" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Ana menghela nafas melihat Jordan yang terus terdiam memandangi jendela kaca di kamar mereka. Sebenarnya sungguh Ana tidak perduli dengan hal itu, tapi sekarang dia perlu mengambil hati Jordan agar pria itu berhenti memikirkan Soraya yang sudah menjadi milik Ayahnya. Ana bangkit dari posisi duduk di pinggiran tempat tidur, dia berjalan mendekati Jordan menahan perih di beberapa bagian hingga sampailah dia di dekat Jordan dan ikut menatap ke arah luar.
" Kau sedang memikirkan cintamu? Kau sedang merasakan hatimu yang sakit?Atau, kau sedang menerka akan menjadi hubungan kalian dengan situasi sekarang ini? "
Jordan menoleh ke arah Ana dan menatapnya. Ana memang masih lah berusia sembilan belas tahun, tapi cara bicara dan cara menatap seperti itu benar-benar sangat tidak cocok di usianya sekarang ini.
" Kau tahu? Kau sangat suka menekan seseorang dengan cara bicaramu serta tatapan mu yang begitu menyesakkan, tapi kau pasti tidak tahu bagaimana lawan bicaramu menghadapi mu kan? "
Ana tersenyum tipis, tatapannya yang seperti sekarang ini adalah karena kebencian yang begitu melekat di hatinya. Belum lagi kalau sampai Ayahnya menderita karena perselingkuhan Soraya dan Jordan, semua itu membuat Ana menjadi begitu penuh kebencian, dan juga secara otomatis mengancam mereka agar apa yang dia takutkan itu tidak terjadi.
" Jordan, mau kah kau mencoba melepaskan cintamu kepada Soraya dan melihatku? "
Jordan mengernyit menatap Ana, dia sejenak terkejut bagaimana bisa Ana berkata seperti itu.
" Kau tahu apa yang kau katakan? "
Ana menghela nafasnya, mau bagaimana lagi? Dia benar-benar sudah jatuh kedalam lumpur hidup, ingin naik agar selamat sepertinya agak sulit, jadi menarik Jordan masuk ke dalam lumpur hidup bersamaan Sepertinya adalah jalan satu-satunya, begitu juga dengan Soraya.
" Mari kita jalani saja, aku tidak akan memaksa jika pada akhirnya kau tetap memilih Soraya, tapi untuk saat ini mari kita jalani hubungan kita dengan serius. " Ana menatap Jordan yang sedari tadi terus menatapnya.
" Orang tuamu tidak akan menerima Ibuku, percayalah padaku, Jordan. "
Jordan menatap kembali ke arah luar.
" Aku sudah berjanji kepada Soraya kalau aku hanya akan memenuhi keinginannya. Untuk kemarin, aku benar-benar meminta maaf, aku tidak bisa mengendalikan kemarahan ku, aku minta maaf, dan tolong jangan mengharapkan apapun dariku. "
" Kau tidak akan bisa bersamanya, jadi berhentilah bersikeras untuk hal yang akan membuatmu kehilangan banyak hal. "
Jordan terdiam, lagi-lagi ucapan Ana membuatnya teringat dengan Ibunya yang selama ini begitu mencintainya, juga Ayahnya yang selalu membanggakan dia kepada semua orang.
Ana meraih tangan Jordan, menggenggamnya, Ana tersenyum menatap Jordan meski sejujurnya menerbitkan senyum seindah itu begitu sulit untuknya.
" Kau bisa mencobanya, aku akan menunggumu, jadi jangan pikirkan yang lain. Cobalah bersamaku, aku memang tidak bisa memasak seperti Ibu Soraya, aku tidak memiliki pengalaman dengan lelaki seperti dia, tapi aku akan berusaha menjadi seperti yang kau mau, jadi cobalah denganku. " Ana kembali tersenyum.
" Ana, aku takut mengecewakan mu. Aku takut akan lebih menyakitimu setelah apa yang aku lakukan kemarin. "
" Kalau begitu, hanya buatkan aku mencoba yang aku bisa aku lakukan, biarkan aku masuk lebih dalam, jangan menolak ku, percayalah aku tidak akan begitu kecewa apapun hasilnya nanti. "
Jordan terdiam dengan tatapan matanya yang kini searah dengan tatapan Ana.
" Ana, apa kau melakukan ini untuk memisahkan ku dengan Soraya? "
" Iya. "
" Kau sadar sudah berbuat sejauh apa? "
" Aku tahu, dan aku tidak akan menyesalinya. " Ana menatap Jordan dengan tatapan berani.
" Kenapa? Apa kau marah? "
Jordan terdiam lagi, dia kini kembali memilih menatap ke arah luar. Sebenarnya bukan tidak tahu kalau apa yang dia lakukan bersama Soraya salah. Dia sadar kalau pada akhirnya dia akan menyakiti banyak hati, tapi entah Soraya, entah di sendiri benar-benar seperti remaja yang mabuk cinta dan tidak perduli apapun.
Setelah pembicaraan itu, Jordan sedikit membuka hati, pikirannya juga sedikit paham. Benar, hatinya masih mencintai Soraya, tapi apa yang dikatakan Ana cukup mengganggu pikirannya. Menjalani bersama dengan Ana? Mungkinkah? Ana adalah gadis sembilan belas tahun yang tidak bisa dibandingkan dengan Soraya, tapi Ibu dan Ayahnya sudah memilih Ana, jadi pilihannya saat ini adalah menjalani saja bersama dengan Ana, ditambah lagi Ibunya yang mengirim pesan setiap hari menagih tentang anak, dia semakin terdesak tak punya pilihan lain.
Hari terus berlalu, Ana kini sudah kembali semangat, luka di tubuhnya juga sudah tak terasa. Iya, semua itu juga berkat obat yang dibelikan Jordan yang bisa dibilang sangat ampuh dan bekerja dengan cepat. Hubungan Jordan dan Soraya juga mengalami kerenggangan beberapa hari terakhir ini, terlebih Ayahnya Jordan sengaja membujuk rekan-rekan bisnisnya untuk memperhatikan Jordan, dan setelah mereka tertarik dengan perusahaan Jordan, jadilah Jordan semakin sibuk. Jangankan untuk bertemu Soraya, bahkan membalas pesan dari Soraya saja dia tidak memiliki waktu.
" Kau mau mandi air hangat tidak? " Tanya Ana sembari membantu Jordan meletakan jasnya. Ini sudah pukul sebelas malam, tapi Jordan batu saja tiba karena harus mengerjakan semua pekerjaannya agar tidak menumpuk di besok hari.
" Tidak usah, kurang segar kalau pakai air hangat. " Jawab Jordan sembari meletakkan sepatunya di tempatnya.
" Kau mau aku ambilkan makanan? " Jordan sebenarnya enggan kalau harus makan malam, tapi saat dia merasakan perutnya lapar, dia jadi ingat kalau dia juga tidak makan siang tadi.
" Iya, maaf merepotkan mu. "
Ana mengangguk, setelah Jordan masuk ke dalam kamar mandi, Ana segera berjalan keluar dari kamar, dia menuju dapur untuk mengambilkan makanan.
" Ana, makanan itu untuk Jordan? " Tanya Soraya yang sepertinya ingin megambil air minum karena dia tengah memegang botol minum yang kosong.
" Iya. "
Soraya menatap Ana sebentar yang sibuk mengambilkan lauk untuk di panaskan ke dalam oven dulu.
" Jordan tidak suka makanan yang pedas, Ana. "
Ana terdiam sebentar, kemudian melanjutkan kegiatannya tanpa mengurangi makanan yang katanya pedas.
" Ana, Jordan sangat membenci makanan pedas karena dia pasti akan langsung sakit perut. "
Ana tersenyum tipis, dia menatap Soraya dengan tatapan kesal.
" Setiap orang bisa berubah sikap kapanpun dia mau, Jordan juga sudah berubah selera, jadi jangan khawatirkan makanan pedas ini, aku yakin Jordan akan memakannya. "
Soraya menghela nafas.
" Tidak ada yang lebih memahami Jordan selain aku, jadi percayalah padaku kalau makanan itu akan membuatnya sakit perut. "
" Bagaimana bisa Ibu mengatakan itu sampai dua kali? Ibu lupa kalau aku adalah istrinya Jordan? Jangan terus mengingatkan siapa Ibu, dan hubungan menjijikan apa yang Ibu jalani bersama Jordan, kalau itu semua di dengar oleh orang lain, aku yakin Ibu sendirilah yang akan menderita setelahnya. "
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget