Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Untuk Gunawan
Siang itu di sebuah warung berlantai dua, anak yang tadi sempat memberi ancaman pada para pembully, sedang duduk bersama seorang anak muda, yang tadi dia tolong saat mengalami perundungan.
Tegar sengaja mengajak anak itu makan bersama dengan tujuan untuk mengorek informasi yang mungkin akan berguna dalam misinya menambah tekanan batin pada keluarga musuhnya.
"Jadi, karena kamu sudah tidak tahan, dengan perundungan yang dilakukan Vino, kamu melaporkan perbuatan anak itu kepada pihak sekolah?" tanya Tegar. "Terus tanggapan guru kamu bagaimana?"
"Sangat mengecewakan, Mas, mereka malah nyuruh aku untuk bersabar," jawab anak berseragam sekolah dimana tertera nama Andika pratama di dada kanannya.
"Lah terus, Vinonya mendapat teguran tidak?" Tegar kembali bertanya dengan perasaan geram.
"Jangankan teguran, dipanggil aja tidak, Mas. Semua guru takut berurusan sama Vino, karena mereka tahu siapa orang tua anak itu," ucap Andika.
Tegar mengangguk paham. "Ternyata Dio benar. Pantas, dia memilih keluar dari sekolah itu."
"Dio?" Andika agak kaget waktu lawan bicaranya menyebut nama itu. "Mas kenal Dio?"
Tegar mengangguk. "Aku juga pernah menolong anak itu saat dikeroyok Vino dan teman-temannya. Sepertinya anak itu memilih keluar dari sekolah itu."
"Aku juga penginnya seperti itu, Mas," balas Andika. "Tapi aku yakin orang tua bakalan melarang karena sekolah di sini tinggal beberapa bulan lagi."
"Kamu cerita nggak sama orang tua kamu tentang masalah ini?"
Andika menggeleng. "Kalaupun cerita, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa, Mas. Dulu pernah ada siswa perempuan yang bertindak seperti itu."
"Vino membully anak perempuan juga?" Tegar nampak terkejut mendengarnya.
Andika mengangguk. "Teman-teman yang ada dikubu Vino kan banyak, Mas. Jika ada siswa yang sudah dianggap musuh Vino, maka, mereka akan ikut membully. Tak peduli itu siswa laki-laki atau perempuan."
"Astaga! Lalu nasib anak itu gimana setelah melapor orang tua?"
"Orang tuanya bertindak, Mas, tapi mereka malah ditekan oleh para guru dan anak buahnya orang tua Vino. Bahkan anak itu katanya hilang, Mas."
"Apa!" Tegar semakin terkejut. "Sepertinya, aku harus melakukan sesuatu," gumam anak itu dalam hati dan dia segera mengambil laptop di dalam tasnya.
#####
Sementara itu di tempat lain, setelah memikirkan banyak hal yang sedang terjadi, Gunawan mencoba mengalihkan pikirannya dengan kembali memantau bisnisnya.
Ada beberapa bisnis yang dijalankan Gunawan, baik bisnis secara terang-terangan maupun bisnis ilegal yang dia tekuni bersama tiga rekannya.
Bisnis utama yang dinaungi oleh Kobam grup adalah bisnis kendaraan bermotor. Bisnis ini sah secara hukum dan banyak anak muda yang bermimpi untuk bekerja di perusahaan ini.
Sedangkan bisnis gelap yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, adalah bisnis obat terlarang serta yang paling baru adalah perdagangan gadis remaja.
Bisnis obat terlarang dulu hampir terungkap oleh seorang wartawan wanita. Wartawan tersebut mendapat bocoran rahasia dari beberapa orang yang dulu dicap sebagai pengkhianat di Kobam grup.
Dialah Mutia Maharani, wartawan yang berani membongkar bisnis terlarang milik Gunaawan. Tapi sayang, wanita itu sama sekali tidak memiliki dukungan dan justru mendapat banyak tekanan.
Bahkan, nasib wanita itu harus berakhir tragis dengan kedua orang tuanya, karena memilih terus melawan meski tanpa dukungan daripada bungkam.
Di saat Gunawan sedang asyik menatap layar laptop, telinganya terusik oleh dering ponselnya yang tergeletak di atas meja.
Gunawan melirik sejenak, menatap layar ponsel dan tertera nama istri di sana. Gunawan mengira kalau istrinya menelpon pasti akan memberi tahu tentang kabar anak perempuannya.
Gunawan segera meraih ponselnya dan merespon telfon dari sang istri.
"Apa! Vino babak belur! Kurang ajar! Siapa yang berani melakukannya!" Gunawan kembali dibuat murka. Seketika dia bergegas menghentikan pekerjaannya dan memilih segera pulang untuk melihat keadaan sang anak.
Melihat wajah Gunawan yang sangat menyeramkan, para karyawan tidak ada yang berani menyapanya. Mereka hanya memberi hormat lalu membicarakan bos mereka begitu sang bos hilang dari pandangan.
Namun, sikap berbeda justru diperlihatkan oleh para pemburu berita. Begitu melihat Gunawan keluar dari gedung Kobam Grup, para wartawan langsung menyerbunya dan memberi berbagai pertanyaan.
Tapi sayang, para wartawan harus menelan kekecewaan, karena Gunawan sama sekali tidak mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Secara otomatis para wartawan hanya bisa mengumpat begitu Gunawan pergi dengan mobilnya.
"Astaga... kenapa kamu bisa begini?" Setelah sampai di kediamannya, Gunawan dibuat terkejut saat melihat kondisi anaknya yang sedang meringkuk di atas ranjang.
"Mami juga nggak tahu, Pi," jawab sang istri. "Katanya, tadi dia lagi main sama teman-temannya, eh ada yang datang gangguin mereka."
"Katakan pada Papi, siapa yang gangguin kamu?" tanya Gunawan dengan wajah terbakar amarah.
"Itu, Pi, anak yang kemarin ngalahin Vino dengan anak buah Papi," balas Vino penuh dendam.
"Apa! Anak itu lagi?" Vino mengangguk. "Kamu ketemu dia dimana?"
"Nggak jauh dari sekolah, Pi, dia juga maksa minta uang sama Vino dan teman-teman."
"Kurang ajar! Mi, panggil dokter, buat surat visum," titah pria 45 tahun tersebut lalu dia langsung meraih ponsel dalam sakunya.
"Udah, Pi, dokter sebentar lagi datang," balas Mami.
"Anak itu harus segera Papi temukan!" balas Gunawan lalu dia menghubungi seseorang.
"Lalu, masalah Loli gimana, Pi? Jangan sampai dia berurusan dengan polisi terlalu lama."
"Mami tenang aja, semua sudah Papi atur. Paling bentar lagi anaknya pulang."
"Nanti kalau pulang, jangan langsung dimarahin, Pi, kasihan. Dia pasti trauma berat itu."
Selesai melakukan panggilan kepada seseorang, Gunawan langsung melempar tatapan tajam pada istrinya. "Berarti Mami lebih senang kalau anak Mami disentuh banyak laki-laki? Iya!"
"Bukan begitu, Pi, maksud Mami..." wanita itu justru malah kebingungan memberi alasan untuk membela anak perempuannya.
"Bukan begitu apa! Maksud Mami apa! Maksud Mami, Mami setuju dengan kelakuan anak kita? Begitu? Mami nggak sadar apa gimana sih? Emangnya di belakang Mami, temen-teman arisan Mami nggak ngomongin masalah ini?"
Wanita itu terbungkam. Sudah pasti dia tahu kalau saat ini kelakuan anak gadisnya sedang menjadi omongan seluruh pelosok negeri termasuk teman-teman sosialitanya.
Di saat bersamaan, ponsel Gunawan berdering. Setelah mengecek layar ponselnya, pria itu segera memberi respon dengan menggeser simbol hijau dan menempelkan benda pipih tersebut di telinga kanannya.
"Apa!" Gunawan kembali terkejut, begitu mendapat kabar dari orang seseorang. Dia bahkan menghentikan panggilan telefon dan segera mengecek sesuatu di aplikasi sosial media milik perusahannya.
"Ada apa, Pi?" Sang istri jelas penasaran melihat sikap suaminya saat ini.
"Sialan! Siapa yang berani seperti ini!" Gunawan kembali dibuat murka.
"Ada apa sih, Pi?"
"Nanti malam ada video lain yang viralkan, dan semuanya ada hubungannya dengan kita."
"Apa!"