NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Kenyataan Yang Menyakitkan

Arlen sampai di unit apartemennya yang sepi. Rasa hangat seolah lenyap. Aneh.

Semenjak pernikahannya dengan Kalila, pulang ke apartemen selalu memberikan sensasi yang nyaman. Terlepas dari rasa kecewa karena Kalila menipunya hanya untuk uang, tapi kehadiran Kalila di apartemen itu membuat suasana kosong, hampa dan dingin berubah menjadi lebih hangat, nyaman dan tenang.

Arlen tidak menepis bagaimana Kalila sangat telaten mengurus rumah. Tapi karena janji dan ucapan-ucapan kekasihnya lah yang membuat dirinya selalu menutup mata. Hingga pesan misterius yang dia terima tadi membuat jantungnya seperti meledak.

"Itu pasti hanya skandal... Hanya skandal... Hanya... Akh, sial!" Arlen menendang kursi makan hingga kursi itu terpelanting.

Tidak, kali ini dia tidak boleh diam saja. Kali ini dia harus mencari tahu. Bukan karena tidak percaya kepada Miranda, hanya saja, poto-poto dan vidio yang dia terima terlalu mengusik rasa percayanya.

Arlen kembali keluar sembari mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Noe, tapi sebuah notifikasi dari nomer yang tak dikenal lagi muncul pada layarnya. Kali ini, nomer itu mengirimkan sebuah pesan singkat.

[Datanglah ke Club X. Lihat sendiri.]

Arlen ingin melempar ponselnya, tapi ditahan, dia membutuhkan ponsel itu sekarang. Niat untuk menghubungi Noe pun terlupakan.

* * *

Suara hingar bingar musik yang dimainkan Dj sungguh membuat gendang telinganya sakit. Anehnya, orang-orang yang ada disana terlihat menikmati. Tubuh mereka bergerak, bergoyang, wajah mereka tertawa.

Sementara Arlen meringis.

Apa yang harus aku lihat sendiri di sini? Batinnya bertanya.

Tapi kakinya terus melangkah, terus masuk ke dalam. Semakin dalam, suasana semakin remang-remang, musik tidak seheboh sebelumnya.

Meski sudah merinding sekujur badan, Arlen tetap berjalan tegap, dengan pembawaannya yang tenang, ekspresinya sebisa mungkin dia buat datar. Tak peduli berapa kali wanita-wanita dengan pakaian minim bahan melirik, mencolek, tersenyum, mengedip bahkan ada yang menawarkan diri tanpa harus Arlen membayarnya.

Astaga! Ternyata hal seperti itu memang ada di dunia nyata!

"Singkirkan tanganmu sebelum menyesal." ucap Arlen dengan nada dingin dan sorot mata tajamnya pada wanita bergaun ketat, berdada besar.

"Ya ampun, galak banget." kata wanita itu sambil terkekeh. Tidak ada takut-takutnya. "Kalo ga mau main, trus mau ngapain masuk sampe ke dalam sini, hm? Di bagian dalam dan semakin dalam, adalah tempat-tempat dimana kamu bisa memilih kamar dan menikmati pelayanan luar biasa." kata wanita itu lagi dengan gaya bicaranya yang bikin Arlen ingin sekali kabur.

"Pelayanan luar biasa?"

"Duh, ganteng-ganteng tapi masih polos gini ya.." Wanita itu cekikikan. "Di sini adalah tempat dimana kamu bisa meluapkan hasrat terbesarmu dengan wanita-wanita cantik. Asal kamu tau ya, sebagian dari mereka adalah model."

"Model?"

"Ya, tapi bayaran untuk dilayani oleh model tentu berbeda ya, ganteng." Wanita itu kembali mengulurkan tangannya menyentuh bagian depan jas Arlen, yang langsung disentak oleh Arlen seolah tangan wanita itu adalah kalajengking beracun ganas.

Jantungnya berdegup cepat. Bukan karena gugup ingin memilih salah satu kamar dari pelayanan luar biasa itu. Melainkan karena ada rasa ragu, khawatir, takut kalau pesan yang membawanya ke tempat ini akan memberikannya fakta yang tidak ingin dia terima.

Arlen mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan sebuah poto kepada wanita itu.

"Apa...model ini juga ada di sini?" tanya Arlen.

Oh, dia sangat berharap dan mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua poto dan vidio yang diterimanya hanyalah editan belaka.

Tapi semua keyakinan itu kandas tergerus dengan satu kalimat wanita itu.

"Tentu saja, dia yang paling laris!" Wanita itu menjawab dengan bangga.

Jantungnya kembali ditikam berkali-kali. Sakit sekali.

"Kalau mau, kamu harus tunggu...yah...sekitar satu jam lagi. Biasanya tamu kalau dilayani Miranda, ga cukup cuma tiga puluh menit. Mereka selalu minta tanpa ronde." Lanjut wanita itu dengan kelakarnya yang renyah.

"Dimana...kamarnya?" tanya Arlen dengan nada yang ditahannya untuk tidak berteriak.

"Kamar nomer empat, tapi kamu harus...hei! Tunggu!"

Arlen tidak lagi peduli dengan wanita tadi yang mengejarnya dengan susah lantaran hak tinggi yang dipakainya.

Ia terus melangkah cepat menuju kamar dengan pintu yang tertera angka 4 disana.

Suara-suara desahan dan suara-suara menjijikan lainnya mengisi sepanjang lorong. Suara-suara yang keluar dari kamar-kamar yang ada di sana.

Awalnya Arlen hanya menggedornya. Tapi tidak ada sahutan. Dia terus menggedor sampai dia mendengar suara perempuan menyahut tapi seperti sedang berlari. Dan suara itu adalah suara Miranda!

Tanpa pikir panjang lagi, Arlen langsung mendobraknya, dengan dua kali dobrakan pintu dari kamar nomer empat itu pun roboh.

Dia disana! Kekasihnya ada di atas tubuh pria buncit tanpa sehelai benang, terlihat sedang menggoyangkan pinggulnya ketika Arlen merobohkan pintu.

Miranda langsung loncat, mencari bantal yang paling dekat dengannya untuk menutupi bagian depan tubuhnya. Pria buncit yang sedang 'dilayani' itu pun juga tergugup mencari bantal untuk menutupi sebagian kecil tubuhnya yang masih berdiri.

"Sialan! Siapa kamu?!" Bentak pria buncit itu.

Arlen tidak menjawab. Tatapannya hanya tertuju pada Miranda yang terlihat mengenaskan dimatanya.

"Kamu aku hormati sebagai seorang wanita." kata Arlen tajam kepada Miranda. "Tapi rupanya kamu lebih memilih menjadi wanita seperti ini."

"Arlen aku..."

"Jangan panggil namaku dengan mulutmu. Kamu ga pantas memanggil namaku."

"Lalu siapa yang pantas memanggilmu? Pelakor itu?" Miranda bahkan masih bisa-bisanya bersikap arogan.

"Dia bukan pelakor. Kalila adalah istriku!" Arlen menjawab tegas.

"Mulai detik ini, hubungan kita berakhir." Ujar Arlen.

"Berakhir? Engga...engga... dengerin penjelasan aku dulu, Ar, aku..."

"Kamu apa? Mau membela diri dengan metode apa? Apa kamu ga lihat dirimu sekarang sangat...menjijikan?"

"Arlen please..."

"Jangan sebut namaku!" Arlen membentak.

"Hei, jangan bentak-bentak Mirandaku!" Pria buncit itu mencoba membela Miranda.

"Wah, lihat, pelangganmu sudah memilikimu."

Miranda menggeleng. Air matanya menetes tapi tidak menimbulkan simpatik apa pun dalam dada Arlen.

"Seharusnya kamu tanya aku, kenapa aku sampai begini?" kata Miranda dengan suaranya yang parau.

Pria buncit itu berdiri, bahkan melepaskan bantal yang menutupi pedangnya yang sudah loyo hingga Arlen terpaksa memalingkan wajahnya dari pemandangan menjijikan itu. Pria buncit itu menyampirkan selimut pada tubuh Miranda yang sejak tadi hanya ditutupi bantal bagian depan saja.

"Aku begini karena kamu!" ucap Miranda tanpa Arlen bertanya.

"Aku?"

"Selama bertahun-tahun kita pacaran, ga pernah sekali pun kamu menyentuh aku! Mencium ku pun kamu selalu ga mau. Aku bosan! Lalu ditambah wanita ular itu yang malah menikah denganmu! Lalu aku harus menunggu satu tahun lagi?!"

Alih-alih merasa menyesal, Arlen justru menampilkan senyuman miring kepada Miranda.

"Aku selalu menghormati dan menghargai kehormatan seorang wanita. Tapi sepertinya, aku salah orang. Kamu rupanya lebih bangga menjadi wanita yang hancur kehormatannya."

"Lalu apa bedanya dengan Kalila?! Dia menikahimu karena uang!" Balas Miranda. "Asal kamu tau, jika bukan karena kamu seorang pewaris, sudah sejak lama aku meninggalkanmu!"

Arlen terkelu mendengar ucapan itu. Fakta itu lebih menyakitkan dari pada kenyataan Miranda adalah wanita bayaran di club ini.

"Kamu pikir aku bertahan karena cinta? Hahaha!" Air mata wanita itu sudah lenyap entah kemana. "Aku bertahan karena uang! Begitu pun dengan Kalila!"

.

.

.

Bersambung

1
Kiky Mungil
Yuk bisa yuk kasih like, komen, dan ratingnya untuk author biar tetep semangat update walaupun hidup lagi lelah lelahnya 😁

terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️

Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Ana Natalia
mengapa selagi seru2nya membaca terputus ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!