Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: PERMINTAAN ROSE - KEMARAHAN SARAH
Asfa melepaskan pelukannya setelah mengatakan semua yang harus ia katakan. Tatapan mata keduanya saling bertemu, netra biru yang tenang menghanyutkan milik wanita anggun, dan netra biru yang lembut tetapi polos. "Makasih, mommy selalu menasehati ku. Aku tahu caraku terlalu gegabah karena terbawa emosi. Jadi apa saran, mommy?"
"Uluran tanganmu menjadi awal perjuangan. Tugasmu sekarang melindungi semua mahasiswa yang dirundung, dan memberikan pengarahan agar mereka mau membela diri sendiri. Apa kamu paham maksud mommy?" Jelas Asfa menatap putrinya.
Rose tersenyum, "Understand. But, bisakah latihannya di kurangi dan izinkan aku memakai motor kembali."
"Everything for you my princess." Jawab Asfa mengusap pipi Rose.
"Beneran boleh, Mom? Motor yang itu loh." Rose memastikan ia tidak salah dengar, membuat Asfa terkekeh pelan. "Mommy."
"Okay, Rose. Mommy selalu memberikan apapun padamu selama itu benar, tapi ingat. Balapan masih tidak diperbolehkan!" Jelas Asfa seketika membungkam putrinya yang menggembungkan kedua pipinya menjadi chubby. "Putriku yang cantik. Keahlianmu dalam hacker, mommy akui, tapi tidak dengan skil mu berkendara. Jangan lewati aturan ku, kecuali takdir berkata kamu harus fight di dunia yang kejam ini."
"Mommy selalu number one." Rose memeluk Asfa dengan senyuman manis.
Tidak perlu melanjutkan argumen ataupun membantah wanita yang melahirkan dirinya. Setiap hembusan nafas menjadi milik sang mommy. Kasih sayang keluarga selalu didapatkan tanpa pernah merasakan kekurangan. Jangan tanya soal fasilitas karena seumur hidup seorang putri pemimpin mafia di limpahi barang-barang yang berkualitas dan tentu terjamin. Meskipun begitu tak seorangpun anggota keluarga mengajarkan untuk bersikap sombong. Apalagi menghamburkan uang tanpa ada faedah.
"Mom, kapan Rose boleh balapan?" tanya gadis itu langsung dihadiahi cubitan hidung mancung nya. "Mommy!"
"Not now, Sayang. Lanjutkan latihan bela diri dan menembak mu dulu, setelah itu ayo kita balapan. Bagaimana?" tawar Asfa tanpa ragu.
Rose melepaskan pelukan, lalu mengulurkan jari kelingking tangan kanannya. "Janji?''
"Janji." Asfa mengaitkan kelingkingnya menyatukan dengan kelingking sang putri. "Gantilah pakaianmu, mommy tunggu di bawah!"
"Mom, boleh peluk lagi?" tanya Rose dengan puppy eyesnya.
Asfa merengkuh tubuh putrinya. Ia mencium kepala Rose dengan khidmat. Setiap doa terbaik dirinya panjatkan di dalam hati. Rasa takut tidak ada tetapi rasa khawatir akan kehidupan yang Rose pilih membangkitkan jiwa keibuan yang ada di dalam dirinya. Sementara di tempat lain wajah-wajah penuh amarah saling pandang.
Meskipun saat ini kaki tengah berendam di dalam kolam renang. Tetap saja tidak mengurangi panas dari dalam hati dan pikiran mereka. Hingga suara langkah kaki mengalihkan perhatian semuanya. Dimana seorang pelayan membawa nampan minuman dingin.
"Permisi, Nona. Silahkan minumannya." ucap pelayan itu menyodorkan satu gelas ke arah majikannya.
Gelas bukannya diterima, tapi langsung ditampik hingga terdorong cukup jauh dan jatuh. Suara yang dihasilkan cukup keras, membuat pelayan itu langsung menutup telinganya.
"Tenang! Amarahmu tidak akan bisa reda meskipun semua gelas di rumahmu dipecahkan. Ayo, kita pikirkan rencana selanjutnya." Ucap gadis yang disebelah pemilik rumah dengan tangan melambai agar pelayan itu segera pergi dari sana.
"Apa loe pikun? Sekarang ini kita cuma berdua. Bukan bertiga. Harus gue apain tuh anak satu....," Celetuk Sarah dengan murka.
Dela mengembangkan senyuman nakalnya, "Gue ada ide, tapi untuk itu loe bujuk papamu. Bisa?"
"Bujuk papa? Soal itu gampang. Apa ide loe?" tanya Sarah antusias.
Dela menatap Sarah lebih serius. "Buat kakaknya Prita membujuk Prita agar mau menurut sama loe. Pastinya loe paham maksud gue, dan satu lagi pastikan paman Atmaja kasih ancaman berat."
Ide gila Dela, membuat Sarah tertawa lepas. Benar-benar sebuah keberuntungan memiliki rekan yang memiliki begitu banyak akal. Meskipun gadis rambut sebahu itu tidak memiliki nilai akademi, tapi jangan salah. Jika diminta membuat rencana pasti memiliki seribu solusi.
"Sar, hentikan tawamu. Nanti mama mu datang bisa gawat." ucap Della.
"Mama? Aku lupa sesuatu soal itu, tunggu disini!"
Sarah meninggalkan Dela tanpa menengok kebelakang lagi. Kaki telanjang yang basah menyusuri lantai masuk ke dalam rumah. Rumah mewah yang dihiasi banyak ornamen modern. Beberapa pelayan yang melakukan pekerjaan langsung menyingkir agar tidak terlihat oleh nona mereka. Hal wajar karena amarah sang majikan muda sangat dikenal sebagai tuan putri pemarah. Tak seorangpun mau berada di dekat gadis itu. Jika bukan karena melakukan kewajiban sebagai pelayan.
"Hey! Kemari!" seru Sarah pada penjaga pintu samping.
Seorang pria tua dengan seragam penjaga hitam berlari terburu-buru menghampiri nona mudanya.
"Iya, Non. Ada yang bisa mamang bantu?" tanya penjaga itu menundukkan kepala.
"Dimana mama?" tanya Sarah.
Sang penjaga rumah mendongak dengan wajah pucat. Tatapan matanya kesana kemari dengan bibir bergetar. Melihat gelagat aneh penjaganya, membuat Sarah menatap tajam.
"Apa loe butuh cambuk? Aku tanya dimana mama. Napa loe malah diem, hah?!" Sentak Sarah tak sabaran seraya mendorong penjaga itu.
"Non, ampuun. Nyonya....,"
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢