NovelToon NovelToon
Ikatan Tuan Muda

Ikatan Tuan Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Fantasi Wanita
Popularitas:806
Nilai: 5
Nama Author: Nida

Fifiyan adalah anak dari ketua mafia kegelapan yang dikenal kuat dan kejam, banyak mafia yang tunduk dengan mafia kegelapan ini. Tetapi disaat umurnya yang masih belia pada perang mafia musim dingin, keluarga besarnya dibunuh oleh mafia musuh yang misterius dimana membuatnnyabmenjadi anak sebatangkara.
Disaat dia berlari dan mencoba kabur dari kejaran musuh, Fifiyan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria kecil yang bersembunyi di dalam gua, karena mereka berdua berada di ambang kematian dan pasukan mafia musuh yang berada diluar gua membuat pria kecil itu mencium Fifiyan dan mengigit lehernya Fifiyan. Setelah kejadiaj itu, Fifiyan dan pria kecil itu berpisah dan bekas gigitannya berubah menjadi tanda merah di leher Fifiyan.
Apakah Fifiyan mampu membalaskan dendam atas kematian keluarganya? Apakah Fifiyan mendapatkan petunjuk tentang kehidupan Fifiyan nantinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hidup Dengan Finley

Sinar matahari mengenai kedua mataku, aku membuka mataku dan mencium aroma masakan seseorang di hidungku, aku terduduk dan melihat sebuah daging yang sedang dimasak di sebuah panci diatas perapian.

"Kamu sudah bangun..." ucap Finley masuk ke dalam gubuk dengan membawa beberapa kayu bakar.

"Daging dari mana?" Gumamku pelan.

"Aku tadi berburu."

"Berburu? Apa kau sudah... ingat?" Tanyaku bingung, Finley mengambilkan pakaianku dan memberikannya kepadaku.

"Awalnya aku tidak ingat tapi setelah bermain denganmu ingatanku kembali."

"Mana bisa seperti itu!" Protesku kesal.

"Memang itu yang terjadi, diseumur hidupku hanya denganmu aku bermain dan aku ingat bagaimana rasanya bermain denganmu jadi aku tidak melupakannya."

"Alasan macam apa itu!" Gerutuku kesal tapi Finley menata kayu ke perapian.

"Kenapa kau terjun dari tebing?" Gumam Finley pelan.

"Hanya... ingin sendiri."

"Lalu kau ingin meninggalkanku hanya karena pertengkaran kecil?" Tanya Finley pelan.

"Tidak, aku tidak mempermasalahkan itu hanya..."

"Hanya apa?" Tanya Finley menatapku dingin.

"Hanya aku merasa tidak pantas hidup hanya itu."

"Kau bisa kuat sampai hari ini itu juga karena kau pantas hidup."

"Tidak, hmmm kata-kata keluarga Valen yang membuatku..."

"Namanya musuh pasti akan menyerang mentalmu, mereka tahu mereka akan kalah fisik makanya mereka menyerang mentalmu."

"Aku hanya tidak yakin kalau aku hebat dan..." gumamku pelan Finley mengacak rambutku dan tersenyum kearahku.

"Kamu adalah wanita terhebat yang aku miliki dan wanita yang sangat aku inginkan, lalu untuk apa pemikiranmu seperti ini?" Tanya Finley pelan.

"Entahlah, aku hanya memikirkan hal itu saja. Oh ya... ngomong-ngomong apa kamu yang menyelamatkanku di lembah kematian saat aku hampir mati?" Tanyaku pelan, Finley membuang muka dan meletakkan beberapa daging di piring.

"Ya, aku yang menyelamatkanmu."

"Tapi kenapa kau tidak membawaku pergi dari tempat itu?" Tanyaku pelan.

"Saat itu aku masih anak kecil biasa yang tidak memiliki kekuatan apapun, jadi aku tidak bisa menyelamatkanmu. Saat aku tahu keluarga Valen terbunuh semua banyak yang berkata kau juga tewas yang membuatku marah dan berlatih dengan keras, tapi saat pertemuan petinggi aku mendengar Fiyoni berhasil mengikat wanita bernama Fifiyan Valentina yang merupakan adik sendiri membuatku sangat kesal, karena aku tidak berada di wilayahmu sehingga aku memutuskan untuk melakukan cara menggunakan media merpati untuk mengambil milikku kembali..." gumam Finley memasukkan kembali beberapa daging di dalam panci

"Padahal banyak wanita diluar sana, kenapa kau mengikatku?" Tanyaku pelan.

"Karena kau... milikku..." gumam Finley pelan.

"Jawaban yang aneh..." desahku pelan.

"Apapun jawabanku hanya satu... kau milikku... hanya itu..." gumam Finley meletakkan sepiring daging dan ketela bakar di depanku.

"Sarapanlah dulu..." gumam Finley merapikan pakaianku dan aku melahap masakan Finley.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Finley pelan.

"Hmmmpp enaakk... bagaimana kamu bisa memasaknya?"

"Hanya... kebetulan..." gumam Finley pelan.

"Kau selalu saja seperti itu!" Gerutuku kembali melahap makanan itu sampai kenyang.

"Mau tambah lagi?" Tanya Finley pelan.

"Tidak, ini untuk makan malam saja..." gumamku.

"Kamu kalau makan sedikit ya?"

"Aku malah tidak suka makan."

"Jangan bilang kamu suka... Wine?" Ucap Finley pelan.

"Yaah begitulah, ngomong-ngomong... Kamu tidak pergi mengikuti perang?" Tanyaku pelan.

"Tidak, aku ingin menemanimu."

"Astaga pergilah kalau memang ingin dan..."

"Belum saatnya, dengan keadaan seperti ini sangat tidak menguntungkan kita jadi aku memutuskan disini dan aku bisa terus mengawasimu juga."

"Tidak Menguntungkan? Kita?" Tanyaku bingung.

"Ya, perang ini masih awal dan wakil ketua saja sudah mampu mengatasinya jadi buat apa kita turun langsung?"

"Apa kamu yakin?" Tanyaku pelan.

"Ya... Aku yakin. Lagi pula untuk apa kita berperang di perang awal ini, kita harus menjaga diri untuk perang utama."

"Perang utama ya? Aku tidak mengerti."

"Perang utama tidak dilakukan saat ini jadi kita harus menghemat energi."

"Jadi kapan perang utama diadakan?" Tanyaku pelan.

"Tidak ada yang tahu kapan."

"Ohh hmmm..." desahku berbaring dan memejamkan kedua mataku.

"Apa kamu lelah?"

"Ya aku memang lelah .." desahku pelan.

"Istirahatlah..." gumam Finley pelan, aku memejamkan kedua mataku dan hampir tertidur, tapi sebelum aku benar-benar tertidur aku mencium aroma darah di hidungku yang membuatku kembali membuka kedua mataku dan melihat balutan kepala Fibley yang sudah penuh darah.

"Astaga aku terlupa..." gumamku beranjak berdiri mengambil tasku.

"Kenapa?" Tanya Finley bingung.

"Diam, aku akan mengganti perbanmu..." gumamku pelan dan membuka perban itu perlahan.

"Apa kamu yang menjahit kepalaku?"

"Ya, maaf aku tidak membawa obat bius jadi aku menjahitnya tanpa obat bius dan..."

"Bagaimana kamu bisa melakukannya?" Tanya Finley serius.

"Aku belajar tentunya."

"Belajar?"

"Yahh keluarga Valen yang mengajariku, sebagian besar dari mereka adalah tenaga kesehatan itulah sebabnya mereka pintar dalam hal pengobatan."

"Haish lain kali aku akan membawamu untuk menempuh pendidikan."

"Lain kali saja kalau aku... Berminat..." gumamku pelan dan memperban kepala Finley.

"Berminat atau tidak tapi kau harus melakukannya! Apa kau mengerti?" Ucap Finley dingin.

"Kau sama seperti kakak-kakakku sukanya mengharuskan!" Ucapku pelan tapi tidak lama Finley menciumku lembut yang membuatku terkejut.

"Terimakasih istriku, kau telah menyelamatkanku."

"Hmmm lain kali jika aku ingin sendiri jangan paksakan untuk menyelamatkanku, biar takdir yang mmmpphhh..."

"Aku tidak akan membiarkan kau meninggalkanku sendirian disini!" Ucap Finley terus menciumku.

"Baik...baik... Aku akan melakukannya tanpa kau tahu dan..."

"Kau kira aku akan membiarkannya?"

"Haish baik-baik terserah padamu saja..." gumamku pelan dan Finley menciumku lembut.

"Kapan kita akan disini?" Gumamku pelan.

"Sampai langit tidak berwarna merah."

"Kenapa bisa berwarna merah?" Tanyaku pelan.

"Itu karena... Mereka yang ikut perang menggunakan bubuk beracun di dalam perapian sehingga musuhpun bisa mati karenanya."

"Tapi kenapa kita tidak... Mati?"

"Aku telah meminumkanmu obat penawar khusus setelah kita bermain saat kamu tertidur pulas, jadi kalaupun kau terhirup maka kau tetap baik-baik saja."

"Bagaimana itu bisa terjadi?" Tanyaku terkejut.

"Karena... Bubuk beracun itu... Aku yang membuatnya."

"Astaga, kau memperjual belikannya?"

"Tentu, bisnis bisa terus berjalan."

"Memang ya otak-otak pembisnis apapun bisa dilakukan."

"Tentu saja, kalau kau bukan istriku pasti sudah aku..."

"Aku apa? Kau mau menjualku sekalian?" Ucapku dingin.

"Tidak, aku tidak akan mengijinkan siapapun memilikinya walaupun banyak yang memberikanku harga tertinggi."

"Apa ada yang menawarimu untuk membeliku?"

"Ya, tapi tidak aku terima tawaran itu jadi aku bunuh dia."

"Astaga, kau memang kejam ya suamiku..." gumamku pelan.

"Aku suka panggilanmu barusan itu..." bisik Finley kembali menciumku lembut.

"Kapan kau akan menikahiku?" Tanyaku pelan yang membuat Finley tersenyum pelan.

"Setelah perang ini berakhir aku akan menikah dengammu."

"Terlalu lama!" Ucapku dingin.

"Kenapa kau ingin segera menikah denganku?" Ucap Finley bingung.

"Karena aku tidak ingin anakku nanti lahir tanpa ayah yang jelas."

"Ohh tenang saja aku mengakui anak yang kau kandung nantinya, lagi pula aku tidak akan membiarkan siapapun merasakan tubuhmu..." gumam Finley pelan dan memelukku erat sedangkan aku hanya membalas pelukannya, ingin sekali aku bertarung tapi nampaknya aku harus sangat bersabar apalagi aku sekarang hidup dengan musuh yang sangat kejam ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!