Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tirai Yang Tersibak
"Lancang." Satu kata meluncur bebas dari bibir seorang pria yang berhasil merobohkan lawan hingga terjungkal. Bukan hanya memukul, Sean bahkan sempat menendang sang pria asing, hingga perempuan hamil yang menjadi pasangannya menjerit histeris.
"Stop! Apa yang anda lakukan? Hentikan! Jangan memukul suamiku lagi." Perempuan itu meratap, kemudian bersimpuh untuk menolong sang pria yang terkapar di rerumputan.
Apa, suami?.
Kepalan tangan Sean melemah. Dirinya yang masih hendak melayangkan pukulan, urung. Begitu mendengar sang perempuan menyebut sang pria asing sebagai suami.
"Sayang," panggil sang perempuan merasa Iba saat melihat luka lebam dan robekan di sudut bibir sang suami akibat pukulan.
"Tenang saja, aku tidak apa-apa." Sang pria tersenyum pada sang istri. Tertatih sang istri membantu suaminya untuk bangkit. Sedangkan Sean, cuih, dia enggan untuk menyentuh tubuh pria keeparat yang kini berada di hadapannya itu.
Sean menangkap interaksi dari pasangan suami istri atau justru pasangan selingkuh itu untuk beberapa waktu. Sang pria begitu lembut bertutur kata pada sang wanita, begitu pun sebaliknya. Lalu di mana Ruby?.
Ribuan pertanyaan tertanam di benak. Ia fikur jika kala itu sang pria asing selingkuhan Ruby pasti yang membawa Ruby pergi, hingga tak terlihat keberadaannya lagi. Tapi apa yang dia dapat?.
Pria itu justru berada di sini dengan wanita lain sedangkan Ruby?.
Benarkah jika salah satu karyawanku yang melahirkan saat itu memang Ruby, mantan istriku.
"Kenapa, apa ada sesuatu hal yang ingin kau tanyakan padaku?." Mendapati wajah penuh tanya dari Sean, sang pria asing bertanya, seolah sedang memancing Sean.
"Tidak, dan apa pun yang sudah terjadi antara dirimu dan Ruby, sama sekali bukan menjadi urusanku." Selepas berucap Sean berbalik badan. Merutuki diri, kenapa harus bertemu pria itu saat situasinya sedang seperti ini.
"Hei, Tuan," panggil sang pria asing setengah berteriak.
Langkah Sean terhenti. Ia menarik nafas dalam sebelum memutuskan untuk berbalik badan.
"Ada apa?."
"Aku rasa anda harus mengetahui suatu hal, sebelum anda menyesal."
Sean menyerigai. Menggelengkan kepala. Tak menyangka jika selingkuhan sang istri levelnya berbeda jauh darinya.
"Untuk apa, toh semuanya sudah terjadi. Rumah tanggaku pun sudah hancur karna ulahmu dan mantan istri siialanku itu." Sean yang mulai jengkah kembali memutar badan. Lelah jika harus mengurusi masalah yang tak berkesudahan. Ia mulai melangkah lebar, hingga ucapan sang pria asing kembali membuat langkah kakinya terhenti.
"Ini tentang istrimu. Entah kau akan percaya atau tidak, namun satu yang pasti, istrimu tidak bersalah."
Deg.
Tubuh Sean mematung. Nafasnya pun seolah terhenti. Seiring sebuah kalimat yang terlontar dari bibir sang pria asing.
💗💗💗💗💗
Dua pasang mata itu saling berpandangan. Tajam bahkan semakin tajam setiap detiknya. Pria asing bernama Dewa itu tak kuasa untuk menyimpan dusta lebih lama. Semenjak peristiwa malam itu, hidupnya seakan tak tenang seiring mimpi buruk yang menerornya nyaris setiap malam. Membuatnya berteriak ketakutan dan tak hentinya mengucap kata maaf untuk orang-orang yang sudah ia sakiti.
Sean tersenyum mengejek. Entah rencana apalagi yang akan dimainkan oleh kekasih mantan istrinya ini. Apakah dia akan memeras atau bahkan mengancamnya dengan barang bukti tak masuk akal. O, tidak semudah itu Fulgoso.
"Jika kau mengajakku ke tempat ini hanya untuk diam, maka terimakasih. Sayangnya aku tidak ingin waktu berhargaku terbuang sia-sia untuk mengurusi makhluk menjijikan sepertimu." Sean bangkit selepas sepuluh menit menunggu namun Dewa masih tetap diam.
"Tunggu sebentar!. Duduklah," titah Dewa yang mau tak mau dituruti oleh Sean.
Pria berjambang tipis itu menghela nafas dalam. Ia seperti tengah mengatur kalimat-kalimat yang sudah tersusun rapi diingatan namun belum berani untuk dikeluarkan.
"Tunggu apalagi, cepat katakan atau aku akan benar-benar pergi sekarang." Sean yang jengah bahkan tak mau menatap lawan bicaranya.
"Aku ingin menanyakan sesuatu pertanyaan pada anda."
"Tentang? Ayolah jangan berbelit-belit, aku sudah muak."
"Apakah anda dan istri anda kini sudah berpisah?."
Pertanyaan macam apa itu. Sean bahkan tergelak mendengarnya.
"Tanpa bertanya kau pasti tau jawabnya, dan bukankah kalian meninggalkan rumahku secara bersamaan? Tentu kau masih ingat 'kan. Atau pura-pura lupa, dasaar boodoh!."
Dewa menelan saliva berat, rupanya Sean sudah salah faham dan mengira jika dirinya dan Ruby pergi dari rumahnya secara bersama-sama.
"Jangan pernah mengataiku bodoh, jika sebenarnya Kata bodoh itu lebih tepat ditujukan untuk anda, Sean Fernandez yang terhormat!."
Sean mengetatkan rahang, ia nyaris menggebrak meja cafe andai tak melihat situasi. Emosinya benar-benar tersulut saat dewa melebelinya dengan satu kata yang tak bisa ia terima begitu saja.
"Anda dengar baik-baik, Sean Fernandez. Semua yang kau lihat malam itu, bukanlah suatu kebenaran. Istrimu dijebak, sedangkan aku, dibayar oleh seseorang. Kau ingin tau, siapa seseorang yang sudah membayarku itu?."
Sean masih kebingungan. Ia tak mengerti akan ucapan dewa yang diluar nalar.
Dewa tergelak, mendapati wajah boodoh Sean. Ia akui, Nyonya Margareth seperti seekor serigala berbulu domba. Lembut diluar, namun hatinya seperti hewan pemangsa.
"Jika kau berfikir aku dan istrimu tidur bersama saat malam kejadiaan itu, maka anda salah besar Tuan Sean. Ibu dan adikmu lah yang merencanakan ini semua. Mereka mencampurkan serbuk obat tidur ke dalam minuman istrimu, hingga akhirnya ia terlelap dalam. Ia sama sekali tak terusik saat kami mulai menjalankan rencana. Menganti pakaiannya dengan pakaian dalam tipis, membaringkannya diranjang, bahkan sampai aku memeluknya, dia masih tidak sadar. Karna apa? Karna pengaruh obat tidur berdosis bersarlah yang membuat istrimu seperti pingsan selama beberapa jam."
Dewa tergelak begitu mendapati mata Sean bergerak gelisah seolah tengah mengumpulkan memori kembali saat kejadian nahas malam itu.
"Sean, Sean, kau benar-benar boodoh. Begitu istrimu bangun dari tidur dan kebingungan, kau malam memaki dan memberinya kata talak, bahkan tanpa ingin mendengar lebih dulu penjelasannya."
"Hei, apa maksudmu? Kau ingin mempermainkanmu dengan mengkambing hitamkan keluargaku?."
Lagi, Dewa kini tersenyum miris. Rupanya cukup sulit untuk bisa meyakinkan Sean jika keluarganya sendirilah yang menyebabkan biduk rumahtangganya kandas.
"Terserah apa katamu saja, tapi yang pasti istrimu itu tidak bersalah dan tidak berselingkuh. Aku dibayar. Dibayar oleh Ibumu untuk mempermainkan drama, di mana seolah-olah kami sehabis melakukan hubungan suami saat kau pergoki."
Sean tertegun. Wajahnya syok. Kenyataan macam apa ini? Apakah ucapan pria asing ini bisa dipercaya, jika ia hanya dibayar dan Ruby..
Apakah Ruby dijebak?.
"Apakah istriku di-, dijebak?."
Dewa menganggukan kepala kemudian menjawab, "Benar, istrimu dijebak. Dia hanya korban dari Ibumu yang menginginkan rumah tangga anaknya sendiri hancur."
Glek.
Tidak.
"Tidak," lirih Sean. "Tidak!." Teriaknya kemudian dan langsung bangkit untuk mencengkeram kerah kemeja Dewa, hingga pria itu meringis kesakitan.
Cafe mendadak riuh oleh teriakan. Beberapa dari pengunjung bahkan berlarian keluar.
"Katakan jika semua itu tidak benar, katakan! Daasar bedeebah, Kau pasti berbohong 'kan?." Cengkeramah di kerah kemeja Dewa kian kuat, hingga nyaris mencekik lehernya. Akan tetapi, Dewa tak takut. Ia justru tertawa melihat wajah Sean yang panik dan ketakutan.
"Sayangnya apa yang aku katakan adalah kebenaran, bahkan jika kau membawaku ke kantor polisi pun aku tidak gentar. Sebab di sini bukan akulah yang akan dipenjara, tapi Ibumu." Dewa tergelak. Pria itu bisa merasakan cengkeraman tangan Sean di kerah kemejanya mengendur.
Tubuh Sean luruh. Luruh ke lantai. Tubuh tegap dan berotot itu lemah seakan kehilangan seluruh tenaga manakala mendapati sebuah kenyataan yang ada. Kenyataan yang bukan hanya sekedar menampar namun seakan menguncang kewarannya.
Maafkan Aku Ruby.
Tbc.
Akhirnya😌 Satu tirai kebohongan mulai terkuak. Yuk kasih like, comen dan vote. Buat autor lebih semangat update bab baru. Terimakasih 🙏🙏
ama rio dan selena
lha kalau kayak emak seperti diriku iki dengan body yg lebih berisi dak semok yoo harus di permak bb nya juga😁😁😛😛
perlu rasa percaya kepada pasangan sean