Pemahaman yang salah mengenai seorang anak, pada akhirnya akan membuat hati anak terluka, dan memilih jalannya sendiri untuk bahagia.
Bahkan parahnya, seorang anak harus merasa jika rumah yang ia tinggali, lama kelamaan berubah menjadi neraka baginya.
Seorang gadis bernama Mirelia, hidup di keluarga yang semuanya adalah seorang pengusaha meski bukan pengusaha yang sukses. Ayahnya memiliki beberapa toko bangunan yang lumayan terkenal, juga selalu mendapatkan omset yang jauh dari cukup. Ibunya adalah penjual kue kering online yamg juga sudah banyak memiliki langganan, bahkan ada beberapa selebriti yang memesan kue darinya. Kakaknya juga seorang gadis yang cantik, juga sangat membantu perkembangan toko sang Ayah.
Mirelia? Gadis itu hanya mengisi peran sebagai anak yang manja. Bahagiakah? Tidak! Dia ingin melakukan banyak hal yang bisa membuat orang tuanya bangga, tapi sialnya dia selalu saja gagal dalam meraih usahanya.
Suatu ketika, seorang pria datang dengan tujuan untuk dijodohkan dengan Mirelia, tapi masalahnya adalah, sang kakak nampak jatuh hati tanpa bisa disadari Mirelia lebih cepat.
Akankah laki-laki itu mengubah hidup Mirelia? Ataukah dia akan menjadi pasangan kakaknya?
Lalu, bagaimana Mirelia menemukan kebahagiannya? Bagaimana Mirelia bisa menunjukkan sesuatu yang mampu membuat orang tak lagi menganggapnya manja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Try
Drago terdiam tak banyak bicara setelah berdua di dalam mobil menuju kediaman orang tua Derel. Mungkin ini agak terlihat tidak pantas, tapi Drago juga merasa tidak punya pilihan selain mengiyakan permintaan Derel barusan.
Hanya suara tarik dan hembusan nafas, tapi ini lebih baik bagi Drago dari pada harus berbincang dengan Derel setelah kesalahpahaman yang terjadi beberapa waktu lalu. Tapi Derel tidak sependapat, sedari tadi dia terus saja berpikir bagaimana caranya mencairkan suasana yang ia rasa sunyi dan canggung.
" Drago, kau sudah makan malam? "
" Belum. " Jawab Drago, sebenarnya dia mulai mencurigai kalau Derel pasti akan mengajak makan malam bersama.
" Em, bagaimana kalau kita makan malam terlebih dulu? "
Drago menoleh sebentar sembari membuang nafas sebalnya tanpa suara.
" Bukanya tadi kau sudah makan ya? Aku juga harus segera pulang karena hanya aku teman makan malam Ibuku. Jadi maaf kalau terpaksa aku menolak ajakan mu. " Derel memaksakan senyumnya, menoleh ke jendela kaca dengan wajah kecewa. Padahal dia sudah mencoba sebaik mungkin untuk meniru Mire, tapi kenapa juga masih belum bisa diterima?
Sesampainya di rumah orang tua Derel, Drago tak berniat untuka mampir jadi dia memilih untuk langsung saja melanjutkan laju mobilnya.
" Derel? Dengan siapa kau pulang? " Tanya Ibu Ana karena kebetulan dia ingin keluar dan tak sengaja melihat sebuah mobil yang mirip dengan mobil milik Drago.
" Eh, Ibu? " Derel tersenyum lalu berjalan mendekati Ibunya.
" Drago yang mengantar ku pulang, Ibu. "
Ibu Ana mengeryit bingung, sejenak dia menghela nafas seolah keberatan dengan apa yang di lakukan Drago, selain karena seperti memberi harapan kepada Derel, Drago juga menolak untuk membatalkan pertunangan dengan Mire. Entah apa yang diinginkan Pria itu tapi ketidaksukaan kini mulai di rasakan Ibu Ana.
Drago masuk ke dalam rumahnya dengan wajah lelah karena seharian berkutat dengan pekerjaan, mondar mandir dari restauran satu ke dua restauran lainya, maklum saja, restauran miliknya baru beberapa bulan berjalan, jadi dia harus ekstra kerja keras agar berkembang sesuai dengan prediksinya.
" Sudah pulang nak? Tumben sekali terlambat? " Tanya Ibu Rina seraya berjalan menghampiri sang putra yamg kini tengah menggantung kunci mobilnya, lalu melepas sepatu yang ia kenakan.
" Sudah bu, maaf terlambat ya? Tadi aku terpaksa mengantar Derel kerumahnya dulu. "
Ibu Rina terlihat tak suka dengan dahi yang mengeryit.
" Kenapa kau harus mengantarnya pulang? "
" Dia bilang tidak membawa mobil, juga tidak bisa memesan kendaraan secara online karena ponselnya mati. "
Ibu Rina semakin bingung, tapi dia juga semakin paham jika itu hanyalah alasan yang di buat-buat oleh Derel saja.
" Ibu dan anak sama-sama menyebalkan. " Ujar Ibu Rina lalu menggandeng lengan Drago untuk membawanya ke meja makan.
" Ibu, kenapa Ibu terlihat tidak suka? Padahal Ibu Ana kan teman Ibu juga. "
Ibu Rina menghela nafasnya. Tatapannya nampak pilu seolah lelah menyimpan semua duka masa lalu itu seorang diri.
" Iya, dulu Ibu sangat dekat dengannya, juga sangat dekat degan satu lagi teman Ibu. Kami bertiga selalu bersama, berbagi suka duka, saling membantu, tapi pada akhirnya semua itu tak memiliki arti lagi karena seseorang datang mengacaukan satu hati. "
" Maksud Ibu? " Tanya Drago yang jelas merasa bingung.
" Tidak ada, lebih baik kita makan saja sekarang ya? "
***
Mire menarik nafas dalam-dalam, menghembuskan pelan sebelum menjalankan kedua tangannya untuk membuat pola gambar yang seperti tengah ia pikirkan. Cepat, seolah kedua tangan itu hanya asal mencoret, tapi siapa sangka kalau lama kelamaan coretan hitam itu membentuk sebuah gambar yang sangat indah, juga sedih serasa menyalurkan makna dari gambar yang Mire buat.
Seorang anak kecil tengah duduk sembari memandangi banyaknya daun yang berjatuhan di sekitarnya. Tatapannya nampak pilu seolah sedih karena merindukan keindahan. Tangannya memegang selembar daun kering dan satu lagi menyeka air mata yamg menetes di pipinya. Gambar itu sengaja Mire buat tanpa warna selain hitam dan putih seperti apa yang hatinya rasakan saat ini.
Merindukan tapi juga tidak bisa menemui karena beberapa alasan, mungkin terdengar hanya alasan klasik semata, tapi sungguh Mire harus bisa menahannya dan nanti akan kembali dengan kesuksesan yang sudah ia impikan, juga ia janjikan kepada orang tua, serta yang ada disekitarnya dulu.
" Mire, sudah beberapa hari ini kau kurang tidur, apa kau tidak berniat sebentar untuk istirahat? "
Mire tersenyum meski wajahnya nampak sangat kelelahan. Satu pekan, dan dia sudah merampungkan dua lukisan yang berbeda tema. Ini hanya untuk coba-coba, tapi dia juga menaruh harapan yang besar karena berharap lukisannya akan terjual entah berapapun harganya.
" Lusi, aku memang tidak tahu apakah lukisan ku akan terjual atau tidak, tapi aku benar-benar ingin melakukan semaksimal mungkin agar lukisan yang aku buat mampu membuat orang lain tertarik. Meskipun aku tahu semua tidak mudah, tapi aku juga tahu kalau seekor burung juga tidak lahir dan langsung bisa terbang kan? "
Lusi mengangguk, lalu berjalan untuk mendudukkan dirinya di kursi yang tak jauh dari Mire.
" Kau memang sudah bukan seperti manusia lagi ya? Siang sampai sore kau dan aku bekerja di kafe. Malamnya aku tidur karena lelah, tapi kau masih saja berjuang demi cita-citamu. Aku mau iri, tapi aku juga tidak akan sanggup jika menjadi dirimu. "
Mire terkekeh.
" Aku bukannya tidak ingin banyak istirahat, tapi masa depanku siapa yang akan menjamin setelah keputusan sebesar ini aku ambil? Aku sekarang hanya bisa mengandalkan diriku sendiri, Lusi. Sejujurnya tanganku pegal, ditambah lagi banyak sekali luka gores saat aku bekerja. Hanya ini yang bisa aku lakukan, Lusi. "
" Mire, aku yakin kau akan mendapatkan apapun yang kau inginkan dalam hidup selama kau berusaha semaksimal mungkin. "
" Aku tahu, itulah mengapa aku akan mencoba menitipkan lukisanku di galeri yang katanya sepi saja dulu. "
Lusi mengeryit bingung.
" Kenapa? Peluang untuk terjual tentu sangat kecil dong? "
Mire tersenyum.
" Pemilik galeri itu sudah lumayan berumur, dia terus mempertahankan galeri itu karena galeri itu milik mendiang putrinya. Lukisan yang ada disana juga hanya beberapa saja, jadi aku berharap lukisanku dapat membuat orang tertarik, dan galeri milik nenek itu kembali ramai dikunjungi orang. "
" Kau pikir lukisanmu saja sudah cukup membantu? "
Mire menggeleng.
" Tentu saja tidak, itulah mengapa aku sudah mengambil semua gambar di galeri itu, dan ditambah dua lukisanku yang baru, lalu aku akan mempromosikan di internet. "
Lusi mengacungkan dua jempolnya.
" Membantu diri sendiri, juga sekaligus membantu orang lain, Mire ku sungguh luar biasa. "
" Belum, Lusi. Aku belum melakukannya, tapi aku berharap bisa membantu nenek itu agar terus mempertahankan galeri milik putrinya, dan aku berharap lukisanku akan segera dikenal banyak orang. "
" Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa mengenal galeri itu? "
" Galeri itu ada di dekat sekolah melukis, katanya dulu galeri itu sangat terkenal, tapi saat pemiliknya meninggal, galeri itu semakin sepi dari hari ke hari. Sekarang hanya ada nenek, atau Ibu dari pemiliknya dulu yang merasa berat kalau harus menutup galeri kesayangan putrinya. "
Bersambung...
mireee...aku bangga padamu/Drool/
Knp kurang yah peminatnya?
Sedang bnyk novel murahan di NT justru dpt lebih?
Di saat spt ini msh blm sadar juga dia
Apa yg mo di beban Kan oleh bapaknya yg edan itu?
Lain lg klo mere itu laki2...
Bukankah anak perempuan itu deketnya ke bapaknya?
Ini bapak kyk ibu tiri jadinya
Krn psikologi anak akan goyah
Sy bertahun2 mengalami itu tp krn rasa cinta sy kpd ortu shg dampak negatif nya tdk begitu merusak saya, meski merusak mental saya
jahat sekali yaaa pikiranku ini🙏🙏