NovelToon NovelToon
Reina: Become Trouble Maker

Reina: Become Trouble Maker

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Pembaca Pikiran
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.

Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Althea melangkah masuk ke ruang makan dengan senyum yang sengaja dibuat semanis mungkin. Dia melihat Leon sedang membaca koran di meja sambil menyeruput kopi hitamnya, sementara Reina sibuk memotong buah untuk sarapan.

“Selamat pagi, Ayah,” sapa Althea dengan nada lembut, menyisipkan sedikit nada manja. Dia sengaja berdiri di dekat Leon, berharap mendapatkan perhatian.

Leon hanya melirik sekilas tanpa banyak ekspresi. “Hmm,” gumamnya lalu dia kembali pada korannya.

Tak mau menyerah, Althea mencoba mendekat lagi. Kali ini dia membawa sepotong roti, lalu menaruhnya di piring Leon. “Aku bikinin roti untuk Ayah. Ayah pasti suka, kan?”

Reina yang mendengar itu hanya melirik sekilas dan kembali pada pekerjaannya, tidak peduli dengan tingkah Althea yang menurutnya tak tahu malu.

Leon mendongak perlahan, netra hijaunya menatap roti itu lalu menatap Althea. “Kau yakin ini roti buatanmu? Apa jangan-jangan kau beli di toko sebelah dan bilang itu buatanmu?” ucap Leon sarkastis.

“Ayah! Kok bilangnya gitu, sih? Aku serius, loh!” Althea memasang wajah memelas mencoba mencari simpati.

Leon meletakkan korannya dan menatapnya dingin. “Dengar, Althea. Kalau kau benar-benar ingin melakukan sesuatu yang berguna, berhenti berpura-pura. Kau tahu apa yang lebih aku butuhkan? Seseorang yang mau membantu Reina, bukan menambah pekerjaannya.”

“Ayah… aku kan cuma ingin menyenangkan Ayah,” gumam Althea dengan nada terluka.

Leon terkekeh pelan, namun nadanya penuh ejekan. “Menyenangkan? Menyenangkan siapa? Dirimu sendiri? Kau hanya ingin perhatian, Althea. Kalau kau benar-benar peduli, kau sudah membantu tanpa diminta. Sayangnya, kau terlalu sibuk memikirkan dirimu sendiri.”

Althea terdiam, merasa wajahnya memanas karena malu. Dia tidak menyangka Leon akan berbicara setajam itu di depan Reina.

“Kalau kau hanya ingin cari perhatian, cari di tempat lain. Aku tidak punya waktu untuk drama pagi-pagi,” tambah Leon dengan tegas, lalu kembali pada korannya.

Reina yang sejak tadi diam akhirnya mendekati Althea, menepuk pundaknya dengan senyum tipis yang penuh sindiran. “Kau dengar itu? Ayah benar. Kau terlalu banyak berpura-pura.”

Althea hanya bisa menggigit bibirnya, menahan air mata, lalu pergi meninggalkan meja makan.

Ruang makan di kediaman Leon dipenuhi keheningan yang terasa berat. Althea duduk dengan ekspresi murung, mengaduk-aduk sarapannya tanpa semangat. Ada kekecewaan yang jelas di matanya karena Leon tetap dingin dan seolah tak peduli dengan keberadaannya.

Di sisi lain, Reina justru terlihat santai. Ia memecah kesunyian dengan nada ceria yang terdengar palsu, “Ayah,” panggilnya, menarik perhatian Leon. Pria itu hanya melirik sekilas, tidak sepenuhnya tertarik.

“Aku dengar ada keributan di pusat kota,” lanjut Reina, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.

Leon, tanpa mengubah ekspresi dinginnya, menanggapi dengan sarkasme khasnya, “Telingamu berguna juga, ternyata.” Ia mengambil secangkir kopi dan menyeruputnya perlahan sebelum menambahkan, “Benar. Kejadiannya dua tahun lalu. Kalau kau penasaran, seseorang sedang mencari wanita yang kabur dari rumah saat itu.”

Di ujung meja, Arina yang duduk di hadapan Althea tampak gelisah. Tangannya sedikit gemetar saat meraih gelas air. Ia mencoba menyembunyikan kegugupannya, tetapi tidak berhasil sepenuhnya.

Reina, tanpa melewatkan perubahan ekspresi Arina, menyeringai kecil sebelum melanjutkan, “Oh, jadi, siapa orang yang berhasil mengalahkan ketua gangster malam itu? Kudengar, pria itu sampai kehilangan pendengarannya setelah kejadian itu.”

Leon hanya menghela napas pendek, matanya tetap dingin saat ia menjawab singkat, “Jangan mengusikku, Reina. Aku hanya kebetulan lewat dan mereka menghadang.”

Reina memiringkan kepalanya dengan senyum lebar yang jelas mengisyaratkan ejekan. “Wah~ Jadi, orang itu Ayah, ya? Hebat sekali! Aku tidak menyangka Ayah punya bakat tersembunyi menjadi pahlawan kota.”

Leon mendengus sinis, menatap Reina dengan tatapan tajam. “Pahlawan? Jangan terlalu memujiku. Aku hanya tidak suka orang bodoh menghalangi jalanku.”

"Jadi, Ayah menghajar mereka? Wah~ Keren! Kenapa tidak memakai bom molotov saja, Yah? Kan lebih efisien."

"Aku hanya khawatir, orang yang membuat keributan itu akan berteriak histeris dan membuatku masuk penjara sekali lagi. Kau tidak ingin aku masuk penjara untuk kedua kalinya, kan?" Sinis Leon, namun tatapan matanya tak lepas dari Arina.

Arina mencoba tersenyum untuk menutupi ketegangannya, tapi Reina segera berbalik padanya, tatapannya tajam seperti ingin menusuk. “Oh, Tante, kau terlihat pucat. Kau tidak sedang kabur dari rumah orang lain, kan?” sindir Reina dengan nada manis tapi menusuk.

Althea yang mendengar itu hanya bisa mendesah pelan, tidak tahu harus memihak siapa, sementara Leon kembali menyeruput kopinya dengan santai, seolah kekacauan ini adalah rutinitas biasa baginya.

“Jadi, Ayah,” ujar Reina dengan nada serius yang hampir terdengar tulus, membuat Leon mengangkat alis penuh waspada. “Kurasa alat bantu dengarmu itu sebaiknya diganti. Mungkin sesuatu yang lebih elegan dan modern… sekalian tahan air. Siapa tahu kau harus berenang sambil mendengar omelan orang.”

Leon menatapnya dengan dingin, jelas-jelas menangkap nada sarkastis di balik “kepeduliannya.” “Oh, ide bagus,” balasnya datar, “tapi jangan repot-repot. Kalau alat ini rusak, aku bisa selalu meminjam telingamu. Toh, kau tak pernah menggunakan otakmu.”

Reina tersenyum tipis, tidak terganggu sedikit pun. “Benar juga. Tapi, aku tetap ingin mengantarmu untuk memilih. Sekalian belajar sesuatu yang penting—seperti cara melempar granat dengan presisi.”

Leon menyipitkan matanya, bibirnya melengkung membentuk senyuman sarkastis. “Kau dan granat? Kurasa kau akan lebih berbahaya melemparkan piring ke kepalamu sendiri.”

Reina terkekeh kecil, senyumnya melebar. “Atau mungkin ke kepala seseorang yang lupa memuji kecerdasanku.”

“Kalau begitu, aku akan memesan helm khusus untuk melindungi diri. Kau tahu, aku ini berharga,” balas Leon dengan nada datar yang penuh ironi, lalu kembali menyeruput kopinya dengan santai.

Althea yang duduk di ujung meja hanya bisa menatap keduanya dengan ekspresi bingung dan canggung. Dia mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya dengan memainkan sendok di piringnya, berharap bisa menghilang dari situasi tersebut. Dalam hati, dia bertanya-tanya bagaimana mungkin dua orang bisa saling menghina dengan santai, tetapi tetap terlihat seperti menikmati percakapan itu.

“Uh… apakah kalian berdua selalu begini?” gumam Althea akhirnya, mencoba memecah ketegangan yang justru makin terasa.

Reina melirik adiknya dengan senyum tipis. “Tidak selalu. Kadang aku mengalah kalau Ayah lagi bad mood. Tapi itu jarang terjadi, kok. Biasanya aku menang.”

Leon mendengus, menatap Althea dengan pandangan datar. “Anak ini suka bermimpi besar. Biarkan saja.”

Sementara itu, Arina memutar bola matanya dengan frustrasi. Dia meletakkan garpunya dengan kasar ke atas piring, suaranya menggema di ruang makan. “Kalian ini selalu ribut. Tidak bisakah makan pagi ini berlalu tanpa drama?”

Reina hanya menatapnya sebentar sebelum terkekeh pelan. “Oh, Tante, ini bukan drama. Ini hanya percakapan biasa antara Ayah dan aku. Kalau menurutmu ini drama, mungkin kau terlalu sering menonton sinetron murahan.”

Arina terdiam, wajahnya memerah, tapi tidak berani membalas. Dia hanya menggerutu pelan sambil kembali ke makanannya, sementara Leon kembali menyeruput kopinya dengan tenang seolah tidak ada yang terjadi. Althea, di sisi lain, hanya bisa menghela napas kecil, memutuskan untuk tetap diam agar tidak terjebak dalam api sarkasme antara ayah dan kakak tirinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!