Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_022 Calvin
"Anand, Talia..." Ujar Calvin yang terlihat jelas begitu kaget saat melihat sosok Anand dan Talia yang perlahan melangkah mendekatinya.
Seketika wajah Calvin terlihat pucat dan gelagatnya begitu mencurigakan.
"Aku permisi..." Wanita yang tadi menjadi lawan bicaranya segera pamit undur diri.
Wanita tersebut bahkan langsung berputar mencoba menghindar dari Anand, ia segera pergi sebelum Anand mendekat.
"Siapa gadis barusan? Kekasih mu? Kok aku nggak tau?" Tebak Anand dengan rasa penasaran yang memenuhi rongga hatinya, ia bahkan celingak-celinguk berusaha mencari tau sosok wanita yang hanya sempat ia lihat punggungnya saja.
"Hmmmm, dia, dia pasien aku." Jawab Calvin gelagapan.
"Yakin? Udah nggak usah bohong deh, lagi pula kalau kamu punya pacar justru bagus dong, kenapa harus sembunyi-sembunyi?" Jelas Anand.
"Anand, dia adalah pasien aku, ada hal yang ingin dia bahas tanpa harus melibatkan suaminya. Oleh karena itu dia mengajak aku bertemu disini. Dia hanya tidak ingin membuat suaminya khawatir dengan kondisinya saat ini." Jelas Calvin.
"Ooo gitu, baiklah, aku paham." Ujar Anand.
"Apa tante yang tadi adalah tante Jinan?" Tanya Talia dengan tatapan polosnya.
"Tante Jinan? Bukan sayang, itu tadi orang lain, pasien om." Jelas Calvin dengan senyuman.
"Punggungnya seperti punggung tante Jinan." Jelas Talia.
"Talia, punggung semua orang itu hampir sama cuma agak beda sedikit aja, bagaimana bisa kamu mengatakan mirip hanya dengan melihat punggungnya saja, kamu ini ada-ada aja sayang." Jelas Anand dengan tawa renyah yang beriringan dengan setiap kata yang ia ucapkan.
"Tapi beneran mirip sama tante Jinan." Jelas Talia yang seolah sedang mengajukan protes besar-besaran karena Anand menganggap ucapannya tidak masuk akal.
"Talia kesini cuman berdua sama ayah? Yang lain nggak diajak?" Tanya Calvin yang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Umma nggak mau ikut, karena tidak ingin mengganggu kencan romantis Talia sama ayah..." Jelas Talia.
"Lagi sama gebetan baru..." Ujar Anand pelan tapi Calvin bisa mendengarnya dengan cukup jelas.
"Ciiiih, jangan asal tuduh deh!" Tegas Calvin.
"Tuduh? Aku bicara sesuai fakta, udah ah nggak usah di bahas, ayo ikut bersama aku dan Talia...!" Jelas Anand.
"Ayo om kita main bersama, ayolah om...!" Ajak Talia dengan ucapan yang begitu manja hingga meluluhkan hati Calvin.
Ketiganya lanjut bermain disana, mereka terlihat begitu menikmati setiap permainan yang mereka mainkan, hingga akhirnya mereka bertiga memutuskan pulang bersama karena waktu magrib hampir tiba.
~~
Deria keluar dari mobilnya begitu juga dengan Dariel yang juga keluar dari dalam mobil Deria. Sesampai di parkir rumah sakit tadi akhirnya Dariel memutuskan untuk nebeng di mobil Deria lalu pulang bersama, namun dalam perjalanan pulang keduanya setuju untuk berhenti di cafe sejenak untuk menikmati kopi favorit mereka masing-masing.
"Terima kasih banyak atas tumpangannya, Ria." Ucap Dariel yang kini berada tepat dihadapan Deria.
"Sama-sama, aku juga makasih banget loh atas traktiran kopinya." Jelas Deria dengan senyuman.
"Kak Ria..." Panggil Arman yang ternyata sejak tadi duduk di tempok samping gerbang rumah Deria.
Kedatangan mobil Deria membuat Arman memutuskan untuk ikut masuk karena gerbang sudah terbuka lebar dan pastinya sang pemilik rumah pun telah pulang.
Langkah dan ucapan Arman seketika tertahan saat melihat sosok Dariel yang keluar dari dalam mobil Deria.
Suara khas Arman langsung membuat Deria menoleh kearah gerbang dimana Arman masih berdiri tegak.
"Arman, masuklah!" Pinta Deria.
"Kak, bisa minta waktunya sebentar?" Tanya Arman yang masih belum bergerak dari posisinya.
"Hmmmm, ayo masuk, kita bicara di dalam aja." Jelas Deria dengan senyuman.
Arman segera masuk lebih dahulu ke dalam rumah milik Deria.
"Adik mu?" Tanya Dariel penasaran dengan mata yang mencoba menilik sosok Arman dari ujung kaki hingga me ujung kepala.
"Adik dari teman aku, kalau begitu aku masuk duluan ya, sekali lagi terima kasih atas traktirannya." Jelas Deria dengan senyuman.
"Aku permisi, bye...sampai jumpa besok!" Ucap Dariel lalu segera melangkah menuju gerbang rumah miliknya yang terletak tepat di depan rumah Deria.
Deria segera masuk lalu bergabung dengan Arman yang sudah sejak lama menunggu dirinya.
"Kenapa Arman? Apa ada hal penting tentang bunda atau papa? Bunda sehat-sehat kan?" Tanya Deria yang terlihat begitu khawatir setelah tadi sejenak memandangi raut wajah Arman yang terlihat sedang di penuhi rasa gelisah dan takut.
"Papa dan bunda Alhamdulillah sehat-sehat kak. Tapi..." Arman tidak melanjutkan ucapannya.
"Apa ini soal hubungan mu dengan Celin?" Tebak Deria.
"Bukan kak, ini tentang mantan suami kak Ria, abang aku." Jelas Arman dengan menatap liar kearah wajah Deria yang seketika ekspresi wajahnya berubah drastis setelah Arman membicarakan Anand.
"Maaf Arman, tapi bukankah sudah kakak katakan pada mu kalau kakak tidak ingin lagi terlibat dalam masalah Anand, apapun masalahnya, kakak tidak ingin lagi ikut campur karena kakak sekarang hanya mantan istrinya." Tegas Deria.
"Aku ngerti, aku paham maksud kakak dan juga aku minta maaf, tapi jika aku tidak mengatakannya pada kakak aku tidak tau harus bicara ke siapa. Kak Ria, aku rasa telah terjadi sesuatu pada abang Anand, pasti dia sedang bermain peran, dia terlihat jelas sedang tidak baik-baik saja setelah menceraikan kakak, apa kakak tidak menyadarinya?" Jelas Arman panjang lebar.
"Arman, kakak mohon jangan lagi libatkan kakak ke dalam masalah Anand, kakak lelah, batin kakak terluka, kakak juga ingin bahagia meski tidak bersama abang mu. Jadi tolong, tolong izinkan kakak bahagia." Pinta Deria kali ini terdengar begitu penuh harap.
"Apa dia mengidap kanker?" Tanya Arman yang masih saja kekeh ingin membahas soal Anand.
"Apa maksud mu?" Tanya Deria.
"Aku akan mencari tau semuanya sendiri. Maaf sudah mengganggu waktu kakak bersama pacar baru kak Ria, permisi." Jelas Arman dan segera keluar dari rumah Deria.
Deria masih duduk dengan tatapan kosong, terdiam membisu tanpa suara. Dia bahkan membiarkan Arman pergi begitu saja dari hadapannya.
"Apa ini? Apa lagi ini?" Tanya Deria dengan penuh kebingungan.
Deria segera keluar dari rumah, setelah mengunci pintu ia kembali masuk ke dalam mobil dan lekas pergi.
Mobil milik Deria berhenti dihadapan gerbang rumah milik Anand, keadaan rumah terasa begitu sepi, Deria keluar dari mobil dan berusaha menggedor-gedor gerbang namun tidak ada hasil sama sekali. Azan magrib pun mulai terdengar berkumandang dari arah mesjid-mesjid terdekat.
"Apa dia tidak ada di rumah? Hmmmm" Deria mulai bergelut dengan dirinya sendiri.
Sejenak terdiam untuk bisa berpikir dengan tenang, lalu tangannya segera merogoh kunci dari dalam tasnya dan segera mencoba membuka gerbang dan ternyata berhasil. Deria segera masuk lalu mencoba memasukkan password lama dan alhasil pintu terbuka lebar, cepat-cepat Deria masuk lalu segera menuju kamar tidur Anand, sesampai disana ia segera mencari sesuatu diatas meja lalu beralih ke rak buku, laci dan lemari namun dia tidak bisa menemukan apa yang sedang ia cari, yang ada kamar yang menjadi begitu berantakan.
"Ria..." Suara Anand membuat tangan Deria berhenti mengobrak-abrik buku-buku yang tadinya tersusun rapi di rak menjadi berantakan bahkan beberapa diantaranya berjatuhan di lantai.
~~