnya. Lina masih terdiam tidak bicara apa apa dan Jay duduk di sebelahnya, Alex merenung dan mengatupkan kedua tangannya sedangkan Tania duduk di sebelahnya, ke enamnya diam tidak bicara sama sekali yang terdengar hanya suara Sarah yang menghisap darah Rio.
“Ini ga bisa,” ujar Alex tiba tiba.
“Kenapa ?” tanya Rio.
“Kita baru lawan satu wyvern aja sudah kelabakan kayak gini, gimana kalau wyvern nya ada lebih dari satu, waktu di dunia lain dan kekuatan gue masih 100%, gue bisa melawan ratusan sendirian,” jawab Alex.
“Buset, mana bisa, jujur aja, gue aja cape lawan yang barusan,” ujar Rio.
“Itu dia makanya, tapi kerja sama kita udah bagus sih,” balas Alex sambil melirik Lina yang masih diam gemetar.
“Lina hebat,” ujar Jay menggunakan tabletnya.
Lina menoleh melihat Jay yang mengacungkan ibu jarinya dengan wajah tanpa ekspresi kemudian dia merebahkan kepalanya di pundak Jay.
“Gue....payah,” ujar Lina.
“Lin lo ga payah, lo cuman kurang pengalaman ama latihan, gue udah wara wiri di dua dunia, Rio dan Jay jago beladiri, Sarah gesit dan emosinya bisa membuat dia ngapain aja, Tania....yah dia penggemar manga, anime, manhua dan sejenis nya haha, jadi lo ga payah, barusan kan lo baru pertama kali membunuh sesuatu, jadi wajar kalau lo gemeter,” ujar Alex.
“Iya...makasih kak, tapi jujur...gue gemeter ketakutan liat naga segede gitu bukan karena yang terakhirnya sih,” ujar Lina.
“Tenang aja, lo pasti bisa,” ujar Jay menggunakan tabletnya dan mengacungkan lagi ibu jarinya dengan wajah tanpa ekspresi.
“Iya, makasih,” balas Lina.
“Lo bisa bangunin gue tiap pagi, berarti lo bisa ngapain aja,” tambah Jay menggunakan tabletnya.
“Apa hubungannya ya ?” tanya Lina.
Tiba tiba Tania berdiri dan berpindah duduk di sebelah Lina, dia langsung merangkul Lina dan menariknya menempel ke dirinya,
“Tenang aja Lin, gue juga baru pertama kali,” ujar Tania.
“Iya...kak, tapi gue yang terakhir dan membunuh nya,” balas Lina.
“Itu karena ga ada lagi yang bisa menembak ke dalam mulutnya selain elo kan,” ujar Rio.
“Hu uh hu uh,” ujar Sarah menganggukkan kepalanya sambil menghisap darah.
“Boleh ga lain kali gue dari jarak jauh aja, gue takut...beneran, bayangin aja melayang di atas mulut menganga dan gede gitu, gue mikir kalo gue jatuh ke dalam mulut itu gimana,” ujar Lina gemetar.
“Kita latihan abis ini, lo dari jarak jauh aja Lin, lo butuh alat buat nyalurin petir lo supaya bisa menembak, ntar gue pikirin caranya,” ujar Alex.
“Iya...makasih kak Alex,” balas Lina.
“Hama Hin, hue huha hakut (sama Lin, gue juga takut),” ujar Sarah.
“Lo ngenyot dulu sana, ga usah ngomong,” ujar Lina.
“Lex gue punya tongkat besi tuh di belakang, lo ambil gih, gue lagi ga bisa gerak,” ujar Rio.
“Dimana ?” tanya Alex.
“Di taman belakang,” jawab Rio.
Alex berdiri, dia membuka pintu ke taman belakang dan keluar, Jay juga berdiri dan berjalan keluar menemani Alex. Tak lama kemudian, mereka kembali membawa tongkat seperti tongkat besi untuk bela diri, “tong,” Alex mendirikan tongkatnya di lantai,
“Ini ?” tanya Alex.
“Iya, dulu gue pake buat wushu, itu besi kan emang sih enteng,” ujar Rio.
“Muka lo enteng, ini berat gila, mana mungkin si Lina bisa pake ginian, tapi bahannya bagus sih, coba deh,”
“Klang,” tangan hitam Alex mematahkan tongkat itu menjadi dua bagian dan kemudian menekannya sehingga menjadi sedikit lebih kecil.
“Woi kenapa lo patahin, itu mahal,” ujar Rio.
“Ya kalo ga gimana, ntar gue gantiin lah, ribet amat,” balas Alex.
Kemudian tangan bayangan yang keluar dari pinggangnya mulai menggosok dua tongkat besi untuk mengikisnya sekaligus membentuknya menjadi sedikit lebih kecil yang ukurannya hanya sebesar lengan masing masingnya dan tangan bayangan itu menyerahkannya kepada Alex. Alex mencobanya dan memutarnya, kemudian dia memberikannya pada Jay di sebelahnya yang langsung menyabetkan kedua tongkat pendek itu, Jay mengangguk dan mengembalikan tongkatnya pada Alex.
“Nah Lin coba pakai ini,” ujar Alex memberikan tongkatnya pada Lina.
Lina mengambil dua tongkatnya dan memegangnya, dia bisa mengangkatnya dan mengayunkan nya,
“Coba lo aliri listrik,” ujar Alex.
“Di luar...di halaman belakang,” ujar Rio.
“Iya, di luar aja,” ujar Lina.
Lina melangkah keluar di temani Alex, Jay dan Tania. Dia mengangkat tongkatnya ke atas, “crrrt....crrrt,” aliran listrik mulai memenuhi tongkatnya dan dia mencoba menyabetkannya, “crrrrt,” tongkat itu terlihat seperti tongkat penyetrum untuk mempertahankan diri, kemudian dia mengarahkan salah satu ujung tongkatnya ke arah dinding belakang dan “blaz,” sebuah bola listrik kecil menembak ke arah dinding, “craaak,” dinding terlihat sedikit berlubang seperti habis tertembak peluru.
“Nah sekarang lo bisa mengendalikan tembakan lo kan, lo mau tembakan lo gede atau kecil terserah lo,” ujar Alex.
“I..iya bener, makasih ya,” balas Lina terlihat senang.
“Plok...plok...plok,” terlihat Jay bertepuk tangan dan “bletak,” tanpa sengaja satu tongkat terlepas menuju ke arah Jay sampai mengenai keningnya. “Klontang,” “blugh,” Jay jatuh terlentang bersama dengan tongkat Lina,
“Ups...kelepas, sori Jay,” ujar Lina.
Jay yang terlentang mengangkat tanganya dengan ibu jari naik keatas, Lina menghampiri Jay kemudian mebantunya berdiri, kening Jay sedikit terluka dan Tania langsung menghampiri Jay, dia meletakkan tangan di kening Jay, cahaya hijau membasuh luka di kening Jay dan menyembuhkannya seketika. Setelah itu, mereka kembali masuk ke dalam,
“Tongkat itu buat lo aja Lin,” ujar Rio yang masih duduk karena lengannya di hisap Sarah.
“Iya, makasih kak Rio,” balas Lina.
“Nah urusan Lina beres, sekarang kan hari jumat nih lagian dengan adanya mayat wyvern di tempat parkir, gue jamin senen masih libur, kalau kita ke villa bokap di pantai mau ga ? rada jauh sih harus naik tol, tapi di sana bokap punya pantai pribadi buat kita latihan,” ajak Alex.
“Hau...hau (mau...mau),” ujar Sarah mengangguk angguk.
“Sekarang ?” tanya Rio.
“Iya, sekarang, (menoleh melihat Jay dan Lina) lo berdua ok kan ?” tanya Alex.
Jay menoleh melihat Lina yang akhirnya juga menoleh melihat Jay dengan tatapan yang aneh, kemudian Lina bertanya,
“Gue sih ikut aja, tapi lo kenapa liatin gue ?” tanya Lina.
Jay mengetikkan sesuatu di tabletnya dan dia cukup lama mengetiknya, kemudian dia memperlihatkan tabletnya kepada Lina dan menekan tombolnya,
“Gue tergantung elo, mba Ani juga bilang ama gue supaya gue bertemen sama lo, dia juga bilang gue harus jagain lo, jadi gue ikut aja apa kata lo,” ujar Jay.
“Oh mba Ani juga bilang ke lo ya ?” tanya Lina.
Jay mengangguk walau wajahnya tetap datar dan rambut menutupi sebelah wajahnya yang tampan.
“Bentar, lo berdua ngomong ngomong soal mba Ani, dia katanya perawat lo berdua kan, emang sebelum ngekos lo berdua ga tinggal bareng ?” tanya Alex.
“Enggak, gue di rumah mba Ani, kalau dia di asrama perawat,” jawab Lina.
“Gue anak jalanan, dia bukan,” tambah Jay menggunakan tabletnya.
“Oh bener juga, waktu coach bawa lo ke sasana, lo dekil banget, kata coach dia nemu lo di jalanan lontang lantung sendirian,” ujar Rio.
“Iya bener, gue di temukan coach, di latih trus di bawa mba Ani ke asrama dan tinggal di sana,” balas Jay menggunakan tabletnya.
“Hmmm gue jadi penasaran sama orang yang namanya mba Ani ini, nama lengkapnya siapa tau ga ?” tanya Alex.
“Um...kalau ga salah Anissa Lestari,” ujar Lina.
“Hah...siapa ? Anissa Lestari ?” tanya Alex sambil berdiri.
“Iya kenapa ?” tanya Lina.
“Umurnya berapa ?” tanya Alex.
“Mungkin sekitar 25 tahun an,” jawab Jay menggunakan tablet.
“Ga mungkin, pasti salah, coba Jay, lo bilang lo tinggal di asrama perawat kan, dimana itu ?” tanya Alex.
Alex duduk di sebelah Jay dan mengambil tabletnya, dia membuka peta dan minta Jay menunjukkan letak asramanya, kemudian Jay menunjuk kan lokasi asramanya pada Alex, langsung saja Alex menatap Jay di sebelahnya,
“Lo yakin ini tempatnya ?” tanya Alex.
Jay mengangguk, kemudian dia mengetik kembali di tabletnya dan “memangnya kenapa kak ?” tanya Jay.
“Lo kapan masuk ke asrama ?” tanya Alex lagi.
“Waktu dia umur 14 tahunan, gue ikut nganterin waktu itu, coach juga ikut, bener kan Jay,” ujar Rio.
Jay kembali mengangguk dan dia kembali menatap Alex, langsung saja Alex berdiri dan kembali ke tempat duduknya,
“Sebenernya ada apa sih Lex ?” tanya Rio.
“Bentar, gue pastiin lagi buat yang terakhir, mba Anissa itu orangnya pendek, rambutnya ikal panjang, mukanya sedikit jerawatan dan kulitnya sawo matang, bener ?” tanya Alex.
“Bener, kok lo tau kak ?” tanya Lina.
“Jelas tahu, gue cerita kan ada ibu ibu yang nyebokin gue pas bayi, ya itu dia dan lokasi asrama yang di tinggalin Jay waktu itu adalah panti asuhan gue yang di beli oleh yayasan pengelola rumah sakit,” jawab Alex.
Lina, Jay, Rio, Sarah dan Tania langsung kaget mendengar ucapan Alex, kemudian semua nya mulai berpikir,
“Tunggu bentar, waktu gue di bedah karena dokter penasaran ingin melihat jantung gue, gue liat ada perawat yang megangi kepala gue karena gue tidak sepenuh nya sadar dan ciri cirinya sama seinget gue, dia tersenyum ngeliatin gue,” ujar Rio.
“Hmm....waktu gue hidup lagi juga yang perawat yang pertama kali masuk ke dalam kamar gue juga ciri cirinya mirip dan yang paling penting....dia ga kaget, dia manggil dokter dengan santai dan dokter dateng kelabakan, gue masih inget banget,” ujar Sarah yang melepaskan gigitan nya.
“Um...boleh gue ikut ngomong ?” tanya Tania.
“Ngomong aja,” jawab Alex.
“Di rumah sakit, waktu gue membuka mata, yang gue liat di depan gue adalah perawat dengan ciri ciri yang lo sebutin barusan, gue ga mungkin salah dan Lina bener, usianya mungkin baru 25 tahunan,” ujar Tania.
“Ok, berarti kita berenam ada kaitannya dengan perawat bernama Anissa Lestari itu, jadi sekarang kita latihan dulu atau cari dia dulu untuk minta penjelasan,” ujar Alex.
“Gue penasaran, jadi kita cari dia dulu,” balas Rio.
“Setuju, gue juga penasaran,” tambah Sarah.
“Tapi itu tidak mungkin,” ujar Lina.
“Loh emang kenapa ?” tanya Tania.
“Dia tugas di luar kota, makanya kita berdua di suruh saling jaga dan ngekos,” jawab Jay menggunakan tabletnya.
“Geh...dimana ?” tanya Alex.
“Jakarta,” jawab Jay menggunakan tablet.