Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Karina dipaksa menikah dengan pria bernama Victor Stuart. Anak dari sahabat kakeknya. Pria dingin yang selalu berusaha mengekangnya.
Selama pernikahan, Karina tidak pernah merasa jika Victor mencintainya. Pria itu seperti bersikap layaknya seseorang yang mendapat titipan agar selalu menjaganya, tanpa menyentuhnya. Karina merasa bosan, sehingga ia mengajukan perceraian secara berulang. Namun, Victor selalu menolak dengan tegas permintaannya.
"Sampai kapan pun, kita tidak akan bercerai, Karina. Hak untuk bercerai ada di tanganku, dan aku tidak akan pernah menjatuhkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diantar
****
Setelah dua hari berlalu, kakek Karina akhirnya dimakamkan. Selama itu pula, Victor tidak banyak bicara dengan Karina. Hanya beberapa kali dan itu bisa Karina hitung.
Karina tentu mengerti apa yang telah membuat Victor menjauh darinya. Itu sudah pasti karena Edward yang terus berada di sampingnya sampai detik ini. Sejujurnya, Karina juga merasa terganggu dan tidak nyaman, tetapi Edward seakan terus menempel padanya.
"Edward ...." Panggil Karina, saat mereka sudah pergi meninggalkan pemakaman paling akhir di antara yang lainnya.
"Ada apa, Karina?"
Sebelum menjawab, Karina perlahan melepaskan tangan Edward yang merangkul bahunya. Dari raut wajah pria itu, Karina tahu jika Edward sedikit kecewa. Akan tetapi, Karina tidak bisa membiarkan Edward terus menempel padanya. Apalagi setelah ini ia akan kembali ke rumah. Karina takut, Edward justru bisa bertemu dengan Victor.
"Aku memang tengah berduka sekarang. Aku juga masih merasa terluka atas kepergian kakekku secara mendadak. Tetapi boleh, kah aku meminta tolong padamu?" tanya Karina, dengan harapan penuh pria itu akan mengiyakan permintaannya.
"Permintaan apa? Jika kau ingin aku mengantarkanmu pulang, tentu aku bisa melakukannya. Tanpa kau minta pun, aku akan melakukannya, Karina."
Karina menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan itu Edward."
"Lalu, apa yang kau inginkan dariku?"
"Aku ingin kau membiarkanku sendiri untuk saat ini. Maafkan aku, Edward. Tetapi, aku benar-benar sedang ingin menyendiri. Aku baik-baik saja, tapi aku membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, Edward."
Alih-alih marah, tanpa Karina duga Edward justru meraih kedua tangannya. Menggenggamnya dengan erat, kemudian kedua mata pria itu menatapnya dengan lekat.
"Aku mengerti perasaanmu, Karina. Jadi, aku tidak akan memaksa. Aku tahu, kau pasti membutuhkan waktu menyendiri. Tapi, selama kau menyendiri, apakah aku boleh mengunjungimu sesekali?"
Karina menggelengkan kembali kepalanya. "Jangan dulu, Edward. Tunggu sampai aku benar-benar mengizinkanmu kembali. Kau tidak masalah, kan?"
Karina merasa was-was saat Edward terdiam dalam beberapa menit. Ada jeda di antara mereka yang menyebabkan Karina merasa tidak enak hati. Akan tetapi, saat bibir Edward tersenyum, Karina menyadari jika Edward telah menyetujui permintaannya.
"Ya, aku akan menunggumu menghubungiku lebih dulu, Karina."
"Kau tidak marah padaku, kan?"
"Tentu saja. Untuk apa aku marah?"
Karina merasa lega. Perempuan itu lantas memeluk tubuh Edward, dan mengeratkan pelukannya. Ia senang, Edward tidak memberikan banyak penawaran padanya. Meskipun tanpa Karina sadari jika jauh di dalam lubuk hati Edward, pria itu tidak suka jika Karina berani mengatur hidupnya.
"Sebelum berpisah, aku ingin mengantarkanmu ke rumah. Bagaimana?"
Karina ingin sekali menolak, tetapi ia takut jika Edward justru akan berakhir dengan mencurigai sesuatu. Jadi, tidak ada jawaban lain selain Karina menganggukkan kepalanya. Menyetujui permintaan terakhir Edward.
****
Victor pulang lebih dulu dari Karina. Jadi, saat perempuan itu diantarkan oleh Edward, Victor memperhatikannya lewat gorden di dalam kamarnya yang sedikit terbuka. Saat Edward memeluk tubuh Karina, rasa tidak terima Victor begitu pekat.
Segera pria itu menarik diri dari sana, kemudian ia memutuskan untuk duduk di samping ranjang. Membiarkan Karina masuk ke dalam rumahnya tanpa ia sambut. Untuk saat ini, Victor hanya ingin membiarkan perempuan itu terlebih dahulu.
Namun, saat Victor sedang tengah sibuk dengan ponselnya, kamarnya diketuk. Pria itu mendongak sekilas, kemudian mempersilakan Karina untuk masuk ke dalam. Dalam beberapa detik, Karina berhasil masuk ke dalam. Berjalan perlahan mendekati Victor yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Aku minta maaf karena telah membiarkan Edward untuk mengantarkanku pulang. Aku tadinya sempat menolak, tapi dia memaksaku," ujar Karina, merasa sangat bersalah.
"Kenapa meminta maaf? Dia kekasihmu. Bukankah hal yang wajar ketika dia ada di sampingmu saat kau sedang berduka?" ujar Victor dengan wajah yang mendongak ke arah Karina sekarang.
Meskipun tidak masalah, tetapi Karina merasa jika Victor mengatakannya setengah hati. Pria itu pasti merasa terganggu, tetapi ia tidak bisa berkata apa-apa karena sejak awal Karina selalu bersikap keras kepala kepadanya.
"Aku merasa tidak enak hati. Setidaknya aku sudah mengatakannya padamu sekarang."
"Aku tidak masalah. Jangan khawatir, Karina."
"Ya, aku hanya menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita. Apalagi statusmu adalah suamiku."
Tiba-tiba, Victor tergelak. Membuat Karina menautkan alis, tidak mengerti dengan respon mendadak dari pria itu. Seolah apa yang ia katakan adalah kesalahan. Padahal, Karina mengatakannya dengan sangat serius.
"Jika kau merasa tidak enak hati, kenapa kau hanya diam saat dia berada di sampingmu?"
"Itu bukan keinginanku."
"Lalu, apakah kau harus pasrah seolah kau menikmatinya?"
"Ma-maksudmu?"
"Jika kau merasa kau adalah istri dari seseorang, lantas kenapa kau membiarkannya?" Victor berdiri dari posisinya. Menatap kedua mata Karina dengan intens.
Sementara Karina hanya bisa terdiam dengan kedua bola matanya yang terasa panas. Ia ingin sekali menangis, tetapi Victor mungkin akan kembali menyalahkannya.
"Aku minta maaf jika aku salah," ujar Karina, kemudian ia perlahan memutar balik tubuhnya dan berjalan meninggalkan Victor di sana.
Victor menundukkan wajahnya sekilas, kemudian pria itu kembali mengangkat wajahnya setelah sudah merasa siap dengan apa yang akan ia katakan pada Karina dalam detik itu juga.
"Apakah kau tidak pernah melihat seseorang cemburu padamu?" ucap Victor, sembari menghadapkan tubuhnya pada Karina.
Langkah Karina yang hampir melewati ambang pintu kamar pria tersebut, sontak terhenti.
"Jangan karena aku tidak pernah menyentuhmu dengan lebih, aku tidak cemburu padamu, Karina."
Karina masih terdiam di tempatnya. Seolah apa yang ia dengar hanya lah sebuah gurauan semata. Padahal sudah jelas ia menginginkan kalimat tersebut ke luar dari dalam mulut Victor cukup lama.
"Aku cemburu. Aku cemburu ketika Edward merangkulmu. Menenangkanmu dan ...." Victor menggantung perkataannya dalam beberapa detik sembari menarik napas dalamnya.
"Mencium keningmu." sambungnya.
****
tapi Karina bukan sbg wanita pertama baginya 😌😌😌
Oh iya mampir yuk dikarya baruku judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏.
💗