Berawal dari pertemuan tidak sengaja dengan seorang gadis yang disangka adalah seorang wanita malam malah membuat Letnan Rico semakin terjebak masalah karena ternyata gadis tersebut adalah anak gadis seorang Panglima hingga membuat Panglima marah karena pengaduan fiktif sang putri.
Panglima memutasi Letnan Rico ke sebuah pelosok negeri sebagai hukumannya setelah menikahkan sang putri dengan Letnan Rico namun tidak ada yang mengira putri Panglima masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang notebene adalah sahabat Letnan Rico.
Mampukah Letnan Rico mendidik sang istri yang masih sangat labil. Bagaimana nasih sahabat Letnan Rico selanjutnya??? Apakah hatinya sanggup merelakan sang kekasih?? Siapakah dia??
Konflik, Skip jika tidak sanggup..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Benda sumber masalah.
Nindy begitu bahagia di rumah itu. Semua orang sangat menyayanginya. Seluruh pemikiran tentang mertua jahat seakan lenyap begitu saja.
Abang nongkrong sebentar ya. Nggak enak banyak orang di 'belakang'..!!" Pamit Bang Danar usai makan malam.
"Iya, Bang."
Bang Danar menghampiri Nindy yang sedang memakai skincare nya lalu memeluknya dari belakang.
"Nanti malam pakai baju 'itu' donk..!!" Bisik Bang Danar di sela leher Nindy lalu menggigit kecil telinganya. Tangan Bang Danar menyusuri lekuk tubuh Nindy dari leher hingga ke bawah. "Tunggu Abang ya, jangan tidur dulu..!!"
Bang Danar meninggalkan satu kecupan manis, jika saja tidak ada rekannya disana pasti dirinya akan lebih memilih mendekap Nindy tapi saat ini bukanlah saat yang tepat meskipun tubuhnya sudah menegang menginginkannya. "Malam ini red velvet, sayang..!!" Bisik Bang Danar lagi.
...
Pukul setengah dua belas malam. Nindy menyiapkan pewangi ruangan sesuai favorit Bang Danar. Setelah semua beres, Nindy keluar dari kamar untuk minum dan disana Mama masih terjaga.
"Belum tidur, Ndhuk?" Sapa Mama.
"Belum, Ma. Tunggu Abang." Jawab Nindy sesuai dengan permintaan suaminya.
"Aduuuhh.. kalau tunggu Abangmu bisa sampai jam satu atau jam dua pagi." Kata Mama.
Kemudian samar terdengar suara pedagang sate keliling. Refleks Nindy menoleh.
"Nindy mau sate?? Ayo Mama temani beli."
:
Para anggota pos jaga ikut menikmati sate bersama Nindy. Memang selama ini pun Ibu Pati juga tidak pernah pelit soal makanan.
"Nindy suka? Mau lagi?" Tanya Mama senang melihat Nindy banyak makan untuk mengejar ketertinggalan berat badan yang sesuai untuk kehamilannya.
"Suka sekali Ma. Tapi Nindy kenyang." Jawab Nindy.
Mama mengusap puncak kepala Nindy dengan sayang dan menemani Nindy disana. Tak berapa lama rekan Bang Danar sudah meninggalkan rumah.
//
cckkllkk..
Lampu remang-remang membuat Bang Danar tersenyum apalagi wangi ruangan sudah sesuai dengan seleranya.
Disana Bang Danar melihat Nindy menatap taman belakang rumah. Pakaian 'tidur' warna red velvet sungguh menggoda imannya.
Tak pikir apapun lagi, Bang Danar menghampiri Nindy sambil membuka kaosnya dan memeluknya dari belakang penuh dengan hasrat tak tertahan di puncak kepala. Ada wangi berbeda dari tubuh Nindy tapi dirinya sebagai laki-laki sudah sulit untuk menahan diri.
Tangan Bang Danar mulai menjalar nakal dengan nafas memburu tapi seketika itu juga Bang Danar tersadar. Bersamaan dengan itu, pintu terbuka dan lampu menyala terang.
"Abaaaang..!!!!!!!!!!"
"Astagfirullah, nggak dek..!!..............." Bang Danar berdiri menjauh dari Ina.
Papa dan Mama yang mendengar teriak menantunya ikut menengok.
"Sudah gila kamu, Danaaarr..!!!!!" Bentak Papa.
~
Bi Sarti memohon ampunan untuk putrinya. Sungguh dirinya tidak menyangka putrinya akan berbuat selancang itu, mencoba pakaian tidur menantu majikannya karena penasaran.
"Pertanyaan pertama saya, untuk apa Ina masuk di kamar saya saat hari sudah malam. Apa yang dia cari??? Pertanyaan kedua, kenapa mulutnya diam saat saya mendekatinya????" Bentak Bang Danar kesal.
Nindy kehabisan kata dan lemas dalam pelukan Mama. Kalau saja tidak ada Mama mungkin saja Nindy sudah pingsan karena perutnya tiba-tiba kram dan membuat kepanikan Bang Danar.
"Maaf, Ina hanya penasaran dengan barang bawaan Bu Nindy. Lalu sampai di dalam, Ina melihat ada pakaian yang 'tidak biasa' di atas tempat tidur, Ina pengen coba. Ina tidak menyangka Pak Danar akan masuk sampai akhirnya memeluk Ina dan............."
"Kenapa kamu tidak bilang atau sekalian teriak????" Nada tinggi Bang Danar menghentikan ucap Ina agar Nindy tidak jauh tau khilafnya tadi. Ia ingin menjaga perasaan dan mental Nindy.
"Ina bingung tidak tau harus bagaimana saat Pak Danar meraba tubuh Ina." Jawab Ina pada akhirnya tidak ada yang tertutupi lagi.
Sungguh Nindy syok sampai tidak bisa berkata apapun lagi.
"Kurang ajarnya kamu, Inaaaa..!!!" Bi Sarti langsung menghajar putrinya yang tidak satu atau dua kali membuat masalah di rumah itu.
Pikiran Bang Danar kalut melihat Nindy antara sadar dan tidak dengan kejadian ini. Libur cuti yang seharusnya membahagiakan malah berubah menjadi masalah meskipun terjadi tanpa sengaja.
"Mohon maaf, besok pagi Bi Sarti dan Ina silakan keluar dari rumah saya..!!" Ucap tegas Papa Harso. Beliau juga tidak tega melihat keadaan menantunya yang bahkan tidak bisa membela diri.
"Maafkan kami, Pak Harso. Kami janji tidak akan terjadi lagi. Kami butuh pekerjaan..!!" Kata Bi Sarti kembali menunduk dan meratap.
"Berapa kali Ina berbuat ulah, kami masih bisa maafkan. Kami yang sudah melewati asam garam pernikahan Insya Allah sanggup dan kuat, tapi Nindy menantu kami baru saja menjalani biduk pernikahan dan di hadapkan dengan masalah seperti ini. Saya pribadi tidak bisa menerimanya. Ada calon cucu saya di rahimnya, darah Suharsono kental disana. Masalah apapun bisa saya maafkan, tapi simpul orang ketiga.. tidak bisa saya ampuni." Suara Papa Harso menggelegar mengisi ruang tamu rumah pukul satu dini hari.
Bang Danar mengurut keningnya penuh sesal, bagaimana bisa dirinya tidak mengenali tubuh sang istri hanya karena nafsunya sudah di ujung langit.
:
Di saat Bi Sarti dan Ina membereskan pakaian, Papa Harso menatap mata putranya usai menegurnya keras.
"Anggap saja Papa percaya. Untuk terakhir kalinya Papa ingatkan, jangan pernah bermain api. Sampai hal ini terulang lagi, atau Nindy mengadu sama Papa.. kau habis di tangan Papa..!!" Ancam Papa Harso.
"Demi Allah saya juga menyesal, Pa. Nggak ada niat saya berbuat sebejat itu dengan perempuan lain. Saya sungguh sayang sama Nindy." Jawab Bang Danar memang penuh dengan penyesalan.
"Ya sudah cepat sana, di bujuk istrimu. Papa nggak mau jagoan kesayangan Papa ada apa-apa." Kata Papa Harso sedang malas bicara dengan putranya.
"Anak perempuan, Pa. Barbie saya..!!"
"Papa maunya jagoan." Ujar Papa tidak mau tau meskipun hanya berucap asal.
Tak ayal kejadian ini juga turut memukul perasaan Bang Danar, suami Nindy itu menyambar pakaian sumber masalah kemudian menyobeknya menjadi empat dan melemparnya kasar. "Urusan kamarku jadi tontonan satu rumah." gumamnya geram
.
.
.
.
hayo kak remake tokoh²nya