Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Kepahitan masa lalu
Aku diperlakukan tidak adil. Aku dianggap anak pembawa sial. Setiap hari yang kudapat dari Mark brengsek itu adalah makian dan cacian. Semakin aku tumbuh, Mark semakin sering menyiksaku. Bukan saja dengan makiannya, tapi dia sudah menggunakan apapun untuk memukul atau menyakitiku.
Sampai pernah suatu hari ia memukulku hingga aku pingsan. Aku di bawa ke rumah sakit. Dia mengatakan pada dokter bahwa aku berkelahi dengan temanku. Ku kira dengan kejadian itu dia tidak akan menyakitiku lagi, tapi nyatanya dua hari setelah aku beristirahat dari siksaannya, hanya karena aku menginjak karpet ruang kerjanya dan sepatuku meninggalkan bekas, pria itu kembali menghajarku dengan stik golf-nya. Sampai aku digotong dua anak buahnya karena tidak bisa bergerak -
Miko sempat tercengang mendengar kisah Morino. Terlukis kengiluan di mata Miko membayangkan perihnya siksaan itu.
- Aku memang tidak terlalu sering bertemu dengannya, karena bajingan itu sangat sibuk. Tapi ketika bertemu, dia tidak melewatkan sedikitpun kesempatan untuk memukulku atau setidaknya membuatku mengerang kesakitan.
Aku pernah beberapa kali kabur dari mansion. Tapi anak buah si brengsek itu selalu saja bisa menemukanku. Ketika aku dikembalikan pada Mark dia semakin keras menyiksaku.
Suatu hari dia menikah lagi dengan wanita kaya. Pernikahan mereka hanya berlangsung dua bulan. Setelah Mark mengalami serangan jantung ketika di pesawat. Ia tewas dalam perjalanan kerumah.
Aku sama sekali tidak bersedih. Air mataku tidak setetespun tumpah untuk menangisinya. Tapi ku kira penderitaanku selesai sampai disini, ternyata belum.
Ibu tiriku masih tinggal di mansion karena ia memang memiliki sedikit warisan dari Mark, tapi mansion itu bukan salah satu warisan untuknya. Sampai wanita jalang itu menikah lagi dengan seorang pria dan menumpang di mansionku. Karena sebagian besar harta kekayaan Mark jatuh ke tanganku, termasuk mansion yang ku tinggali.
Saat itu kakekku tinggal jauh di luar Negeri. Dulu Setiap kali kakek datang berkunjung, Mark selalu berpura-pura baik padaku sewaktu masih hidupnya. Hingga kakek menganggap semua baik-baik saja. Mark juga tidak pernah memberitahu nomer telepon kakekku, sehingga aku tidak bisa mengadu apapun pada kakek.
Hingga saat kematian Mark, kakek datang. Lalu aku menceritakan semuanya. Kakek ingin mengajakku ke luar Negeri tinggal bersamanya, tapi aku harus menyelesaikan sekolahku dulu hingga selesai.
Kakek sempat memberiku sebuah kartu ucapan ketika aku berulang tahun. Di balik kartu itu ada nomer telepon mansion kakek di luar Negeri. Setidaknya aku masih memiliki seorang keluarga.
Akhirnya aku menunggu hingga satu tahun. Dan kakek berjanji akan datang lagi untuk menjemputku.
Tapi di masa satu tahun itu. Ibu tiriku dan suami bajingannya masih menempati mansion. Saat itu usiaku masih dua belas tahun. Mereka sering memperlakukan aku dengan seenak mereka. Aku sudah berulang kali mengusir mereka karena mansion itu bukan warisan yang diberikan Mark pada wanita itu. Tapi mereka mengatakan akan pindah setelah mengurus surat-surat pembelian rumah di kota lain. Sementara mereka menumpang dulu di mansionku.
Tapi kebaikanku justru tidak dihargai sama sekali. Hingga suatu hari ketika wanita itu pergi berbelanja, suaminya yang bejat mendekatiku. Dia sudah membuka pakaiannya, berniat untuk melecehkan aku. Ternyata dia adalah- Pedofil. Aku melawannya sekuat tenaga -
Miko lagi-lagi tersentak mendengar kisah Morino.
-Untungnya kakek memberikan anak buahnya untuk berjaga di mansion. Ketika aku tidak lagi sanggup melawannya karena tubuhku yang kalah besar, aku berteriak, dan memecahkan kaca jendela agara mereka segera menolongku.
Setelah kejadian itu, mereka benar-benar di usir oleh kakek. Kabarnya si brengsek itu tewas dibunuh. Aku yakin kakeklah orang dibalik pembunuhan itu.
* * *
“Maaf, tapi- apa pria itu sempat berbuat sesuatu padamu?” selidik Miko.
“Untungnya tidak. Dia baru menyentuhku. Aku sudah paham tabiat semacam itu. Karenanya aku segera menghindar dan berteriak memanggil bawahan kakek”
Miko terdiam mendengar seluruh cerita Morino.
“Kau tahu Miko. Orang-orang yang kubunuh, sebagian besarnya adalah Pedofil dan orang yang memerkosa anak kecil. Terkadang aku mendatangi penjara dan menebus seorang pemerkosa. Ketika orang itu tidak mengerti tapi senang karena ku bebaskan dari penjara, saat itu siksaanku yang menantinya.
“Kau tidak bisa memaafkan mereka, ya?” tanya Miko.
“Tidak sama sekali”
“Ya, itu terlihat wajar jika mengetahui masa lalumu”
“Jadi, apa penyakitku?” tanya Morino.
“Sepertinya kau mengalami trauma masa kecil yang menjadikanmu menuju ke penyakit selanjutnya, gangguan kepribadian antisosial. Aku belum bisa memastikan secara medis, harus ada beberapa tahapan lagi yang harus dijalani” jelas Miko.
“Apa bisa disembuhkan?”
“Dengan bertahap, sedikit banyak bisa mengurangi”
Morino menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Wajahnya sedikit menengadah keatas. Asap putih cerutu keluar lurus keatas dari sela bibirnya.
“Aku lelah dengan penyakit ini” ujarnya lagi. Kedua tangannya meraup rambutnya hingga ke belakang.
“Kau bisa mencobanya untuk keluar dari sana. Aku akan membantumu. Beberapa resep obat bisa membuatmu lebih tenang. Jika kau merasa lelah, itu adalah hal yang wajar”
Miko mengambil cerutu di jemari Morino dan meletakkannya di asbak di atas meja.
“Tapi penyakitku tidak wajar”
“Itu bukan salahmu sepenuhnya. Ada andil dari masa lalumu yang menjadikanmu harus seperti ini. Tugasmu hanya berusaha bangkit dari keadaanmu yang sekarang” tegas Miko.
Lutut Morino dinaikan ke sofa, ia merangkul lututnya.
“Semakin hari aku semakin tidak mengenal diriku. Aku semakin lupa dengan kedamaian, kepedulian, kasih sayang, cinta! Dan segala hal brengsek yang indah menurut orang kabanyakan!. Aku tidak mengetahui apa itu kebahagiaan, bahkan ketika aku sudah memiliki semuanya, harta, istri di masa laluku, jabatan. Semua belum juga membuatku mengerti kata bahagia!”
“AKU INGIN MENGHILANGKAN INGATAN SIALAN ITU DARI OTAKKU!” Morino tiba-tiba berteriak menakutkan sambil menjenggut rambutnya sendiri dengan kuat.
Miko yang tersentak kaget lalu mendekati pria itu. Meraih tangan kekar Morino agar tidak menyakiti dirinya sendiri.
Tapi pria itu kemudian memejamkan mata kasar sambil mencoba maraup rambutnya lagi.
“Arrgh! Aku benci perasaan ini!” pekiknya agak tertahan.
“Morino, aku berjanji akan membuatmu sembuh” ucap Miko mencoba menenangkan dengan sedikit ketakutan.
Miko akhirnya menyadari, ternyata di balik sikapnya yang dingin, tegas, berwibawa dan juga menakutkan. Ada sisi rapuh dari pria itu. Suatu beban yang seolah ia tak sanggup menanggungnya sendiri dan ia mencoba menutupinya selama ini dengan sikap yang sangat bertolak belakang.
Nafas Morino semakin kuat dan cepat. Pria itu semakin mengencangkan dekapan di lututnya.
“Morino! tenanglah!. Aku akan berusaha membantumu!” Miko merangkul belakang kepala pria itu agar tenang. Kemudian kedua telapak tangan Miko memegang jemari pria itu. Miko terus mengusap kepala pria itu dengan lembut, seperti usapan hangat seorang Ibu.
Pria itu diam sesaat.
Morino yang saat itu tengah kacau, menoleh dan memandang kedua mata Miko yang indah dan teduh. Ia sedikit bisa tenang dalam kehangatan Miko. Nafasnya yang masih sedikit terengah kini sudah mulai perlahan teratur.
“Kau sudah baikan?” tanya Miko pelan.