Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Ditinggalkan Begitu Saja.
“Pak Dirga.”
Gista sedikit tersentak ketika melihat Dirga berjalan masuk ke dalam unit apartemen. Sementara gadis itu sedang berkutat di balik meja dapur untuk membuat makan malam.
“Kamu bekerja shift pagi di kafe, dan tidak memberitahu saya?” Tanya pria itu setelah berada di meja makan. Ia berdiri sembari bersedekap dada.
Dahi Gista berkerut halus. Ia merasa sedikit aneh. Dirga selain bisa membaca isi pikirannya, juga tau apa yang di lakukan gadis itu.
Ah ya. Pria itu pemilik kafe. Pasti sudah tau mengenai jadwal kerja bawahannya.
“Saya pikir tidak penting, pak.” Ucap Gista dengan tenang.
Ia kemudian memutar badan, untuk mencuci sayuran.
“Sepertinya kamu sangat menikmati hari tanpa kehadiran saya, Anggista?”
Tanpa sengaja Gista menjatuhkan sayur di tangannya kedalam wastafel, ketika Dirga tiba - tiba memeluknya pinggangnya dari belakang.
“P-pak. Apa yang bapak lakukan?” Gadis itu meronta. Berusaha melepaskan diri dari belitan tangan pria tampan itu.
“Kenapa? Bukannya sudah saya katakan, biasakan diri kamu, Anggista.” Dirga semakin mengeratkan pelukannya. Pria itu menumpangkan dagu pada bahu Gista. Mengidu aroma tubuh gadis yang sudah menjadi candu untuknya.
“Kita baru sehari berpisah, pak.” Ucap Gista kemudian. Ia menghela nafas, kemudian memungut kembali sayuran yang jatuh di dalam bak pencuci piring itu.
“Lalu kamu mau kita berpisah berapa lama?” Tanya Dirga yang masih menempel pada gadis itu.
“Pak Dirga mau makan malam disini atau mau pergi lagi?” Gista tak menanggapi pertanyaan Dirga. Ia justru mengucapkan kalimat lain.
“Apa kamu berharap saya pergi lagi?” Tanya pria itu.
Gista kembali menghela nafas. Sepertinya ia tidak akan menang berbicara dengan pria itu.
“Bukan begitu, pak. ‘Kan biasanya pak Dirga pergi ke kafe. Siapa tau saja malam ini—
“Malam ini saya tidak akan kemana - mana.” Potong Dirga dengan cepat. Ia lantas melepaskan gadis itu.
“Saya akan mandi dulu.” Imbuhnya, kemudian pergi meninggalkan dapur.
Gista berdecak kesal. Ia pun menambah porsi bahan makanan yang akan di masaknya.
Setengah jam kemudian, Dirga baru selesai membersihkan diri. Karena tidak akan pergi ke kafe, pria itu memilih menggunakan baju kaos tanpa lengan, serta celana pendek.
Pria itu lalu kembali turun untuk makan malam. Langkah kaki Dirga melambat ketika melihat Gista sedang sibuk menata makanan di atas meja.
Pemandangan yang tidak pernah ia lihat saat masih menikah dengan Ellena dulu. Wanita itu tidak mau memasak. Memilih memesan dari restoran bawah, atau mereka pergi makan malam di luar.
Dirga mencebik, menggeleng pelan untuk menghilangkan bayangan mantan istri yang terlintas di benaknya.
“Kamu masak apa?” Tanya Dirga sembari menarik salah satu kursi lalu menempatinya.
“Steak ayam dengan tumisan sayur dan kentang goreng, pak.” Gista mengambilkan piring di hadapan Dirga, lalu mengisi dengan satu potong daging ayam yang sudah di panggang dan masih mengepulkan asap.
“Saya tidak suka buncis.” Ucap Dirga saat melihat Gista hendak mengambil tumisan sayur.
Gadis itu mengangguk pelan. Kemudian memisahkan potongan buncis dan meletakkan pada piring miliknya.
Pantas saja sebelumnya ia tidak menemukan sayuran itu di dalam kulkas, ternyata Dirga tidak menyukainya.
“Maaf, pak. Saya tidak tau jika pak Dirga tidak suka buncis.” Ucapnya sembari meletakan piring yang telah terisi di hadapan pria itu.
“Kenapa kamu minta maaf?” Tanya pria itu.
“Karena saya membelinya. Padahal sebelumnya sayur itu tidak ada di dalam kulkas.” Jelas Gista.
“Tidak masalah. Sekarang, apartemen ini juga sudah menjadi tempat tinggal kamu. Lakukan apa saja yang kamu suka. Saya tidak keberatan, selama itu tidak merusak tempat ini.” Ucap Dirga yang kemudian memotong daging ayam miliknya.
Gista menanggapi dengan senyuman tipis. Andai ia tidak tau kenyataan, jika Dirga memiliki kekasih, mungkin saja saat ini gadis itu akan merasa sangat tersanjung dengan ucapan pria itu.
\~\~\~
Setelah makan malam, Dirga melarang Gista masuk ke dalam kamar gadis itu. Ia mengajaknya duduk berdua di atas sofa ruang tamu.
Seperti sepasang kekasih sungguhan, Dirga duduk bersandar pada sandaran sofa, dengan memeluk Gista yang merebah pada tubuh pria itu.
“Bagaimana kabar ayah kamu, Anggista?” Tanya Dirga sembari mengusap kepala gadis itu dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk berselancar di atas layar ponsel.
“Berkat bantuan pak Dirga, bapak saya masih sehat sampai hari ini.” Jawab Gista, ia kemudian mendongak menatap wajah tampan pria itu.
“Terima kasih, pak. Andai waktu itu pak Dirga benar - benar tidak mau membantu saya, mungkin hari ini saya juga sudah di dunia lain.” Imbuh gadis itu.
Dirga menyunggingkan sudut bibirnya. Ia menyimpan ponsel di dalam saku celana. Kemudian mencubit hidung gadis itu.
Gista memekik pelan, kemudian mengusap hidungnya yang terasa sedikit perih.
“Kamu terlalu berani menawarkan diri pada pria duda seperti saya, Anggista.” Ucap Dirga.
“Tidak ada cara lain, yang saya pikirkan hanya keselamatan bapak saya saja.” Cicit Gista kemudian.
“Kamu memang putri yang berbakti. Demi ayah, rela mengorbankan masa depan kamu.” Puji Dirga dengan tulus.
“Karena hanya beliau yang saya punya, pak.”
“Lalu ibu kamu?”
Gista menggelengkan kepalanya pelan.
“Sudah meninggal?” Tanya Dirga.
“Menikah lagi dengan pria yang lebih kaya.”
Seketika Dirga menutup mulutnya. Ia merasa iba dengan nasib gadis itu.
Ditinggalkan oleh ibu yang telah melahirkan demi menikah dengan pria kaya. Mirip dengan kisah dirinya, yang di selingkuhi oleh Ellena dulu. Hanya saja mereka belum punya anak.
“Apa kamu membenci ibumu?” Tanya Dirga kemudian.
Gista tidak langsung menjawab. Ia kembali mendongak, lantas mengedikan bahu pelan.
“Saya tidak tau, pak. Saya marah, sakit hati, kecewa. Tetapi saya tidak bisa membencinya, pak.” Ucap gadis itu.
Dirga mengangguk paham. Ia kembali mengusap kepala Gista penuh kasih sayang.
“Ayo.” Dirga mengangkat tubuh gadis itu ke dalam gendongannya, seperti induk koala.
“Kemana, pak?” Tanya Gista berpura - pura.
Dirga mencebikkan bibirnya. Gista pun melingkarkan kedua lengannya pada leher pria itu.
“Ranjang saya dingin tanpa kehadiran kamu.” Ucap pria itu sembari menapaki anak tangga.
“Wajah serius seperti bapak tidak cocok menggombal.” Tukas Gista.
“Saya tidak menggombal, Anggista.”
Gista mencebik. “Siapa suruh tidak pulang kemari?”
“Setiap akhir pekan saya harus pulang ke rumah orang tua, untuk berkumpul bersama mereka.” Jelas Dirga.
Dengan sedikit kesusahan ia membuka pintu kamar, melangkah masuk lalu menutup kembali dengan kakinya.
Pria itu menjatuhkan tubuh Gista dengan pelan di atas ranjang.
“Saya sudah memberikan kamu kartu tanpa batas. Besok pergi berbelanja, dan beli baju tidur yang lebih memanjakan mata saya.” Ucap Dirga sembari mengukung tubuh gadis itu.
“Baju tidur seperti apa yang bisa memanjakan mata bapak?” Tanya Gista polos.
“Kamu cari tau sendiri.”
Dirga membungkuk, membenamkan wajahnya pada cerukan leher gadis itu. Membuat Gista mengelinjang seperti cacing kepanasan.
“Saya suka aroma sabun mandi kamu.” Bisik Dirga.
“Terima kasih—
Ucapan Gista terinterupsi oleh dering ponsel di saku celana Dirga. Pria itu menggeram pelan. Kemudian merogoh benda pipih itu.
“Dianna.” Gumam Dirga sembari bangkit dari atas tubuh Gista.
Gadis itu tidak bersuara, ia hanya diam mengamati.
“Aku akan segera datang.” Ucap Dirga, yang kemudian memutuskan panggilan.
Pria itu menatap Gista dengan tatapan yang sulit di artikan. Setelahnya pergi ke ruang ganti.
“Kamu mau kemana?” Tanya Dirga saat keluar dari ruang ganti dan mendapati Gista beranjak dari ranjangnya.
Pria itu sudah berganti pakaian. Memakai celana panjang, kaos putih dan jaket kulit.
“Saya akan ke kamar bawah, pak.” Ucap Gista.
Dirga menarik lengan gadis itu, membuat tubuh mereka menempel.
“Tunggu saya disini. Saya akan segera kembali.” Ucapnya kemudian mengecup bibir Gista.
Gadis itu mengangguk patuh. Dirga pun melepaskan, dan bergegas pergi keluar dari kamar.
Ia menatap nanar tubuh Dirga yang menghilang di balik pintu yang kembali tertutup rapat.
Gista di tinggalkan begitu saja setelah Dirga mendapatkan panggilan telepon dari Dianna.
“Ingat statusmu, Anggista.” Gumam Gista sembari menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang.
...****************...
semoga kamu bisa cepet bayar utang ke Dirga
pergi dan carilah kebahagiaan kamu sendiri
syukur2 Dirga merana di tinggal kamu
tetap semangat ya gistaaaa💪😊