NovelToon NovelToon
Menantu Bar-bar Itu Aku

Menantu Bar-bar Itu Aku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Selingkuh / Mengubah Takdir / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam / Chicklit
Popularitas:17k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Ainun

menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menjadi pembantu gratisan

"Mas, aku lelah. Mending kita ngontrak aja, lah. Biar sepetak, nggak masalah asal cuma berdua," rengek Karina dengan nada yang lelah dan sedikit manja, sambil memandang Rudi dengan mata yang memohon. Suaranya terdengar lembut.

"Kamu itu kenapa sih, tiap hari yang dibicarakan cuma ngontrak mulu," jawab Rudi dengan nada yang sedikit kesal dan tidak sabar. "Ngontrak itu mahal, kan? Sayang duitnya," tambahnya, sambil menggelengkan kepala dan memandang Karina dengan mata yang tidak setuju.

Selalu saja Rudi menolak ketika Karina meminta untuk hidup ngontrak, agar bisa pisah dari keluarga Rudi dan bisa hidup mandiri berdua saja. Karina sudah merasa sangat lelah harus hidup satu atap dengan keluarga Rudi yang sangat toxic, yang selalu membuatnya merasa tidak nyaman dan tertekan. Ia merindukan kebebasan dan kedamaian yang hanya bisa ia dapatkan jika hidup berdua saja dengan Rudi.

Tok.. Tok.. Tok.. pintu kamar digedor dengan keras, membuat Karina dan Rudi terkejut dan tidak nyaman. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Bu Marni, mertua Karina yang suka semena-mena dan tidak pernah berhenti mengganggu privasi mereka. Karina merasa kesal dan frustrasi, karena ia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan Bu Marni yang selalu mencari-cari kesalahan dan membuat masalah.

"Karin, piring kok belum dicuci sih!" teriak Bu Marni dari luar pintu, dengan nada yang keras dan menghardik.

Karina merasa kesal dan tidak nyaman, karena ia merasa bahwa Bu Marni tidak pernah berhenti mengkritik dan mengganggu privasinya.

"Mas..." rengek Karina, mencoba mencari pembelaan dari sang suami, Rudi. Ia memandang Rudi dengan mata yang memohon, berharap bahwa Rudi akan membantunya menghadapi Bu Marni yang suka semena-mena.

"Sudah kamu kerjakan saja apa yang ibu perintahkan, ingat kita ini cuma numpang disini," ucap Rudi dengan nada yang pasrah dan tidak bersemangat, membuat Karina merasa kesal dan sedih. Ia merasa bahwa Rudi tidak pernah membela atau mendukungnya dalam menghadapi perlakuan Bu Marni yang tidak adil.

Rasanya percuma juga Karina merengek, toh punya suami tak pernah mau membela istrinya yang dijadikan pembantu oleh keluarganya.

Karina pun dengan enggan keluar kamarnya, wajahnya terlihat kesal dan tidak sabar. "Apa sih, Bu, berisik tau malam-malam gedor-gedor pintu kamar kenceng banget," ucap Karina dengan nada yang tidak sabar dan sedikit marah, sambil memandang Bu Marni dengan mata yang tidak puas.

"Kamu tuli ya, cucian piring numpuk itu. Enak saja habis makan nggak mau nyuci. Kamu harus inget ya, kamu tuh cuma orang lain yang numpang disini karena kebetulan dinikahi Rudi," ucap Bu Marni, wajahnya terlihat keras dan tidak suka, matanya tajam dan menghina, membuat Karina merasa tidak nyaman dan terhina.

"Aku juga terpaksa kok, Bu, numpang disini," jawab Karina dengan nada yang sedikit keras dan tidak sabar. "Karena anak Ibu itu tidak mau diajak pindah," tambahnya dengan nada yang sedikit marah. "Padahal, kan, enak ngontrak sendiri, tidak apa-apa biarpun hanya sepetak, asalkan nyaman dan tidak ada pengganggu," ucap Karina dengan nada yang sedikit mengeluh dan merindukan kebebasan.

Mendengar ucapan sang menantu, Bu Marni semakin murka. Wajahnya merah padam, matanya tajam dan menghina. "Berani ya kamu melawan mertua mu sendiri?" ucapnya dengan nada yang keras dan menghardik. "Rudi, lihat nih istri macam apa begini! Kamu tuh jadi suami, nasehatin istri yang bener, Rud! Jangan sampai istrimu itu berani sama kamu, apalagi sama orangtuamu juga!" Bu Marni melanjutkan dengan nada yang semakin keras dan mengancam.

"Eh Bu, aku juga lama-lama capek dijadikan pembantu gratisan dirumah ini," ucap Karina dengan nada yang sedikit marah dan kesal. "Nih ya, dirumah ini bukan cuma ada aku, ada Ibu, ada Rina dan Rani juga. Aku tuh udah masak, nyapu, nyuci, ngepel, semua aku yang kerjain. Timbang nyuci piring itu juga bekas makan semua orang yang ada disini, masa harus aku lagi?" Karina melanjutkan dengan nada yang semakin keras dan protes, meminta keadilan dan pengakuan atas jerih payahnya.

Rudi memotong perkataan Karina dengan nada yang tidak sabar, "Karina, cukup! Lebih baik kamu cuci piring saja dulu, biar cepat kelar. Kalau debat terus, yang ada gak bakal beres tuh cucian." Suaranya terdengar keras dan tidak mendukung Karina, malah membela ibunya. "Benar kata Ibu, kita disini hanya numpang, jadi harus sadar diri," tambahnya dengan nada yang sedikit menghardik, membuat Karina merasa tidak nyaman dan tidak didukung oleh suaminya sendiri.

Bu Marni menatap Karina dengan mata yang tajam dan puas, kemudian ia mengucapkan dengan nada yang keras, "Tuh, dengar kata suamimu!" Suaranya terdengar seperti perintah yang tidak bisa ditolak, membuat Karina merasa tertekan dan tidak berdaya.

Dengan langkah yang berat dan malas, Karina berjalan menuju dapur untuk mencuci piring kotor. Ia merasa kesal dan sedih karena suaminya tidak mendukungnya dan malah seakan-akan mendukung ibunya.

Sambil mencuci piring, Karina menggumamkan kata-kata yang penuh kesedihan dan kekecewaan, "Dasar suami tidak punya perasaan, istrinya ditindas dan dijadikan pembantu keluarganya, kok diam saja, malah seakan mendukung. Keluarga laknat ya, gini. Ya Allah, dosa apa sebenarnya yang hamba lakukan sehingga memiliki mertua seperti itu?" Suaranya terdengar pelan dan penuh kesedihan, mencerminkan perasaannya yang terluka dan tertekan. Air mata Karina hampir jatuh, namun ia berusaha menahannya agar tidak terlihat oleh orang lain.

Rudi, anak pertama dari Bu Marni, seorang janda yang kuat dan tabah. Ia memiliki adik kembar, Rina dan Rani, yang masih bersekolah di kelas 3 SMA. Bu Marni, dengan kerja keras dan pengorbanan, membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya berkat penghasilan dari warung kecil di depan rumah. Meskipun warungnya tidak terlalu besar, namun cukup untuk menghidupi anak-anaknya dan memberikan mereka kesempatan untuk meraih pendidikan yang baik.

Namun, setelah Rudi mulai bekerja, tanggung jawab keuangan keluarga sepenuhnya beralih kepadanya. Ia harus menanggung biaya kebutuhan sehari-hari rumah, tagihan listrik, serta biaya sekolah Rina dan Rani.

Sebagai istri, Karina berusaha memahami posisi suaminya yang bekerja sebagai manager di sebuah pabrik produk pangan. Gaji Rudi yang cukup lumayan, sekitar 7 juta rupiah per bulan, belum termasuk bonus akhir bulan, harus dibagi-bagi untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Karina dapat merasakan beban tanggung jawab suaminya dan berusaha untuk mendukungnya dalam menghadapi kesulitan keuangan keluarga.

Dengan gaji Rudi yang cukup lumayan, seharusnya kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi dengan baik, apalagi jika dibantu dengan keuntungan dari warung Bu Marni. Namun, kenyataannya berbeda. Bu Marni tampaknya tidak mau mengeluarkan uang sepeserpun dari keuntungan warungnya untuk kebutuhan rumah sehari-hari dan biaya sekolah Rina dan Rani. Ia lebih memilih untuk menyimpan uang tersebut sendiri, dengan alasan bahwa itu adalah tabungan untuk hari tuanya nanti. Keputusan ini membuat beban keuangan Rudi semakin berat, dan Karina merasa bahwa ibu mertuanya tidak adil dalam membagi tanggung jawab keuangan keluarga.

***

Karina menggoyangkan tubuh Rudi dengan lembut, berusaha membangunkannya dari tidurnya. "Mas, bangun," ucapnya dengan nada yang lembut tapi tegas. "Sudah jam setengah 7, loh. Kamu tidak akan terlambat kerja, kan?" Suaranya terdengar khawatir dan mengingatkan, berusaha memastikan bahwa Rudi tidak akan ketinggalan waktu kerjanya.

Rudi akhirnya bangun, meskipun dengan sedikit terpaksa. Ia membuka mata yang masih terlihat ngantuk dan mengucek-nguceknya dengan tangan. "Iya, iya, ih, brisik banget sih, Karin," ucapnya dengan nada yang masih terdengar ngantuk dan sedikit menggerutu, menunjukkan bahwa ia belum sepenuhnya sadar dan masih membutuhkan waktu untuk memulai hari.

Karina tidak bisa menahan tawanya yang terbahak-bahak mendengar komentar Rudi yang masih terlihat ngantuk. "Kamu tuh aneh, namanya bangunin orang ya harus brisik lah biar cepat bangun. Kalau pelan-pelan, bukan bangunin namanya, tapi bisikin." Suaranya yang penuh humor dan sindiran membuat Rudi akhirnya bangun sepenuhnya dari tidurnya.

Rudi memutuskan untuk mengakhiri perdebatan dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.

Sementara itu, di ruang makan, semua orang telah berkumpul di sekitar meja makan yang telah diatur dengan rapi. Karina telah memasak beberapa hidangan lezat, termasuk sayur kangkung yang segar, tempe goreng yang renyah, dan telur dadar yang telah dipotong-potong menjadi lima bagian yang rapi. Aroma masakan yang lezat memenuhi udara, membuat perut semua orang terasa lapar dan siap untuk menikmati sarapan bersama.

Rina memandang menu yang ada di meja makan dengan ekspresi kekecewaan yang jelas terlihat di wajahnya. "Yah, Mbak, kok kangkung lagi, tempe lagi?" ucapnya dengan nada yang sedikit mengeluh dan mempertanyakan. "Mbok ya sesekali masak ayam. Kalau begini, kapan kita jadi pintar? Nutrisi saja tidak terpenuhi," tambahnya dengan nada yang sedikit sinis, seolah-olah mengatakan bahwa menu yang disajikan tidak cukup bergizi untuk mendukung kecerdasan mereka.

Rani, kembarannya, segera menyahut dengan nada yang setuju dan mengangguk, "Iya, bener."

Karina memandang Rina dan Rani, kemudian berkata, "Heh, anak-anak prawan, taunya cuma makan, tidur, sekolah, dan main, udah itu aja," ucapnya dengan nada yang sedikit menyinggung. "Kalian tidak pernah mau tahu bagaimana pusingnya mengatur uang belanja yang dikasih dengan nominal yang pas-pasan. Asal kalian tahu ya, Mbak masak ya sesuai dengan jatah bulanan yang Mas mu kasih. Kalau Mas mu ngasihnya sedikit, ya mana bisa masak ayam?" Karina mengucapkan kata-katanya dengan nada yang sedikit kesal, namun masih terdengar lembut, seolah-olah ingin mengingatkan Rina dan Rani tentang kenyataan yang dihadapi oleh keluarga mereka.

Rudi memandang Karina dengan ekspresi tidak terima, kemudian berkata dengan nada yang sedikit protes, "Karin, aku tuh ngasih 1 juta ya hanya untuk makan. Kamu bilang itu kecil nominalnya?" Ia mengucapkan kata-katanya dengan nada yang sedikit meninggi, ingin menekankan bahwa 1 juta adalah jumlah yang cukup besar untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Karina tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Suamiku sayang, 1 juta itu memang besar jika hanya untuk makan selama satu minggu saja," ucapnya dengan nada yang santai dan sedikit sindir. "Tapi, kalau itu harus cukup untuk satu bulan penuh, dan harus memenuhi kebutuhan makan lima orang dewasa di rumah ini, kamu pikir itu banyak?" Ia mengucapkan kata-katanya dengan nada yang sedikit menantang, seolah-olah ingin membuat Rudi memahami realitas keuangan keluarga mereka. "Hello, udah bisa masak begini saja, Alhamdulillah," tambahnya dengan nada yang sedikit lega dan bersyukur.

Rudi menghela napas, kemudian berkata dengan nada yang sedikit kesal, "Aku langsung berangkat saja. Sarapan dipabrik saja nanti, sudah tidak selera makan rasanya." Ia berpaling untuk pergi, namun terhenti oleh suara Rani yang memanggilnya.

"Mas, minta uang saku," ucap Rani dengan nada yang polos dan manja, membuat Rudi tersenyum dan mengeluarkan dompetnya untuk memberikan uang saku kepada Rani.

Rudi mengeluarkan selembar uang Rp20.000 dari kantongnya dan menyerahkannya kepada Rina dan Rani.

"Terimakasih, Mas," ucap mereka secara bersamaan, dengan nada yang serempak dan polos, serta senyum yang lebar di wajah mereka.

***

Sesampainya di kantor, Rudi langsung menuju ke kantin, meninggalkan tasnya di meja kerja. Firman, teman sekerja Rudi di satu divisi, menyapanya dengan nada heran. "Tumben, Rud, kamu sarapan di kantin," ucap Firman sambil menunjukkan rasa penasaran tentang perubahan kebiasaan Rudi.

Rudi menjawab dengan singkat, "Lagi sebel sama istri," sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya, tidak menoleh ke arah Firman.

Firman, yang penasaran dengan jawaban Rudi, duduk di kursi yang berada di depan Rudi, ikut nimbrung sarapan bersama. Ia memperhatikan Rudi yang terlihat masih kesal,

Firman mencoba menebak penyebab kesalahan Rudi, sambil tersenyum sinis. "Kenapa lagi, pasti istri lu minta ngontrak lagi ya," ucapnya dengan nada yang sedikit ejekan, seolah-olah sudah tahu jawabannya.

Rudi menghela napas, kemudian menjelaskan penyebab kesalahan hari itu. "Dia bilang kalau uang jatah untuk belanja sehari-hari itu kecil, jadinya masak cuma itu-itu aja," ucapnya dengan nada yang sedikit kesal. "Satu juta kok dibilang kecil, jatuhnya istri tidak tahu diuntungkan atau tidak," tambahnya dengan nada yang sedikit geram, merasa bahwa istrinya tidak menghargai upayanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Firman bertanya dengan nada yang santai dan sedikit penasaran, "Satu juta untuk seminggu?"

Rudi terkejut mendengar pertanyaan itu dan melotot dengan mata yang lebar, seolah-olah tidak percaya bahwa Firman bisa berpikir seperti itu. "Sejuta buat sebulan lah!" ucapnya dengan nada yang sedikit keras dan geram. "Gila kamu, masa iya sejuta buat seminggu? Itu buat makan apa, buat foya-foya?" tambahnya dengan nada yang sedikit ejekan, seolah-olah ingin menekankan bahwa satu juta untuk seminggu adalah jumlah yang tidak masuk akal.

Firman tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Rudi, seolah-olah tidak percaya bahwa temannya bisa berpikir seperti itu. "Hahahaha... satu juta buat makan sebulan, terus yang makan lima orang dewasa?" ucapnya dengan nada yang penuh ejekan dan penasaran. "Gila kebangetan deh, kamu Rud! Aku nih, ya yang belum nikah aja, tau loh, sejuta buat makan sebulan itu kurang. Masak iya, kamu yang seorang direktur tidak tau, apa tidak mau tau?" Firman mengucapkan kata-katanya dengan nada yang sedikit sindir dan penasaran, seolah-olah ingin menekankan bahwa Rudi seharusnya lebih tahu tentang kebutuhan keluarga. "Wajar saja istrimu itu protes," tambahnya.

Rudi merasa tidak puas dengan komentar Firman yang berpihak pada Karina. "Kok kamu jadi belain Karina sih?" ucapnya dengan nada yang sedikit kesal. "Suami itu sudah bekerja keras mencari uang untuk keluarga. Nah, istri itu harusnya pinter-pinter lah mengelola uang biar cukup sampai gajian selanjutnya. Hargai seberapa pun suami memberi," tambahnya dengan nada yang sedikit keras, ingin menekankan bahwa istrinya harus lebih menghargai upayanya.

Firman tersenyum sinis mendengar jawaban Rudi. "Terserah deh, bro. Yang jelas, kalau aku yang jadi istrimu, sudah minta cerai aja, mending," ucapnya dengan nada yang santai namun sedikit menantang.

Rudi mengucapkan kata-katanya dengan nada yang sedikit sombong dan percaya diri. "Mana mungkin dia minta pisah dari aku, hidup dia aja cuma numpang dan bergantung sama aku." Ia kemudian berpaling dan berjalan meninggalkan Firman, yang masih duduk dan belum selesai menghabiskan sarapannya. "Sudah lah, aku balik ke ruangan dulu ya," ucapnya sebelum pergi.

Firman menatap Rudi yang berjalan pergi dengan ekspresi yang sedikit khawatir dan penasaran. "Ya ampun, Rudi, Rudi... harusnya kamu itu bersyukur punya istri kayak Karina," ucapnya dengan nada yang sedikit berat dan khawatir. "Lihat saja nanti, kalau Karina udah sadar dan benar-benar merasa capek dengan keluargamu, kelar kalian semua," tambahnya dengan nada yang serius.

Karina dan Rudi memiliki latar belakang yang unik. Mereka berdua dulunya bekerja di tempat yang sama, yaitu di kantor tempat Rudi sekarang bekerja. Namun, karena peraturan perusahaan yang melarang karyawan yang sudah menikah bekerja di tempat yang sama, Karina terpaksa mengambil keputusan sulit. Ia memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, sehingga Rudi bisa tetap bekerja di kantor tersebut.

Selain itu, pernikahan Karina dan Rudi juga tidak direstui oleh keluarga Karina. Orang tua Karina tampaknya tidak menyukai Rudi sebagai menantu mereka, meskipun alasan pastinya tidak jelas. Mungkin karena perasaan atau "feeling" yang tidak enak, atau mungkin karena alasan lain yang lebih kompleks. Yang jelas, pernikahan Karina dan Rudi diwarnai oleh berbagai tantangan dan kesulitan.

Namun, cinta buta Karina membuatnya tetap memilih menikah dengan Rudi, meskipun harus melawan keinginan orang tuanya. Awal pernikahan mereka berjalan dengan mulus, seperti pengantin baru pada umumnya. Rudi masih sangat baik dan perhatian terhadap Karina.

Namun, di bulan-bulan berikutnya, keadaan mulai berubah. Keluarga Rudi, yang ternyata memiliki sifat toxic, mulai menunjukkan watak aslinya. Mereka mulai memperlakukan Karina seperti pembantu gratisan di rumah mereka. Karina dipaksa untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat, tanpa ada penghargaan atau rasa terima kasih dari keluarga Rudi. Rudi, yang awalnya sangat baik, tampaknya tidak dapat melindungi Karina dari perlakuan keluarganya yang tidak adil.

Karina adalah anak tunggal dari keluarga yang relatif berada. Namun, setelah memutuskan menikah dengan Rudi, hubungannya dengan orang tuanya menjadi renggang. Orang tuanya tidak menerima pilihan hidupnya dan akhirnya memutuskan hubungan dengan Karina. Selama hampir 2 tahun pernikahan, Karina tidak pernah menghubungi atau pulang ke rumah orang tuanya. Ia tampaknya telah memutuskan untuk memulai hidup baru dengan Rudi, meskipun itu berarti meninggalkan hubungan dengan keluarganya. Kehidupan Karina sekarang sepenuhnya bergantung pada Rudi dan keluarganya, yang sayangnya tidak selalu memperlakukannya dengan baik.

Bersambung...

1
FLA
iyess Karina
FLA: suruh pegangan ya kak, ntar jatoh lagi🤭
mama Ainun: 😁😁😁 Karina bingung
total 2 replies
Diyah Pamungkas Sari
trauma pernikahan tuh sakit bgt loh. kk ku dlu jg trauma smpe punya keinginan melajang seumur hdp. krn ngeliat sendiri suami nyiksa istri dan itu adlh kerabat dkt.
mama Ainun: iya bener, apalagi kalau sudah kdrt kak.
total 1 replies
FLA
yeah aku setuju Karina ma Andrew
FLA: Aamiin
mama Ainun: semoga berjodoh ya kak☺️
total 2 replies
aries
Iya ih, jangan sampai Andrew ngasih trauma buat Karina lagi. kasihan kan Karina.
mama Ainun: semoga saja Andrew mendengarkan ibunya 🤲🏻
total 1 replies
Rizka_ris
nah kan, di pecat juga akhirnya.
mama Ainun: biar tau rasa 😳
total 1 replies
FLA
jeng jeng, bikin pingsan gak ya tu surat🤣
FLA: hooh deng mending di siksa pelan pelan dulu ya
mama Ainun: wah terlalu cepat kak😳
total 4 replies
wong jowo
siap-siap menderita Rudi
mama Ainun: lagi siapin mental 😁
total 1 replies
Rizka_ris
Rasain tuh Rudi🥱
mama Ainun: karma menanti 🤧
total 1 replies
aries
makan tu istri baru pembawa rejeki 🤣
aries: 🤭🤭🤭🤭🤭🤭
mama Ainun: Weh 😳😁
total 4 replies
FLA
haa emang enak di kibulin, enak amat naik jabatan di pecat lah iye🤣
FLA: hooh dah, kasih aja yg manis manis dulu yak
mama Ainun: 😅😅😅 biar seneng dulu kak
total 2 replies
wong jowo
itu syarat promosi jabatan apa syarat perceraian Thor?😅
mama Ainun: terimakasih banyak kak🙏🏻
wong jowo: 😅😅😅 semangat author
total 3 replies
aries
Weh, Rudi terlalu bodoh. mana ada promosi jabatan kok pakai kk KTP sama buku nikah. jangan jangan ini ide Andrew dan CEO tempat kerja Rudi itu ya sih Andrew ini.
lanjut Thor, penasaran!
mama Ainun: ditunggu 🤫🤫
total 1 replies
Erni Nofiyanti
sama aja kamu yg cerai in Karina.
wong data semua dari kamu
mama Ainun: 😁😁😁 belum sadar
total 1 replies
FLA
hayo lo anak sape tuh
FLA: wah wah dapet sisa nya tu laki nya, ups🤭
mama Ainun: 🤭🤭🤭🤭 maybe kak.
total 4 replies
aries
jangan-jangan Lisa hamil bukan anaknya Rudi
mama Ainun: hayooo😁
total 1 replies
wong jowo
Thor buat hidup Rudi si manusia mokondo sengsara..
wong jowo: oke di tunggu thor
mama Ainun: siap, ditunggu kelanjutannya kak pasti dapat balasan nanti.
total 2 replies
aries
Karina, kamu harus secepatnya bercerai biar bisa hidup bahagia ❤️‍🔥
mama Ainun: ditunggu sampai resmi bercerai ya kak.
total 1 replies
FLA
terima Rin percaya deh, beres pokoknya mah
FLA: uh tentu benar itu, apa sih yg gak bisa kalo uang sudah berbicara
mama Ainun: asal ada uang semua beres ya kak😁
total 2 replies
aries
nah loh, sukurin deh Lisa.
mama Ainun: biar tau rasa...
total 1 replies
Sutri Empik
gimana Lisa enak jadi mantunya buk Marni,,,,,
mama Ainun: menyesal kayaknya 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!