Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.
Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.
Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesanan Rahasia Bar Penyihir
“Hah? Kebakaran?”
Safira langsung mematikan ponselnya setelah mendapatkan kabar jika bank tempat dirinya bekerja kebakaran. Untungnya, dia berada di jalan raya untuk lari pagi mengisi waktu luang sehingga dengan mudah mendapatkan taksi.
Secepatnya Safira masuk ke dalam. Dirinya mengatur napas agar bisa berpikiran positif.
“Ngebut, Pak! Nanti aku arahkan tinggal lurus aja!” perintah Safira melihat jalanan yang tiba-tiba berpapasan dengan pemadam kebakaran.
“Buru-buru mau ke mana? Kalau belok ke kanan jalan ditutup karena lagi ada kebakaran. Ini infonya baru masuk.”
“Itu tujuanku ke sana.” Safira menggenggam ponselnya erat lalu menggertakkan giginya.
“Mau lihat sampai segitunya?”
Safira berdecak. “Masalahnya, yang kebakaran itu dulunya tempatku kerja! Aku nggak tau kalau ucapanku jadi kenyataan!”
"Siap, Neng!"
Laju mobil menjadi cepat menyalip setiap kendaran di depannya hingga berhenti di seperempat jalan karena macet. Safira langsung membayar dan memilih turun karena tinggal sedikit lagi. Suara sirine ambulan dan pemadam kebakaran bersahutan membuat Safira berlari ke kantornya.
Asap hitam yang mengepul dari kejauhan seakan membuat Safira takut jika kebakaran itu karena ucapannya. Setelah berada di dekat tempat kejadian, tubuh Safira bergetar seolah tidak percaya dengan apa yang dia saksikan.
“Nggak, enggak mungkin! Ini hanya kebetulan aja, kan?”
Plak!
Seseorang menampar Safira tanpa permisi orang itu menggoyang-goyangkan bahunya. “Hey, lihat sumpah kamu yang buat orang nggak bersalah ikut menderita!”
Mata Safira menatap Yohan begitu tajam lalu tangannya membalas tamparan yang sama. Dirinya mendorong bahu Yohan hingga tersungkur. “Itu semua berasal dari kamu! Seharusnya, kamu yang mati!”
Tubuh Safira mendekat ke arah Yohan untuk mencekik lehernya. Seolah gelap mata dengan apa yang dihadapinya, Safira sadar setelah seseorang memanggilnya.
Safira langsung berdiri saat dua orang berada di depannya. Mereka menunjukkan tatapan takut padanya. Safira mundur merasa dirinya seperti monster di depan Amira dan pegawai baru waktu itu.
Lantas Safira menggeleng. “Aku nggak menyesali ucapanku waktu itu! Kalian yang menyudutkan sampai semua ini terjadi! Kebakaran itu pantas kalian dapatkan sebagai teguran untuk jaga lisan dan perbuatan!”
“Kenapa bukan kalian yang menjadi korban?” Safira akhirnya meneteskan air mata dirasa terus disudutkan.
“Jaga ucapan kamu, Fir! Semua ini terjadi karena sumpah kamu,” ucap Amira yang masih tidak percaya kejadian ini bisa terjadi.
“Apa kamu seorang penyihir?”
Secepatnya, Safira menggelengkan kepala. “Bukan!”
"Terus apa ini? Mengapa bisa sampai separah ini setelah kamu bersumpah!" teriak wanita berambut pirang itu yang berusaha memukul Safira, tetapi Yohan menahannya.
"Biarkan aja."
Amira mengamuk memukuli atasannya sebagai balasan menahannya. "Kenapa kamu jadi pendiam begini?"
"Ada yang kasih teguran biar nggak ganggu Safira lagi! Sosok sangat menyeramkan!" adu Yohan ketakutan sampai tangannya gemetar.
"Arghhh! Makluk apa kamu ini, Safira?"
Dari pada mendengar kalimat menyakiti hati, Aneska memilih meninggalkan orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya lagi di hidupnya.
Tentang mimpi yang terjadi semalam, dirinya ingin menyangkut pautkan kejadian saat ini.
“Apa ini yang aku pesan?” gumam Safira lalu pergi melarikan diri.
Dirinya berlari menjauhi tempat kebakaran karena baginya kebakaran itu memang berasal dari ucapannya. Ketika lelah berlari, ponselnya muncul notifikasi.
Setelah membaca judul itu, tubuh Safira membeku serta tatapannya kosong. Kakinya mendadak lemas, tangannya berusaha menggapai tiang listrik. “Kenapa bisa terjadi?”
Safira kembali membaca berita itu. “Jasad seorang wanita ditemukan di perbukitan Korea Selatan. Setelah diselidiki potongan tangan yang ditemukan pendaki, ternyata warga Indonesia. Para polisi bekerja sama menyelidiki siapa korban pembunuhan, akhirnya membuahkan hasil. Korban tersebut merupakan milik wisatawan Indonesia yang berlibur di Korea. Diduga korban dibunuh oleh suaminya sendiri bersama istri kedua lantaran pembagian harta yang tidak adil. Pelaku masih menjadi buronan setelah melarikan dari rumah saat penangkapan.”
Seperti yang Safira lihat dari masa lalu istri Yohan, dirinya yakin jika berita itu memang berkaitan dengan mereka. “Seharusnya aku mencekiknya sampai leher itu putus!”
Masalah yang sedang terjadi tidak ingin dipikir terlalu jauh, Safira memilih pulang dari kantornya jalan kaki. “Aku nggak mau menyesali apa yang terjadi. Mereka juga harus merasakan penderitaan yang sama seperti yang aku alami!”
Ketika baru beberapa meter, Safira merasa lelah. Dirinya mengamati sekitar sambil mengatur napasnya. Matanya menyipit untuk melihat seorang wanita melamun di dekat orang menebang pohon. Safira langsung berlari saat sadar di atas pohon ada dahan besar siap jatuh. Secepatnya, Safira berlari menarik tangan wanita itu dan benar dugaan Safira, dahan besar jatuh di belakang mereka.
Orang-orang terkejut setelah sadar jika ada orang di bawah pohon. Orang-orang berbondong-bondong memastikan tidak ada yang terluka. Safira melihat wanita di depannya yang tiba-tiba pingsan dilihat dari wajahnya yang pucat, dirinya yakin ada sesuatu hal yang tidak beres.
Tangan Safira memegang wajah wanita itu yang seketika dirinya terlempar ke rumah yang asing. Terdapat ayah dan anak tengah berdebat. Safira langsung bersembunyi di balik tembok.
“Ayah mau yang terbaik buat kamu! Berhenti dari hobi kamu yang tidak menghasilkan uang sama sekali! Ayah berharap hidup kamu punya pekerjaan yang tetap, bukan balet yang nggak ada hasil sama sekali!”