Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Konglomerat
...Rumah Narti...
Gendis masih berada di dalam kamarnya, tiba-tiba ada seseorang yang masuk kedalam kamarnya. Dia menoleh merengut dan mengerucutkan bibirnya saat melihat Reza lah yang masuk ke kamar.
Suaminya itu tidak menunjukkan penyesalan sama sekali, bahkan Reza terlihat biasa-biasa saja. Reza menunjukkan senyuman manis pada istrinya dan duduk di ranjang, tepat di samping istrinya. lalu merangkul Gendis dengan mesra.
"Kamu itu kenapa sih? Kelihatannya dari tadi cemberut saja, ada apa? Nanti hilang loh, cantiknya", ujar Reza dengan wajah berseri-seri.
"Kamu itu gak ngerasa bersalah ya, Mas? Kamu itu gak pulang beberapa hari, dan kamu pulang malah ketawa-ketawa seperti sekarang ini? Kamu sama sekali tidak menghargai aku sebagai istri, ya? Aku nelpon kamu, tapi hp kamu malah tidak aktif. Maksudnya apa?" tanya Gendis dengan nada emosi.
"Ya, ampun sayang. Kamu jangan marah-marah seperti ini, sebaiknya kamu mendengarkan penjelasan Mas dulu. Sebenarnya Mas itu mau menghubungi kamu, tapi sayang ponsel mas hilang entah dimana. Sedangkan Mas sendiri di tugaskan ke suatu daerah bersama teman-teman untuk menangani suatu kasus, jadi Mas minta maaf
sama kamu karena Mas tidak bisa memberi kabar pada istri Mas yang cantik ini", ujar Reza dengan nada menggoda.
Kemudian Reza mendaratkan satu ciuman ke pipi Gendis. Kegiatan itu membuat hati Gendis luluh yang sudah berhari-hari kesal kepada suaminya.
"Lain kali kamu harus bisa ngasih kabar aku Mas, aku kan khawatir sama kamu Mas, aku ini istrimu, loh. Tapi kamu malah tidak memberi kabar sama sekali padaku, anak kamu juga takut kalau papanya kenapa-kenapa", ujar Gendis yang mengelus perutnya yang membuncit.
"Aduh, duh. Anak papa juga kangen, ya? Papa juga minta maaf ya sama kamu dan juga Mama, papa janji tidak akan mengulanginya lagi!" kata Reza sambil mengelus perut istrinya.
Reza kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jaket yang ia kenakan, dan mata Gendis langsung membelalak kaget karena ternyata yang dikeluarkan Reza adalah segepok uang yang banyak.
"Hadiah buat kamu sayang!"
"Mas, ini banyak banget. Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana?" tanya Gendis dengan mata yang berbinar-binar.
"Ini bonus! Karena Mas telah menyelesaikan kasus yang telah diamanahkan untuk kami semua, teman-teman Mas juga dapat hadiah yang sama kok. Dan ini adalah tanda permintaan maaf Mas, karena telah memberi uang pada Mama", ujar Reza sambil menaikkan turunkan alisnya. "Gimana? Kamu senang, sayang?" tanya Reza lagi.
"Senang banget, Mas. Terimakasih kasih ya! Ini banyak banget loh, dan aku gak mempermasalahkan kamu masih uang ke Mama... Tapi lain kali kamu harus bilang dulu ke aku. Biar aku tidak merasa kecewa dan aku merasa dihargai sebagai seorang istri ", Gendis merajuk dengan manja. "Ya udah, aku mau shopping dulu. Boleh kan, Mas? Aku juga mau beli perhiasan, deh", kata Gendis lagi.
"Bolehlah, apa sih yang nggak buat kamu? Nah, doakan rezeki Mas selalu lancar. Mudah-mudahan Mas bisa membelikan kamu mobil yang kamu impi-impikan dari dulu", ucap Reza lagi.
Gendis memekik senang, Dia langsung menghujani Reza dengan kecupan manja. Kemudian dia mengganti baju dan keluar kamar untuk pergi belanja, meninggalkan Reza yang rebahan di ranjang.
****************
...Rumah Denok...
Narti dan Dewi melihat Bagas turun dari motor NMAX, yang beberapa hari yang lalu Bara mengaku jika motor itu dibeli Dirga untuk Mira. kebetulan mereka berdua berada di teras rumah Denok jadi bisa melihat jelas kakak laki-lakinya turun dari motor.
Bagas kemudian berjalan menuju rumah Pak Lurah, diiringi dengan tatapan keingintahuan dari Narti, Denok dan juga Dewi.
"Ngapain tuh Mas Bagas datang kesana? Aku jadi kepo, jangan-jangan benar apa yang Mbak katakan, kalau Mas Bagas di belikan kebun sawit milik pak Lurah oleh menantunya yang lumpuh itu", ucap Dewi dengan mata memicing.
"Kan, aku sudah bilang kalau mas Bagas itu di belikan kebun sawit oleh Dirga, kalian kenapa sih gak percaya sama aku? Kalau gak percaya tanya saja sama Pak Lurah dan istrinya, kalian ngira ini bohong? Apa sih untungnya aku bohongi kalian?" sahut Denok dengan nada tidak terima.
Denok kesal, karena Narti maupun Dewi tidak ada yang mempercayai kata-katanya. Kebetulan saja kedua saudaranya itu berada di rumahnya dan mereka bisa melihat sendiri kedatangan Bagas kerumah Pak Lurah.
"Tuh, kebetulan Mas Bagas masih ada disitu. sana kalian tanya kalau tidak percaya. Aku juga lihat kok kalau kebun Pak lurah yang berbatasan dengan kebunku memang kemarin terlihat diukur. Jadi wajar kalau ada yang membeli, hanya saja aku tidak menyangka kalau yang membeli adalah saudara kita sendiri", ujar Denok lagi.
"Yang aku gak habis pikir itu gimana bisa menantunya yang lumpuh itu, dan juga merupakan anak seorang pembantu dan sopir bisa memberikan mahar yang begitu mewah kepada Mentari, dan sekarang dia membelikan kebun sawit seluas 14 hektar untuk Mas Bagas pula. Gak masuk akal, kan?" seru Dewi dengan nada yang berapi-api.
"Iya, Mbak juga merasa ragu. Gimana ya... Sulit untuk mempercayai, kalau menantunya yang lumpuh itu mempunyai banyak uang. Kalau begitu kita wajib mempertanyakan sebenarnya suami Tari itu siapa? kalau dia punya uang sebanyak itu, tidak mungkin anak sopir dan pembantu. Atau jangan-jangan suami Tari itu punya bisnis pencucian uang? Bisa saja kan? Bisnis haram gitu, loh", kata Narti dengan wajah serius.
"Ya, bisa saja sih, Mbak. Tapi kita tidak boleh asal nuduh kalau si Dirga itu punya bisnis pencucian uang, itu tuduhan yang gak main-main, loh. Aku malah lebih percaya kalau si Dirga itu punya pesugihan dan keluarga mas Bagas satu persatu akan di jadikan tumbal!" ujar Denok ikut-ikutan.
"Ih, ngeri banget kalau dijadikan tumbal. Tapi gak apa-apa deh, toh hidup mereka juga nyusahin orang, doang. lihat saja sekarang, baru punya harta sedikit saja sudah sombong gak ketulungan!" sahut Dewi dengan nada kesal.
Mereka kemudian menghentikan pembicaraan saat melihat Bagas keluar dari rumah Pak Lurah sambil berbicara sama si empunya rumah, setelah bersalaman Bagas pergi dari sana dan tanpa menoleh sedikit pun kearah saudara-saudaranya yang sedang memandanginya dengan penuh selidik.
"Pak! Pak Lurah!" Narti yang penasaran langsung berjalan cepat ke arah Pak Lurah yang masih berdiri di teras rumahnya, Pak Lurah yang hampir saja masuk ke dalam rumahnya menghentikan langkahnya dan menatap Narti dengan tatapan heran.
"Iya, Bu Narti. Ada apa?" tanya pak Lurah penasaran.
"Ini loh, saya mau tanya... Beneran Mas Bagas beli kebun sawit milik Pak Lurah ?" tanya Narti tanpa tedeng aling-aling.
"Iya, benar. Memangnya kenapa Bu Narti? Ini tinggal ngurus surat-suratnya kok, kemarin sudah di lunasi langsung sama Mas Dirga", ujar Pak Lurah. Dengan mantap.
"Bapak yakin kalau Yang beli tu si Dirga? Dia itu lumpuh, anak seorang pembantu dan sopir lagi. Masak Bapak tidak curiga sedikitpun dia bisa membeli kebun sawit milik Bapak", kata Narti sambil berusaha mempengaruhi pikiran pak Lurah.
"Hah? Siapa yang bilang kalau Mas Dirga itu anak pembantu dan sopir, Bu? Mas Dirga itu anak konglomerat asli yang dari kota, kalian ini dapat informasi dari mana, sih?" tanya pak lurah dengan nada heran.
"Hah! Pak Lurah jangan aneh-aneh, dong. Dirga itu anak pembantu dan sopir, kok bisa jadi anak konglomerat?" tanya Denok yang ternyata mengikuti langkah Narti kerumah Pak Lurah bersama Dewi.
"Ya, memang Mas Dirga itu anak konglomerat, masak saya bohong? Lah, wong Mas Dirga ngurus surat-surat kepindahan, ngurus surat-surat pernikahan, dari kantor desa. Saya tahu Mas Dirga itu anak siapa, keluarganya siapa, bahkan perusahaan keluarga mereka pun saya tahu. kalian ini ada-ada saja!" ujar Pak lurah sambil menggeleng kepala, tanpa menunggu jawaban dari mereka bertiga, Pak Lurah langsung masuk kedalam rumahnya.
sedangkan Narti, Denok dan Dewi, hanya bisa diam membeku ditempat.
"Dirga anak konglomerat? Ko___kok bisa?"
...****************...
makasih Thor...