DERITA ISTRI KETIGA

Beberapa bulan kemudian.

Kandungan Bella kini sudah memasuki lima bulan. Ia begitu senang perutnya semakin terlihat. Alex juga lebih sering bersamanya.

Seperti saat ini Alex dan Bella sedang periksa kandungan di rumah sakit biasanya mereka kunjungi.

“Bang bayinya geraknya aktif,” ujar Bella saat dokter Wahyu yang juga temen Alex memeriksa perutnya dengan alat USG. Alex menggenggam erat tangan Bella dan terus melihat pergerakan janin tang ada di layar monitor.

“Iya sayang, calon bayi kita lucu sekali. Abang tidak sabar melihatnya.”

“Bayinya sehat ya, jenis kelaminnya sepertinya laki-laki. Ini wajahnya, hidungnya mirip kau Lex,” Sambung Wahyu.

“Ya dong, kan anakku.” Semuanya tertawa kecil memecah keheningan ruangan Wahyu.

“Ok, Selesai." Wahyu menyudahi pemeriksaannya. Bella bangkit di bantu Alex.

Mereka duduk di kursi menunggu Wahyu menjelaskan kondisi bayinya kembali.

“Bayinya sehat. tapi tetap makan yang sehat, ya. vitamin juga jangan lupa di minum. Dan kamu Lex, Jaga emosi istrimu.”

“Itu sudah pasti, dokter Wahyu.” Alex merangkul Bella.

“Ok, ini resep vitaminnya dan sudah boleh hubungan ya. Tapi tetap harus pelan-pelan,”, ujar dokter membuat Bella malu sedangkan Alex tersenyum menggoda Bella.

“Terima kasih. Kami pamit.” Alex dan Bella keluar dari ruangan Wahyu kemudian menuju bagian farmasi untuk menebus vitaminnya.

Selesai dari menebus obat, mereka menuju parkiran dan pulang ke rumahnya. Namun sebelum itu mereka pergi ke swalayan karena Bella ingin membeli es cream.

“Abang, Aku mau yang rasa strawberry.”

“Gak mau rasa coklat?”

“Gak mau, bosen!” Bella kemudian mengambil beberapa es cream kesukaannya.

“Kalau coklatnya Abang, mau?”

“Hah?” Bella melihat Alex heran.

“Maksudnya?”

“Lupakan!” Alex menghela nafas. Ia lupa istrinya itu masih polos, belum mengerti kode isyarat.

“Abang aneh!“ Bella kemudian meninggalkan Alex sambil membuka es creamnya yang belum di bayar dan memakannya.

Tak lama Alex menyusul dan membawa keranjang belanjaan yang penuh cemilan untuk Bella. Dari belakang Bella sudah tampak berisi, berat badanya semakin bertambah. Alex hanya tersenyum di balik maskernya, Ia tidak mempermasalahkan berat badan Bella yang terpenting Bella dan calon bayi mereka sehat.

“Mbak, Bayar! Sama yang dimakan istri saya,”

“Baik, Pak!” Kasir mulai menghitung semua belanjaannya.

“Abang, Mau? Bella mengarahkan es creamnya ke arah Alex . Alex menggeleng lalu mengusap rambut panjang Bella.

“Untul kamu saja.”

Bella sedikit mengerucutkan bibirnya, lalu melanjutkan melahap es cream tersebut.

“Semuanya, 250 ribu, Pak!” ujar kasir. Alex mengeluarkan dompetnya kemudian mengambil lembar uang dengan jumlah yang sama dengan total belanjaannya.

“Terima kasih, pak!” ujar Kasir setelah Alex membayar semuanya. Alex hanya mengangguk lalu membawa belanjaannya keluar sambil merangkul pinggang Bella.

“Mau apa lagi!” tanya Alex saat sudah di luar swalayan.

“Em ... itu martabak telor, sama jus, terus itu pisang krispi.” Bella menujuk satu persatu pedang yang ada di luar swalayan.

Alex menghela nafas panjang dan hanya menuruti kemauan sang istri.

Setelah membeli semuanya, mereka masuk kedalam mobil. Namun saat Alex hendak menekan gas mobilnya ada seseorang yang menghampiri.

“Alex!” panggilnya sambil menepuk kaca mobil.

Alex mengerutkan dahinya lalu sekilas melihat Bella yang juga heran melihat seorang menghampiri mobil mereka. Alex kemudian membuka kaca mobilnya.

“Siapa?”

“Ini aku Axell,“ balas Axell sambil membuka maskernya. Axell memperhatikan Bella yang juga melihatnya sambil asyik memakan es cream.

Axell sekilas melihat perut Bella dan tersenyum. Alex keluar dari mobilnya berdiri di hadapan Axell.

“Ada apa?” tanya Alex.

“Oh, perempuan itu yang membuat Irene menggugat cerai kamu!”

“Jaga bicaramu, Axell!!” geram Alex sambil menarik kerah kemeja sang adik, kemudian mendorong Axell agar sedikit menjauh dari Bella. Alex tidak ingin Bella mengetahui tentang Iren dan dirinya.

“Jangan pernah berbicara tentang Iren di depan istriku yang sekarang. Dan jangan pernah membahas dirinya di hadapanku. Kalau kau suka dengan Iren, itu bukan urusanku lagi. Silahkan kau kejar dia.” Alex benar-benar geram dengan tingkah sang adik yang selalu ingin tahu kehidupan pribadinya.

Bella yang melihat suaminya seperti ingin menghajar orang yang di cengramnya pun langsung turun dari mobil.

“Abang!” seru Bella.

“Disitu saja sayang!” Balas Alex.

“Dengar ya! Sekali lagi kau bahas Iren di depanku terlebih ada istriku yang sekarang. Aku tidak segan-segan menghajarmu.” Alex menghempaskan Axell begitu saja hingga Axell terhuyung lalu ia berbalik hendak masuk ke mobil dan memberikan isyarat Bella agar masuk.

“Aku sudah menidurinya,” ujar Axell memanasi Alex jika ia sudah berhasil meniduri Irene.

Axell sedari dulu memang mengincar Iren dan ingin sekali memilikinya. Laki-laki mana pun yang melihatnya pasti tergila-gila. parasnya yang cantik dan tubuhnya yang seksi membuat semua laki-laki ingin sekali menjamahnya.

“Aku tidak peduli dengan barang bekas!” balas Alex tanpa melihat Axell kemudian masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya.

Sepanjang jalan Bella tidak berani bertanya melihat raut wajah suaminya saja ia sudah takut. Alex pun sampai lupa jika ia sedang membawa istrinya yang sedang hamil dan kecepatan mobilnya membuat Bella terus memegangi perutnya.

“Abang! pelan!!” teriak Bella sambil menepuk pundak Alex.

Alex tersadar lalu memperlambat laju mobilnya kemudian menepi di pinggir jalan. Bella mengatur nafasnya dan menahan rasa kram di perutnya. Alex panik melihat Bella meringis kesakitan.

“Maaf sayang. Apa yang sakit dan bagian mana yang sakit.”

“Perutku kram Bang,” lirih Bella. Alex dengan sigap melepas sabuk pengaman Bella lalu menurunkan jok sandaran kursinya.

“Maaf, Sayang.” Alex mengusap-usap perutnya.

“Abang kenapa sih, kenapa tiba-tiba kayak orang kesurupan. Aku takut, terus orang tadi siapa? Kenapa Abang kayak marah banget sama dia?”

“Dia Adik Abang, memang dia selalu bikin Abang kesal.”

“Iya, tapi jangan gitu lagi ya, Bang. Apalagi kalau ada aku.”

“Iya, Maaf, Maafkan Papa ya, Nak.” Alex terus mengusap perut Bella sampai Bella merasa tenang dan perutnya tidak lagi merasa kram.

“Sudah, Bang.” Bella meraih tangan Alex yang mengusap perutnya.

“Minta minum.”

Alex mengambilkan minuman dan membantunya untuk minum. Setelah itu Alex mengembalikan sandaran kursi mobilnya seperti semula dan memasangkan sabuk pengamannya.

“Bang, Beneran tadi adik Abang? Kok gak mirip.”

“Iya, Adik beda Ibu. Papa, mertua kamu istrnya juga dua. Kami hanya beda lima tahun.”

“Ouh! Masih lebih tampan Abang.” Bella vtertawa kecil begitu juga Alex.

“Wajah Abang kata Nenek mirip Almarhum Mama. Mama orang cantik, pintar.”

“Semoga nanti anak ini mirip Abang, pasti ganteng. Tapi aku gak mau nanti anak kita punya banyak isteri kayak papanya. Gak boleh pokonya.”

“Iya!” Alex hanya mengiyakan sang istri, karena ia juga tidak tahu takdir sang anak kelak.