NovelToon NovelToon
No Khalwat Until Akad

No Khalwat Until Akad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Spiritual / Beda Usia
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: idrianiiin

Nikah itu bukan penyelamat hidup, tapi pergantian fase. Dari yang semula melajang menjadi berpasangan. Bukan pula sebagai ajang pelarian agar terbebas dari masalah, justru dengan menikah trouble yang dihadapi akan semakin kompleks lagi.

Tujuan pernikahan itu harus jelas dan terarah, agar menjalaninya terasa mudah. Jangan sampai menikah hanya karena desakan orang tua, dikejar usia, atau bahkan ingin dicukupi finansialnya.

Ibadah sepanjang masa, itulah pernikahan. Diharapkan bisa sekali seumur hidup, tidak karam di pengadilan, dan berakhir indah di surga impian. Terdengar sederhana memang, tapi pada prakteknya tidak semudah yang diucapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8-Satu Alas

Mataku mengerjap pelan dan aku terkejut bukan kepalang saat menyadari bahwa kini aku sudah berada di dalam kamar. Pandanganku pun jatuh pada Bang Fariz yang kini tengah duduk di lantai dekat ranjang seraya menggenggam tanganku begitu erat. Dari napasnya yang teratur bisa kupastikan bahwa dia tengah tertidur.

Sekelebat bayangan akan perdebatan sengit tadi muncul begitu saja. Tanpa dapat kucegah, helaan napas berulang kali dikeluarkan. Melihat wajah damai Bang Fariz membuat rasa bersalahku menguap seketika. Aku menyesal sebab sudah berkata dengan nada setinggi tadi, seharusnya aku bisa lebih bersabar lagi.

"Bang," kataku seraya mengelus lembut pipinya agar terbangun.

Tidur dalam keadaan seperti ini pasti akan membuat badan terasa pegal-pegal. Seharusnya Bang Fariz tak usah melakukan hal tersebut.

Suara lenguhan mulai terdengar, dan mata bulat yang dipayungi bulu mata tipis itu pun mengerjap pelan. Senyumnya mengembang kala kami saling beradu pandang.

"Maafkan Abang karena ter---"

"Iya, lupakan masalah tadi yah, Bang. Aku juga salah dalam permasalahan tadi," potongku cepat.

Bang Fariz bangkit dan duduk di ranjang, aku pun melakukan hal yang serupa. Kami saling berpandangan dan tanpa diduga Bang Fariz merengkuhku dengan sangat erat. Aku pun membalasnya dan mengelus punggung lebar Bang Fariz menenangkan.

"Abang sudah makan malam belum?" tanyaku saat pelukan kami sudah terurai, dan menyadari bahwa jam di dinding telah menunjukkan pukul 11 malam.

Bang Fariz menggeleng pelan.

Astagfirullahaladzim, gara-gara ketiduran aku jadi menelantarkannya. Sungguh sangat berdosa sekali aku jadi seorang istri.

"Mau aku masakin apa?" tanyaku bersiap untuk turun dari ranjang.

"Mie instan aja, biar cepat. Perut Abang sudah keroncongan," katanya sembari menggaruk tengkuk.

Aku meringis dan segera bergegas menuju dapur, Bang Fariz pun mengintili ke mana pun langkahku pergi.

"Belanjaan yang tadi di mana, Bang?" tanyaku saat menyadari bahwa stok mie instan yang selalu ada di dapur sudah tidak tersisa satu pun.

Bang Fariz kembali menggaruk tengkuknya lantas berkata, "Masih di bagasi mobil kayaknya. Lupa belum Abang ambil."

Aku menghela napas singkat.

"Abang ambil dulu sebentar yah," ucapnya lalu melesat pergi.

Tak membutuhkan waktu lama, kini Bang Fariz sudah kembali dengan empat kantung keresek berukuran besar di tangannya. Pantas saja Bang Fariz mengomel, lah wong jumlah belanjaanku terlampau banyak seperti itu.

Kami pun mengobrak-abrik semuanya lantas meletakkan barang-barang tersebut di atas meja. 

"Rasa soto, kan, Bang?" tanyaku memastikan seraya menunjukkan mie instan dalam kemasan berwarna hijau.

Kami terbiasa membeli berbagai jenis rasa, tujuannya agar beragam dan tidak bosan saja. Walaupun aku tahu, bahwa rasa soto menjadi favorit Bang Fariz.

Bang Fariz mengangguk. "Pakai telur, cabai rawit, sama sawi kalau ada."

Aku berjalan menuju lemari pendingin, seingatku masih ada seikat sawi hijau sisa tadi pagi yang belum sempat kumasak. Dan benar saja, di sana hanya ada sayuran tersebut.

"Rawitnya berapa, Bang?" tanyaku seraya memotong sawi hijau, lantas mencucinya sampai bersih di wastafel.

Bang Fariz yang tengah merapikan barang-barang belanjaan pun menghentikan sejenak kegiatannya. "Dua aja," katanya.

Aku memasukan mie instan, sayuran, dan juga cabai rawit ke dalam air yang sudah mendidih. Setelah semuanya mulai matang, kumasukkan satu butir telur.

Aroma harum langsung menguar menusuk hidung, perutku pun seketika meronta-ronta meminta jatah makan. Cuaca malam yang dihiasi sedikit rintik hujan memang sangat cocok jika disandingkan dengan semangkuk mie yang hangat.

Perpaduan apik memang.

"Makan dulu, Bang," kataku setelah menghidangkannya di mini bar.

Bang Fariz bergerak cepat menghampiriku yang sudah duduk anteng di kursi, dan dia pun ikut duduk bergabung di sisi kosong sebelahku.

Keningku mengerut kala Bang Fariz turun dari kursi dan berjalan sedikit menjauh. Aku geleng-geleng dibuatnya saat melihat Bang Fariz membawa piring berisi nasi putih.

"Bukan makan namanya kalau gak pakai nasi," cetus Bang Fariz seraya terkekeh.

"Ya, ya, ya. Orang Indonesia, kan rata-rata begitu."

Bang Fariz menyerahkan sendok ke arahku, dan membuat semangkuk mie beserta nasi menjadi berada di tengah-tengah kami.

Alisku terangkat satu. Kurang paham dengan maksudnya.

"Kamu juga pasti lapar, kan? Daripada buat lagi makan waktu, mending kita makan sepiring berdua aja."

"Makan mie tambah nasi di malam hari," sahutku seraya terkekeh.

Bisa bertambah bobot tubuhku. Tapi, rasa lapar tidak dapat dibohongi alhasil aku pun mengikuti titahnya dan kami makan lahap dalam satu alas.

Bahagia itu memang sederhana, menikmati hidangan seadanya juga bisa membuat hati berbunga-bunga. Tidak perlu sesuatu yang wah dan mewah.

"Kenyang gak?" tanyanya saat aku sudah meminum setengah gelas air putih.

Aku mengangguk dan tersenyum.

Bang Fariz mengambil gelas yang baru saja kusimpan, dan tanpa segan menandaskan minuman tersebut. Ada-ada saja memang kelakukannya. Makan sepiring berdua, minum pun segelas berdua, hanya tidak saling menyuapi saja.

Sudah seperti muda-mudi yang tengah dimabuk asmara saja. Mungkin efek masih pengantin baru juga kali yah. Jadi, hal seperti ini memang sangat wajar. Entah sampai kapan akan bertahan, tapi kuharap akan selalu seperti ini.

"Kamu tidur duluan sana, Abang mau beresin belanjaan dulu," titah Bang Fariz yang langsung kubalas gelengan.

"Abis makan gak baik kalau langsung tidur, mending aku ikut bantuin Abang aja."

"Sudah malam lho, nanti salat subuhnya kesiangan," peringat Bang Fariz.

Aku mendengkus pelan. Mau tidur tepat waktu ataupun telat juga aku susah bangun subuh. Beruntungnya Bang Fariz selalu siap siaga membangunkan istrinya yang doyan tidur ini.

Tidak seperti Bang Fariz, mau selarut apa pun dia tertidur pasti masih bisa bangun di sepertiga malam dan bangun sebelum azan berkumandang. Sudah seperti ada alarm otomatis.

"Gak akan kesiangan, aku, kan punya alarm hidup," ucapku penuh rasa bangga dan percaya diri.

Bang Fariz tertawa kecil dan mengacak rambutku sampai berantakan.

Kami pun fokus untuk memilah dan memilih, serta tak lupa memisahkannya juga. Ada yang ditata di lemari kabinet dapur, lemari pendingin. Tak ketinggalan persabunan pun disimpan sesuai pada tempatnya. Sebisa mungkin semua diletakkan di tempat yang seharusnya agar memudahkan ketika mencari.

Melirik arloji sudah menunjukkan pukul satu dini hari, rasa kantuk pun mulai menghinggapi. Mataku sudah berat ingin segera terpejam rapat.

"Masih ada waktu dua jam untuk kita tidur, sebelum salat malam. Kalau memang ngantuk gak usah, nanti Abang bangunkan untuk salat subuh aja," tutur Bang Fariz.

Aku mengangguk singkat, mataku sudah sangat berat.

Aku terperanjat saat Bang Fariz menggendongku tanpa sepatah kata pun. Tapi karena memang sudah sangat mengantuk, aku pun mengalungkan tangan di lehernya dan bersembunyi di balik dada bidang Bang Fariz.

1
aca
lanjut thor
aca
cerai aja klo masih pelit dasar bangsa t
aca
novelmu bagus kok like dikit bgt
aca
mending g usa lanjut mertua matre istri dokter g ada uang nya gk guna
aca
reza ngerepotin orag tua aja lo
aca
bodoh cerai aja punya suami gt
Novie Achadini
nggak usah nyesel fatiz bp jahat kaya gitu biar aja mati
Novie Achadini
yg sabar ya neng org sabar padti kesel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!