Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Jadi Wanita Itu Dianna?
Renatta sengaja mengundang orang terdekatnya untuk makan malam bersama, ketika ia dan Richard sudah kembali dari bulan madu.
Tujuan utamanya adalah untuk membagikan buah tangan yang ia beli. Mengumpulkan para orang terkasih di satu tempat adalah cara paling mudah.
Dan Picnic Dinner — makan malam di halaman rumah menjadi tema yang Renatta pilih. Ia pun meminta sang suami untuk menyewa jasa seorang koki dari hotel berbintang lima.
“Ayo, Ta.” Renatta mengandeng lengan Gista menuju meja makan. Yang terletak di tengah halaman itu.
Tak jauh dari meja makan, seorang koki sedang mengolah bahan makanan, di temani dengan dua asistennya.
Richard dan keluarga Setiawan mengikuti dari belakang.
“Makan malam dalam rangka apa, Re? Apa ada kabar baik?” Tanya Gista pada sahabatnya itu.
Renatta mencebik. Ia tau maksud pertanyaan Gista itu.
“Kabar baik apanya? Aku masih belum siap menjadi ibu. Aku sengaja mengundang kalian makan malam, untuk membagikan oleh - oleh yang aku beli di Bali. Sekalian temu kangen. Sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini.” Renatta berucap panjang lebar.
Gista mengangguk paham.
Mereka pun tiba di meja makan. Richard menempati kursi kepala keluarga. Papa Roy di sebalah kiri pria itu, kemudian mama Dona dan terakhir Randy.
Sementara Renatta duduk di sebalah kanan sang suami. Berhadapan dengan sang papa. Dan Gista menempati kursi di samping sahabatnya itu.
Dan masih ada satu kursi kosong di samping Gista.
Diatas meja, peralatan makan dan minum sudag tertata dengan rapi.
“Maaf, aku datang terlambat.” Suara maskulin menginterupsi. Membuat para penghuni meja makan menoleh.
Deg!!
Jantung Gista tiba - tiba berdetak lebih cepat. Ia sangat hafal dengan suara itu.
Dirga berada tidak jauh dari meja makan.
“Belum terlambat kok, om.” Renatta bangkit menyambut kedatangan adik iparnya itu.
“Syukurlah kalau begitu.” Ucap Dirga terkekeh.
“Kak.” Pria itu sedikit membungkuk untuk menyapa Richard.
Mereka saling memeluk sebentar.
“Apa kabar om dan tante? Randy?” Dirga beralih pada keluarga Setiawan.
Sepertinya pria itu tidak menyadari kehadiran Gista disana.
“Kami baik, nak Dirga. Kamu apa kabar?” Papa Roy menjawab pertanyaan pria berstatus duda itu.
“Seperti yang om lihat, aku sangat sibuk karena sering menggantikan menantu om ini.” Dirga menjawab dengan nada suara yang ia buat seolah - olah sedang kesal.
Papa Roy tergelak mendengarnya.
“Makanya nak Dirga cepat menyusul, biar Rich tidak melimpahkan pekerjaannya pada nak Dirga terus.” Saran papa Roy.
“Tidak untuk saat ini, om. Aku masih ingin bersenang - senang.”
Jawaban dari Dirga seolah memperingati Gista untuk tetap menjaga hatinya agar tidak jatuh terlalu dalam pada pria itu.
“Sudah. Cepat duduk sana. Kita makan dulu. Mengobrolnya nanti saja.” Dari tempat duduknya, Richard mendorong pelan pinggang Dirga agar segera mengambil tempat.
Dirga berdecak pelan, namun ia pun menurut.
Berjalan di belakang Renatta, untuk mencapai kursi yang kosong.
“Anggista.” Gumam Dirga sangat pelan, nyaris tak terdengar.
Ia terpaku sejenak ketika melihat gadis yang duduk di samping Renatta.
“Ah iya. Om ini ada anak buahnya disini.” Ucap Renatta bergurau, sembari menyenggol lengan kiri Gista.
“Selamat malam, pak Dirga.” Sapa Gista berusaha tenang.
“Hmm.”
\~\~\~
Makan malam berjalan dengan tenang. Suara dentingan alat makan yang saling beradu di atas piring sangat mendominasi.
Sesekali, papa Roy melontarkan pertanyaan tentang bisnis dan pekerjaan pada Richard dan Dirga.
Gista hanya menyimak. Berusaha untuk tetap tenang. Walau jantungnya berdetak sangat cepat saat ini.
“Ta. Coba ini.” Renatta meletakkan potongan daging sapi di atas piring Gista.
“Enak, Re.” Ucap Gista setelah mencicipinya.
“Ta. Kamu suka kentang goreng, ‘kan?” Randy tiba - tiba bertanya.
“Iya, kak.”
Pemuda itu kemudian mengambilkan kentang goreng di hadapannya untuk Gista.
“Hemm..”
Dirga berdeham pelan. Ia kemudian meneguk air mineral di dalam gelasnya.
Gista tidak menghiraukan pria itu.
Setelah selesai menikmati makan malam, dan peralatan makan di atas meja telah bersih. Hanya tinggal piring kecil untuk kue, dan gelas jus, juga minuman anggur untuk para pria.
Renatta kemudian mengambilkan buah tangan yang sudah ia siapkan untuk orang - orang terkasihnya.
“Ini untuk papa dan mama.” Ia menyerahkan sebuah paper bag berukuran sedang kepada sang mama.
“Wah.. kamu tau saja kalau papa suka kain Bali seperti ini.” Ucap papa Roy ketika mama Dona mengintip isi dari tas itu.
“Itu pilihan Hubby, pa.” Ucap Renatta kemudian mengambil tas yang lain.
“Ini untuk kakak.” Tangannya terulur ke arah Randy.
“Aku tau kakak suka mengoleksi ukiran Bali.” Imbuh Renatta.
“Terima kasih, sayang.” Randy meletakkan tas itu diatas meja.
“Ini untuk Gista.” Renatta menyerahkan sebuah paper bag berukuran sedang untuk Gista.
“Terima kasih, Re.” Ucap Gista tanpa berniat melihat isinya. Karena ia tau, apapun yang di berikan oleh Renatta sudah pasti barang berharga.
“Sama-sama, Ta.” Renatta kemudian mengambil paper bag yang terakhir.
“Ini untuk om Dirga.” Tangan Renatta terulur di hadapan Gista.
Dirga hanya diam, mata pria itu menatap ke arah Gista. Memberi isyarat agar gadis itu mengambilkan untuknya.
Gista menghela nafas pelan, ia pun meraih tas itu. Kemudian menyerahkan pada Dirga. Tangan mereka bertemu di bawah meja.
“Terima kasih, kakak ipar.” Ucap Dirga sembari meremat pelan tangan Gista yang hendak melepas paper bag itu.
Obrolan kembali berlanjut. Papa dan mama Renatta ijin pulang lebih dulu. Meninggalkan Randy di sana bersama Richard, Renatta, Gista dan juga Dirga.
Renatta menukar tempat duduknya dengan Dirga saat obrolan para pria itu serius tentang pekerjaan.
“Jadi saat ini kamu sedang dekat dengan Dianna?”
Deg!!
Tanpa perintah kepala Gista memutar ke arah para pria di ujung meja, ketika mendengar pertanyaan Richard. Suami Renatta itu sedang menatap penuh tanya ke arah Dirga.
“Apa kalian tinggal bersama?” Tanya Richard lagi.
Dirga tidak langsung menjawab. Pria itu tiba - tiba saja memutar kepalanya ke arah Gista. Membuat gadis itu dengan cepat mengalihkan pandangannya.
“Kakak tau darimana? Menguntitku?” Tanya Dirga dengan tenang.
“Mantan istri om Dirga.” Renatta menimpali.
“Mantan istri?” Ulang Dirga dengan dahi berkerut.
Renatta mengangguk. “Iya. Kami sempat bertemu di Bali. Dia mengatakan jika om tinggal dengan seorang wanita di apartemen.” Jelas gadis itu.
“Lalu apa hubungannya dengan Dianna?” Tanya Dirga yang masih tetap tenang.
“Aku melihat unggahan Dianna di akun media sosial pribadinya. Kalian sering pergi bersama.” Richard menjawab pertanyaan adik sepupunya itu.
Richard memang aktif memantau sosial media. Selain untuk memantau perkembangan jaman, juga untuk melihat unggahan sang istri.
Dirga menghela nafas pelan. Tidak berniat menjawab pertanyaan dari sang kakak sepupu.
“Kalian sudah sama - sama dewasa. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadimu, Ga.” Ucap Richard kemudian. “Tetapi, peringatan ku masih sama. Jangan sampai ada wanita yang mengaku hamil anakmu, dan mencemari nama baik keluarga kita.”
“Kakak tenang saja. Aku sudah memikirkan dengan matang semua yang aku lakukan.”
“Jadi wanita itu Dianna?” Ulang Richard sekali lagi.
Gista meremat jemari di atas pangkuannya. Ia belum siap mendengar jawaban Dirga tentang hubungan pria itu dan Dianna.
Lebih tepatnya, gadis itu tidak ingin mendengarnya.
“Re. Aku pulang, ya.” Bisiknya pada Renatta.
“Pulang ya?” Tanya Renatta sendu.
“Kak, bisa tolong antar Gista pulang?” Tanyanya pada Randy.
Obrolan para pria itu pun terjeda begitu saja.
Dari tempatnya Randy menganggukkan kepala tanda setuju.
“Aku pesan ojek online saja, Re.” Tolak Gista. Apalagi kini Dirga menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Ini sudah malam, Ta. Biar kakak yang mengantar kamu pulang.” Ucap Randy sembari bangkit dari tempat duduknya.
“Tidak perlu, Ran. Biar kak Dirga saja yang mengantar Gista. Ada hal mengenai kafe yang ingin kakak tanyakan padanya.” Sela Dirga. Pria itu kemudian bangkit.
Randy pun mengangguk pelan.
“Ya. Bersama om Dirga juga boleh, Ta. Aman kok.” Renatta setuju.
‘Tidak aman sama sekali, Re.’ Jawab batin Gista.
...****************...
Posesif ato protektif.. 🤔🤔🤔🤔🤔
♥️♥️♥️♥️♥️