Dijodohkan dengan cowok jalanan yang ternyata ketua geng motor membuat Keisya ingin menolak. Akan tetapi ia menerimanya karena semakin lama dirinya pun mulai suka.
Tanpa disadari, Keisya tak mengetahui kehidupan laki-laki itu sebelum dikenalnya.
Apakah perjodohan sejak SMA itu akan berjalan mulus? atau putus karena rahasia yang dipendam bertahun-tahun.
Kisah selengkapnya ada di sini. Selamat membaca kisah Ravendra Untuk Keisya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Aslinya
Keisya masih diam tak berkutik. Pandangannya lurus ke bawah menatap sepatu Ravel berwarna hitam. Ravel menatap Keisya sangat lama. Bahkan membuat Keisya akhirnya salah tingkah sendiri.
"Identitas asli gue adalah Ravendra Octa Dion. Asli lahir di Jakarta, 22 Oktober 2006. Hobinya naik motor, latihan dance, main game, main musik, dan pergi ke panti asuhan. Satu tahun lalu gue menghilang dari semua orang di sekitar gue, em ... Lebih tepatnya bukan hilang sih. Tapi waktu gue izin nggak berangkat selama dua hari itu, gue beneran balik di hari ketiga. Cuma ya ... Gue nggak tau Tuhan rencanain apa yang terbaik buat gue. Di hari ketiga itu gue dijalan ngalamin kecelakaan. Kalo ada yang nanya parah atau nggaknya sih, gue jawab banget. Bahkan gue nggak bisa jalan karena kaki gue sedikit kemungkinan patah." jelasnya, Keisya masih fokus mendengarkan ceritanya.
"Duduk di bangku kayu panjang itu aja, nggak enak ngobrol depan gedung kayak gini." potong Keisya mengajak Ravel eh, Dion maksudnya buat duduk.
Setelah mereka duduk dibawah pohon yang rindang, kini mereka saling berhadapan. "Kecelakaan gue kenapa? Gue ditabrak sama truk ugal-ugalan. Nggak tau kayak supirnya ngantuk jadi ya gitulah, gue nggak siap apa-apa ya akhirnya gue jatuh. Dibilang miris sih enggak, karena gue nggak sampe masuk ke ban truk itu, tapi menurut gue malah malang. Gue terpental kan, gue kira mau langsung ngucapin kalimat syahadat karena badan gue rasanya udah remuk banget banyak darah yang ngalir juga di kepala gue. Eh, ternyata gue ke lempar ke jurang jalur yang waktu itu buat balapan. Lo masih inget kan?" tanyanya pada Keisya.
Gadis itu mulai mencerna semua kejadian yang Dion alami. "Yang waktu lo nggak balik-balik karena nabrak pembatas jalan kan? Itu jalur maut ternyata? Terus-terus lo gimana?"
"Gue nggak tau tuh motor gue ilang ke mana, yang dipikiran gue sejak ketabrak itu cuma lo. Dalam hati gue ngomong gini, seandainya malam ini gue nggak bisa balik ke sana gimana? Apa anak-anak bisa terima kenyataannya? Belum lagi Keisya gimana? Firasat gue buruk banget, kaki gue udah nggak bisa digerakkin. Kayaknya kaki gue mati sebelah. Nah, pas gue mau bangkit ada seseorang di depan gue. Walaupun jurangnya itu gelap, tapi seseorang itu bisa gue liat secara jelas. Orang itu adalah Kenzo. Dah lah, skip aja. Intinya si Kenzo itu cowok yang pernah nolongin gue waktu nabrak pembatas jalan di jalur maut itu. Dan dia yang nolongin gue juga. Ternyata dia bukan hantu."
"Awal mulai dia di jalur itu juga karena dia kecelakaan diganggu sama arwah pembalap liar. Kenzo sekarang udah nggak ada. Maaf banget ya, Sya. Gara-gara gue, Kenzo jadi nggak ada. Kenzo itu nama aslinya adalah Aldo. Temen lo sejak kecil sampe SMP. Waktu dia bawa gue keluar dari jurang itu dia bawa ke rumah sakit terus masuk ke ruang rawat dimana ada tubuh dia di sana. Dan di sana juga dia pamitan sama gue, keluarganya juga ngeliat pas pulangnya dia." Penjelasan Dion sudah membuat Keisya meneteskan air matanya sejak tadi. Dalam perasaan Keisya, ia tidak menyangka jika Dion yang membuat Kenzo meninggal karena Dion kritis. Akhirnya Kenzo memilih dirinya saja yang pergi untuk selamanya.
Jangan kalian tanyakan keadaan Keisya terhadap Dion sekarang. "Lo jahat, Di! Lo jahat udah bikin sahabat gue meninggal! Lo nggak punya perasaan, Di! Lo udah bikin Aldo nggak ada lagi! Gue pikir dia meninggal karena sakit, tapi ternyata karena nolongin nyawa lo, Dion!! Lo jahat! Lo jahat banget! Gue benci sama lo!" jerit Keisya menangis sejadi-jadinya sambil memukul kasar pada dada Dion.
Dion pun hanya bisa menunduk. Lalu tak lama kemudian Ragalaxy datang menghampiri mereka. "Dari tadi anak-anak emang udah nebak kalo Ravel itu Dion, Sya." ungkap Dafa pelan.
"Nggak harus juga lo semarah ini sama Dion, Sya. Niat dia juga baik sama lo." sahut Gibran.
"Gue tau dan paham Dion itu orangnya gimana, Sya. Dia cuma punya dua pilihan sama Kenzo, mau pilih Kenzo selamat atau dia yang selamat. Gue tau arah pemikiran Dion itu jauh, Sya. Dia pasti mau-mau aja kalo nyawanya harus pergi saat itu juga, karena dia tau semua manusia juga bakal mati. Dia mikirnya kalo dia pergi saat itu juga terus lo gimana? Lo bakal gimana ke depannya, hah? Lo mikir kesitu nggak? Enggak 'kan? Lagian takdir Kenzo emang udah kayak gitu. Dia udah waktunya dijemput buat pulang, udah. Dia pergi juga bukan karena Dion. Ya emang kebetulan aja keadaan lagi darurat. Sahabat lo pergi juga demi lo bahagia sama Dion, Sya. Biar lo berdua nggak saling salah paham terus tentang dia." sambung Devan sembari menahan emosi yang tengah meluap. Aurel masih mengelus punggung Devan untuk mengisyaratkan tidak emosi pada Keisya.
"Mau kamu apa, Sya? Aku pengen dimaafkan sama kamu, tapi kayaknya mustahil. Nggak bakalan dimaafkan. Aku bener-bener keterlaluan banget, dan aku bodoh. Harusnya dulu aku yang pergi biarpun bikin kamu nangis tapi seenggaknya nggak bikin kamu kecewa kayak gini. Lagian kan, dimana-mana namanya sahabat itu nomor satu lebih dari temen-temen kamu yang lain. Termasuk aku juga. Aku nggak se-penting Aldo, Sya. Aku tau itu kok. Ya kalo emang kamu nggak mau maafin aku yaudah, nggak apa-apa." Ucapan Dion yang sebenarnya sangat sesak bagi dirinya sendiri.
Keisya masih tak ingin berbicara pada Dion. Ia hanya diam saja tak peduli. Tetapi masih mau mendengarkan apa yang Dion katakan.
"Val, jadi nggak balik ke Bekasi? Besok mobil kita dateng." celetuk seseorang ternyata adalah member Vibes Squad.
Dion sempat menoleh dan tersenyum pada cowok memakai kemeja kotak-kotak hitam putih. "Nanti gue pertimbangin, kalo temen gue udah nggak bisa terima gue lagi ya gue ikut kalian ke Bekasi." jawab Dion mendapati reaksi bingung dari Ragalaxy.
"Oke, Val." Cowok tersebut bernama Haidar.
"Tenang aja, Dar. Gue bakal tetep perform sama kalian kok. Nggak akan gue tinggalin amanah dari Aldo. Oh iya, buat Ragalaxy kalo misal besok gue pergi ke Bekasi, gue serahin posisi gue ke Gibran ya. Soal keluarga gue ... Mereka udah tau duluan kok. Emang sengaja gue suruh mereka tutup mulut." Ucapan Dion sembari tersenyum.
Kini keadaan yang sedang terpojok adalah Keisya sendiri. Ia bingung harus ambil keputusan yang mana. Membiarkan Dion pergi atau memikirkan perasaan sayangnya pada Dion yang jelas tidak menginginkan Dion jauh darinya lagi.
Seusai itu Haidar pergi bersama teman grup dance nya. "Jadi mau gimana? Jangan nangis gitu lah, kepergian gue nggak sesakit ditinggalin sahabat kok, Sya. Malah menurut gue yang terbaik kita nggak bersatu. Gue udah banyak ngelukain hati bahkan sampe menghilangkan nyawa sahabat kecil lo."
"Lo bisa nggak sih diem dulu?!" bentak Keisya dengan kondisi matanya mulai sembab.
"Oke, gue diem sekarang."
Selang lima menit kemudian, hari sudah mulai sore. Jam yang melingkar di pergelangan tangan Dion sudah menunjukan pukul 3 sore.
"Kalo mau gue pergi dari hidup lo langsung bilang aja, Sya. Orang tua lo juga udah gue kabarin semisal kita nggak jadi tunangan." kata Dion langsung pergi namun langkahnya terhenti begitu mendengar ucapan Keisya.
"Gue mau lo tetep hidup, Di! Gue nggak mau lo pergi dari hidup gue!" teriak Keisya dihadapan Dion dan anak-anak Ragalaxy.
Dion menoleh dan tersenyum, lalu tiba-tiba ia dibuat terkejut atas pergerakan Keisya yang ternyata langsung berhambur memeluknya.
Karena sudah merasa nyaman sejak dulu, Dion pun membalas pelukan itu.
"Udah ... Jangan nangis lagi. Aku nggak akan pergi dari hidup kamu. Semisal kita jauh pun aku tetap jagain kamu dari jauh. Ingat pas aku jadi Ravel? Iya itu juga aku tau keadaan kamu." Lelaki tersebut terkekeh sambil memeluk Keisya.
Gadis yang dipeluk mendengus kesal. "Mata-mata lo banyak ya! Nyawa emang harus diganti nyawa, Di." ucap Keisya dengan berat hati masih bimbang antara pilihan tadi.
"Aku bakal gantiin nyawa Aldo kok, aku bakal bun—uhuk uhuk! Aku bakal bunuh diri secepatnya." Jawab Dion dengan senyuman lalu melepas pelukan.
Air mata Keisya kembali mengalir begitu saja. Rasanya ada kata tersirat dalam hatinya yang tak selalu ingin Dion pergi dari hidupnya.
"Lo kalo ngomong jangan sembarangan ya, Di!" Ketus Keiya menonjok perut Dion secara tiba-tiba.
Anak Ragalaxy pun terkejut bukan main. "Sya, ini semua kan ...," ucap Dafa lantas dipotong cepat oleh Dion.
"Kamu mau aku bayar nyawa Aldo kan? Hari ini juga aku bayar, Sya. Semoga pas aku nggak ada kamu bisa bahagia sama pilihan hidup kamu dengan teman-teman aku ya." Ucapan Dion seperti sebuah firasat buruk akan terjadi.
Dion masih memegangi perutnya yang terasa nyeri. Entahlah, pukulan Keisya memang selalu membuatnya merasa akan mati.
"Dion nggak usah ngomong kayak gitu!!" bentak Keisya sambil menangis sejadi-jadinya lalu berhambur memeluk erat Dion.
Hening.
"Wah wah, lagi pada mesra-mesraan nih. Udahan buru bucinnya. Cowok yang namanya Dion bakal bayar nyawa ke sepupu gue. Mahendra Kenzo Saputra." Suara seseorang muncul dari belakang Dion dan ternyata—
"Aldo?" lirih Keisya menggeleng pelan tak percaya.
Dion melepas pelukannya. Ia tersenyum tulus pada Keisya yang mungkin akan menjadi senyum terakhirnya. "Sekarang, kamu ikhlasin aku buat bayar nyawa Kenzo ya?" Suara Dion terdengar parau.
Keisya menggeleng memberi kode bahwa ia tak menginginkan hal itu. Bahkan sama sekali tidak ingin!
"Gue nggak akan lama kok di sini, cuma mau bantu lepas nyawa cowok lo biar adil sama sepupu gue. Mahendra Kenzo Saputra." Aldo dengan suara menyeringai nya.
Keisya sudah ketakutan parah. Ia melihat Aldo di belakang Dion sudah memegang sebuah pistol dan diarahkan ke punggung Dion. Keisya tahu ini pertanda buruk, namun ia tidak bisa berusaha apa-apa jika berurusan dengan pistol yang tentu pelurunya bisa melesat kapan saja semau yang memegangnya.
Dion kembali mengulas senyuman terakhirnya.
Aldo tersenyum miris. Lalu ia mengarahkan pistolnya pada punggung Dion dan tepat.
Dor!
"Dionn!!" jerit Keisya memeluk Dion seerat mungkin sampai lelaki itu kehabisan napas.
"Astaghfirullah, ya Allah ... Aku nggak kenapa-napa, Keisya. Ini cuma bercanda aja. Akh! Aku nggak bisa napas, Sya. Kalo kamu kayak gini aku bisa langsung mati." Seketika Dion terbata bata.
Keisya pun melepas pelukannya dan menyelonongkan kepalanya ke belakang Dion. Ia tampak bingung dengan seseorang yang mengaku sebagai Aldo. Bukannya Aldo sudah ...?
"Gue Aldo beneran, masih hidup elah. Sepupu gue juga masih ada kok. Tuh," tunjuk Aldo ke samping kiri Keisya. Dan gadis itu pun menoleh.
"Hantu!" teriak Keisya terperanjat ketakutan.
"Ini gue manusia, bukan setan." jawab Kenzo.
"Jadi?"