Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Kisah Masa Lalu
Kehebohan, kini terjadi dimana-mana. Banyak orang yang memuji sikap William, walaupun tindakannya termasuk agak terlambat karena selama bertahun-tahun dia baru mengungkap semua kebenaran dalam hidupnya.
Meski acara konferensi belum selesai, tapi sudah banyak suara yang membicarakan William dari berbagai penjuru negeri.
"Sejak kapan anda mengetahui kalau anak muda itu adalah putra anda?" tanya seorang wartawan begitu suasana riuh berangsur surut.
"Belum lama ini, dan itu salah satu kesalahan saya yang sangat besar," jawab William.
"Belum lama ini?" Wartawan yang lain kembali dibuat terkejut. "Jika anda baru mengetahuinya, jadi selama ini mereka bagaimana?"
"Saya dan ibu saya tinggal di seberang pulau," kali ini Miko yang membuka suara. William bahkan sampai terkejut akan tindakan Miko serta apa yang dikatakan anak muda itu.
"Ada sepasang suami istri, mereka tidak memiliki keturunan. Mereka lah yang membantu kesusahan kami selama ini," ucap Miko dengan sikap setenang mungkin.
"Terus selama di sana, apa anda tahu, kalau anda adalah putra William Dixion?"
"Tidak," jawab William tegas. "Selama ini Ibu tidak pernah memberi tahu ayah saya yang sebenarnya, sampai sebuah kejadian membuat saya bertemu dengan beliau."
"Apakah Tuan William selama ini tidak mencari keberadaan mereka?" tanya seorang wartawan lain.
"Saya mencarinya. Saya bahkan mempercayakan Renata, Daniel dan John untuk mencari Seruni dan anak saya. Namun, lagi-lagi saya ditipu oleh mereka. Ketiga sampah itu, merekeyasa sebuah cerita kalau Seruni dan anak saya sudah meninggal. Bahkan mereka sampai membuat bukti palsu hingga pemakaman Seruni."
"Astaga..." lagi-lagi kejutan tercipta dari ruangan konferensi pers. Siapapun tidak pernah menyangka begitu mendengar informasi tentang kebusukan tiga orang terdekat William.
"Kenapa mereka bisa setega itu?"
"Gila! Demi kehidupan mewah, mereka tega melakukan cara apapun."
"Benar-benar tidak punya hati."
Berbagai komentar pedas pun kembali bermunculan.
"Dengan adanya cerita ini, kalian pasti menyimpulkan kalau selama ini saya bodoh, benar bukan?" Ucapan William sontak membuat semua mata kembali fokus kepadanya.
"Saya sendiri juga heran, kenapa saya bisa sebodoh itu mempercayai orang-orang yang saya anggap sangat berarti bagi saya. Dari awal kita dekat, saya pikir mereka tulus berteman sama saya. Tapi ternyata, mereka lebih mengerikan dari orang-orang yang gila harta, yang pernah saya ketahui."
"Lalu, tindakan apa yang sudah anda lakukan untuk menghukum mereka?"
"Banyak, dan saya tidak bisa menyebutkannya di sini," ujar William lalu dia melempar tatapan pada Thomas dan memberi kode agar acara segera ditutup.
Karena William masih ada jadwal yang harus dilaksanakan, dengan sangat terpaksa konferensi pers yang berlangsung sangat seru, terpaksa harus berhenti.
Namun, hampir semua yang menyaksiksan acara tersebut, cukup puas karena banyak informasi yang bisa mereka dapatkan untuk menjadi bahan berita, konten maupun bahan perbincangan.
Empat orang yang namanya disebut oleh William dalam konferensi, saat ini sedang dilanda panik yang luar biasa. Mereka yakin kali ini mereka akan kesulitan untuk bergerak bebas karena nama dan wajah mereka sudah banyak yang mengenali.
####
"Thomas, tolong kamu pesankan beberapa makanan," titah William begitu mereka sudah berada dalam ruang kerja sang presdir.
"Baik, Tuan," jawab Thomas dan dia langsung mengeluarkan ponsel dari saku jass yang dia kenakan.
"Bagaimana, Miko, apa kamu sudah lega sekarang?" tanya William pada sang anak yang duduk di sofa seberang meja.
Miko mengangguk. "Setidaknya, nama Ibu bersih, Yah," jawab Miko pelan.
"Anda tidak memanggil Tuan William dengan sebutan Daddy?" tanya Thomas yang tadi sedikit kaget mendengar panggilan Miko.
"Nggak apa-apa, Thomas, nggak masalah," William yang menjawab. "Bukankah artinya sama saja?"
Thomas pun tersenyum dan mengangguk, lalu dia melanjutkan tugasnya.
"Kamu tadi bilang, kamu dan ibumu tinggal di seberang pulau dengan sepasang suami istri? Mereka siapa?" tanya William.
"Nenek Suci dan Kakek Basuki, Yah. Mereka masih keluarganya Tante Dini," jawab Miko. "Katanya, Ibu ikut mereka, sejak hamil."
William menghela nafas panjang. "Apa mereka masih ada?" Miko mengangguk. "Kasih alamatnya sama Ayah, biar nanti Ayah meminta Thomas untuk mengutus orang menjemput mereka."
"Menjemput mereka?"
Wiliam mengangguk. "Biarkan mereka tinggal di sini sama kalian. Nanti Ayah carikan rumah yang dekat, agar kamu dan Seruni bisa sering berkunjung. Mereka pasti sudah tua dan kesepian karena kalian tidak ada."
Miko tersenyum lalu dia mengangguk dengan antusias.
Ketiga pria itu melanjutkan obrolan mereka. Bahkan saat pesanan datang, obrolan yang terjadi di antara mereka semaki seru dan tentunya William semakin dekat dengan anaknya.
Di lain tempat, tepatnya di rumah Wiliam, Seruni juga merasa cukup lega. Meskipun dibilang terlambat, setidaknya nama baik Seruni kembali pulih, terutama di mata-mata orang terdekatnya.
Keluarga William pun melempar beberapa macam pertanyaan seputar kehidupan Seruni setelah mendengar cerita dari Miko. Mereka ikut sedih dan merasa bersalah karena biar gamaimanapun mereka adalah keluarga dari pria yang membuat hidup Seruni begitu menyedihkan.
"Apa Tante boleh tahu? Tujuan kamu kembali ke kota ini untuk apa, Run?" tanya Rena.
Seruni tersenyum. "Menemani miko, Tante, Saya tidak tega, melepas Miko sendirian di kota. Dari kecil, dia tidak pernah pergi jauh."
"Apa tidak terlintas dalam pikiranmu untuk menemui William?" tanya Rena lagi. "Maaf, bukannya Tante menyelidiki. Tante cuma penasaran."
Lagi-lagi Seruni tersenyum. "Kalau ada niat untuk menemui William, pasti saya sudah melakukannya sejak pertama kali datang. Saya datang ke sini, karena murni ingin menemani anak saya yang dapat beasiswa."
Semua nampak mengangguk penuh arti.
"Apa kamu tidak ingin menemui orang tua kamu?" sekarang, gantian Amelia yang bertanya.
Seruni tercenung sesaat Raut wajahnya berubah dan dia lantas menunduk. "Meskipun sangat ingin menemui mereka, tapi saya tidak berani melakukannya, Tante. Mereka tidak mengharapkan saya kembali.
Semua terdiam. Mereka sangat mengerti bagaimana perasaan Seruni saat ini.
####
Di tempat lain, seorang wanita muda nampak baru saja keluar kamar mandi dengan wajah yang sedikit pucat.
"Kamu abis muntah lagi?" tanya seorang wanita yang baru masuk ke dalam kamar itu. Di tangannya menenteng mangkok berisi makanan
"Iya, Mom," jawab wanita muda itu terdengar pelan dan lemah.
"Mommy sudah panggilkan dokter. Sekarang, makan dulu buburnya," wanita yang dipanggil Mommy mulai mengaduk isi mangkok yang masih ada di tangannya.
Hingga beberapa menit kemudian, dokter yang sudah menjadi langganan keluarga kaya itu pun datang, dan langsung melakukan pemeriksaan.
"Kapan, Nona Micela datang bulan terakhir kalinya?"
"Apa, Dok, datang bulan?" tanya sang Mommy. "Jangan bilang kalau Micela hamil, Dok?"
"Kemungkinan seperti itu, Nyonya Untuk lebih jelasnya, coba Nona Micela periksa ke dokter kandungan ya?"
"Tidak! Tidak mungkin," Micela langsung syok.