Obsesi Mafia kondang pada seorang gadis yang menjadi jaminan hutang kontrak nya dengan ayah gadis tersebut.
Kisah keluarga yang saling menyakitkan namun menyembuhkan kedua nya saat bertemu. Sang kakek yang mempunyai rencana lain untuk menyatukan kedua nya, untuk mengatur Cucu nya dia butuh Gadis itu.
Tak disangka Mafia tersebut membawa gadis itu keluar dari dunia nya yang tidak baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OrchidCho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Choose
Terdiam membiarkan Hana memeluk sesukanya, suara detak jantungnya pun terdengar, namun Leon tetap diam.
"Untuk kesekian kali, terimakasih" ucap Hana yang masih memeluk Leon.
"Hm, tapi kau harus mandi dulu" lugas Leon.
Hana melepaskan pelukannya, dan mundur selangkah matanya melihat Leon.
"Apa aku begitu bau?" Sadar Hana yang mengendus tubuhnya sendiri.
"Seharian kau tidur terus, terbangun baru tadi" terang Leon.
Hana pun berbalik dan menuju kamar mandi, ia melihat wajah kacau nya di cermin, banyak luka yang setengah kering, bahkan ia melihat juga kepala nya yang ditutup kain kasa.
Sudut bibirnya pun masih terasa ada denyut perih, Hana membuka kancing kemejanya, ia baru tersadar tidak memakai brà nya. Dan tadi ia memeluk Leon begitu saja.
Sudah ia duga, Leon lah yang menggantikan pakaian nya. Kemeja putih tersebut tergeletak dibawah, Hana memutar tubuhnya melihat dirinya dicermin dari atas sampai bawah.
Dilengan nya juga ada hansaplast untuk menutup lukanya, dan beberapa titik tubuhnya nampak lebam, pergelangan kakinya nampak terlihat membekas luka nya.
"Tubuhku sangat kacau" lenguh Hana melihat dirinya, lalu ia menoleh melihat bathtub yang sudah diisi air hangat serta lilin aroma terapi.
"Tak percaya.. Dia menyiapkan ini?" Hana mengulum bibirnya tersentuh karena Leon menyiapkan ini.
...
Setelah selesai Hana pergi ke lantai bawah, ia memakai kemeja putih milik Leon lagi tanpa memakai brà nya.
"Duduklah.." Perintah Leon yang menaruh mangkuk sup dekat bubur abalone punya Hana.
Tanpa sepatah kata Hana duduk dan mengambil sendoknya, lalu mulai menyuapkan bubur. Dua hari belum kena nasi dengan lahap ia memakan bubur tersebut.
"Pelan-pelan makan nya" ujar Leon yang memakan jeruk ia lah menyiapkan sarapan untuk Hana.
Tak lama mangkuk berisi bubur abalone telah ludes habis oleh Hana.
"Ini juga rumahmu?" Tanya Hana melihat sekeliling.
"Hm" hanya dehemman dijawab Leon yang sambil memainkan ponselnya.
Baru ingin membereskan sisa makannya.
"Aku saja" Leon langsung menaruh ponselnya dan merebut mangkuk ditangan Hana.
Setelah itu Hana sibuk dengan wajahnya yang ia olesi dengan salep.
"Aku ingin meluruskan, soal perkataanmu, malam itu.. Apa sungguhan?" Tanya Leon tanpa basa-basi.
Hana menurunkan cerminnya lalu melihat ke arah Leon.
"Aku tidak ingin berhenti ditengah jalan, seperti menyesal, Aku mengerti saat itu, pikiranmu sedang kacau, jadi perkataan tersebut kau lontarkan begitu saja" lanjut Leon menjelaskan.
Hana diam mendengarkan sembari mengingat malam mencengkam itu.
"Jadi.. Aku memberikanmu kesempatan, kembali kehidupanmu semula atau ikut aku?" Leon memberikan dua pilihan pada Hana.
"Aku jelaskan lagi, kau akan jauh dari teman dan keluarga, bahkan kau bisa saja tidak akan pernah kembali lagi kesini" lagi Leon menjelaskan untuk Hana supaya tidak salah mengambil keputusan.
"Kalau Aku tidak ikut, kita tidak bisa bertemu lagi??" Tanya Hana tatapan nya lurus ke Leon.
"Bisa jadi" singkat Leon dengan jawabannya.
"Kalau ikut, kau harus mematuhi peraturan yang ku buat. Buatlah pilihan mu" lanjut Leon lagi.
"Ingat trauma akan hujan? Malam hujan saat itu ayahku menabrak ibuku hingga meninggal, itu terakhir kalinya ibu ku melihatku tapi Aku mengabaikan nya, takut, dan Aku melarikan diri. Seumur hidup Aku telah menyesal dan rasa bersalah. Tapi.. Aku tidak ingin itu terus berlarut-larut menghantuiku, Kau.. Menyelamatkan ku berkali-kali. Terkadang aku juga tidak mengerti jalan pemikiran mu yang unik" terang Hana.
Leon melihat dengan mata sipitnya, kenapa dia bercerita itu, wajah Leon tetap tidak ada reaksi.
"Iya, bawa aku.. Kurasa hanya kau yang bisa bawa aku keluar" lanjut Hana yang menatap Leon.
"Aku sudah jelaska-"
"Aku tahu.. Semuanya harus ku tinggalkan, dengan begitu Aku bisa melanjutkan hidupku kan" sela Hana pada Leon.
"Baiklah, kalau itu mau mu. Peraturan yang pertama apapun yang kau lihat jangan bertanya, jangan penasaran tentang apapun" terang Leon lagi.
"Hm" angguk Hana patuh.
"Kau akan tahu konsekuensi ikut bersama ku adalah besar, yang terjadi padamu sekarang itu belum seberapa mungkin bisa lebih parah lagi" peringat lagi Leon.
"Tetap saja, Aku ingin juga hidup seperti orang lain. Sekali saja Aku ingin bahagia" terang Hana yang sudah yakin dengan keputusannya. Mungkin dengan cara ini ia bisa bahagia, seperti orang lain, bisa berbelanja sesukanya, bepergian ketempat bagus tanpa mengkhawatirkan apapun.
Leon bangkit dari duduknya nya, kemudian teringat sesuatu.
'Dia memang belum tahu apapun tentangku' batin Leon yang berjalan menuju ruang kerjanya.
...
Diruang tengah Leon sedang fokus dengan laptop nya, sedang kan Hana asik menonton TV dengan semangkuk ice cream ditangan nya. Bahkan ia sesekali tertawa karena acara tv.
Katuk
Satu pesan masuk dari ponsel Leon, ia membukanya.
'Dimana dia? Kirim alamat nya'
Pesan masuk dari Jey, yang juga telah mengetahui hal yang menimpa Hana. Leon melirik Hana yang asik makan ice cream namun ia melihat kemeja yang dikenakan nya bahkan terlihat menerawang ia tidak memakai brà nya.
Leon menaruh laptopnya dan bangkit menuju lantai dua, Hana hanya melihat Leon yang berjalan menuju lantai dua.
Tak lama dia kembali dengan membawa paper bag lalu ia memberikannya pada Hana.
"Pakai ini" singkatnya.
Hana membukanya ternyata adalah baju serta pakaian dalam, Hana mengeluarkan brà berwarna hitam itu melihat ukuran nya.
"Ini bukan ukuranku, ini terlalu kecil" protes Hana.
"Pakai saja, nanti ada yang datang" terang Leon yang duduk disofa.
"Siapa?" Tanya Hana yang melihat ke arah Leon.
"Tapi.. Ini punya siapa?" Tanya lagi Hana.
"Aku tidak ingin dia melihat tubuh mu" ucap Leon.
Hana melihat tubuhnya yang terlihat menerawang bagian dada nya, reflek ia menutup dada nya sambil mengulum bibirnya.
Hana menurut pun mencoba memakai baju tersebut. Dibelakangnya Leon yang memerhatikan lekuk tubuh Hana yang sudah memakai baju pilihan nya.
"Ini baju siapa?" Tanya Hana melihat dirinya dicermin yang memakai baju putih panjang.
"Aku yang memilihnya, hm.. Tidak buruk" angguk Leon yang duduk di pinggir kasur.
"Apa ini temanya hantu perawan??" Lugas Hana melihat dirinya di cermin.
Tanpa memberikan jawaban Leon pun pergi, Hana melihat pintu tertutup saat Leon pergi.
Saat dilantai bawah, Hana terlihat nyaman ia bahkan melanjutkan makan ice cream nya, dilantai atas Leon membalas pesan dari Jey. Yaitu memberikan lokasi nya.
Tak lama pintu depan ada yang membuka terlihat lah Jey yang berjalan menuju ruang tengah, Hana bangkit untuk melihat siapa yang masuk.
Tanpa aba-aba Jey berjalan pasti ke arah Hana.
"Kak Jey?" Ucap Hana melihat Jey berada disini.
Jey langsung memeluk tubuh kurus Hana, yang ia lakukan hanya bisa diam saat dipeluk oleh Jey.
"Kau baik-baik saja? Aku sangat khawatir" ucap Jey yang masih memeluk Hana.
Dilantai atas Leon memantau dengan mata sipitnya, tangannya memegang pinggiran besi, bahkan wajah nya nampak terlihat dingin.