Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
IG: @Ontelicious
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Bukan Sekedar Bos
Melani duduk di kursi kayu yang menghadap taman bunga miliknya. Sinar matahari pagi menembus dedaunan, memantulkan warna-warna cerah dari kelopak bunga yang tertata sempurna.
Sambil menikmati segelas teh hijau buatannya sendiri, dia memandangi kupu-kupu yang beterbangan seperti tarian yang sudah mereka latih ribuan kali. Sekilas, suasana itu tampak seperti lukisan hidup. Tapi, di dalam hati Melani, semuanya kosong.
“Zoey,” panggil Melani pelan.
Zoey, asisten pribadinya yang selalu ada di sisinya, langsung merapat. “Iya, Nyonya?” tanyanya sopan.
“Untuk makan malam nanti bersama Vincent dan Megan, saya mau kamu siapkan koki terbaik.” Melani meletakkan cangkir teh di atas pangkuan, matanya tetap fokus ke arah taman.
“Baik, Nyonya. Akan saya atur,” jawab Zoey sambil mencatat sesuatu di ponselnya.
Melani tidak memberikan tanggapan lagi. Dia kembali mengambil cangkir teh hijaunya dan menikmati udara pagi yang wangi, membiarkan angin membawa pikirannya melayang jauh dari realitas yang menjenuhkan.
Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Baskara muncul dengan senyum lebar yang bagi Melani terasa lebih seperti senyum mengejek daripada keramahan.
“Selamat pagi, Sayang,” sapa Baskara, suaminya, dengan nada riang.
Melani hanya menjawab seadanya, tanpa niat menoleh. “Pagi.”
Baskara mendekat dan mengecup puncak kepala istrinya dengan santai, seolah-olah tidak pernah ada jarak di antara mereka. “Apa kabarmu, Sayang?” tanyanya dengan nada manis yang jelas dibuat-buat.
Melani tersenyum sinis, meski senyum itu tidak terlihat oleb Baskara. “Bagaimana bulan madumu dengan gadis itu?” tanya Melani tanpa mengubah posisi tubuhnya.
Bukannya merasa bersalah, Baskara malah tertawa kecil. Dengan santai, dia menjatuhkan tubuhnya ke kursi di sebelah Melani. “Luar biasa,” jawabnya tanpa dosa.
Melani menghela napas. Ia tidak kesal. Tidak juga marah. Jujur saja, ia sudah terlalu lama hidup tanpa peduli dengan lelaki itu.
“Naura itu gadis yang istimewa,” lanjut Baskara, nada suaranya penuh kekaguman. “Aku bahkan berpikir untuk punya anak darinya.”
Melani berhenti menyesap tehnya. Perlahan, dia meletakkan cangkir itu ke atas meja. Kepalanya menoleh, menatap suaminya yang dalam pikirannya hanya seperti benalu yang terlalu malas untuk ia cabut.
“Kamu mencintainya?” tanyanya datar tanpa emosi.
Baskara mengangguk. “Kupikir begitu.”
Melani terkekeh sinis. “Kupikir kamu lupa siapa yang mengizinkanmu menikahi gadis itu,” katanya, suaranya terdengar santai, tapi mata dinginnya menusuk. “Aku tidak keberatan kamu menikah lagi. Tapi soal anak? Itu urusan lain.”
Dahi Baskara berkerut. “Maksud kamu apa?”
Melani berdiri, merapikan gaunnya dengan gerakan anggun. “Kalau aku sampai dengar dia hamil anakmu, maka kamu akan mendengar kabar duka. Dan kamu tahu, Baskara,” katanya sambil mendekatkan wajahnya ke suaminya, “Aku tidak pernah main-main.”
Suaranya tenang, tapi setiap kata itu seperti belati yang menghujam ke ego Baskara.
Dia berbalik dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban, meninggalkan Baskara yang menegang di kursinya. Lelaki itu ingin melawan, tapi dia tak berdaya karena dia tak memiliki 'kekuatan'.
Baskara menggeram. “Sial!” makinya sambil menyambar cangkir teh bekas Melani dan melemparkannya ke lantai. Pecahan porselen berserakan, suara kerasnya menggema.
Melani yang mendengar kegaduhan dari belakangnya, hanya tersenyum kecil. Bukan senyum bahagia, melainkan senyum orang yang sudah terlalu muak untuk peduli.
Bagi Melani sudah tidak ada cinta di hatinya. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang berpura-pura. Dan dia? Dia memilih untuk berhenti percaya sejak lama.
Di dunia ini, tidak ada manusia yang benar-benar baik, pikirnya sambil melangkah ke dalam kamarnya.
......................
Setelah bersiap, sesuai rencana, Vincent dan Valeska akan pergi ke supermarket. Di depan kaca lift, Valeska melirik Vincent sekilas. Ia terpana beberapa detik.
Bosnya ... yang biasanya terlihat serius dengan setelan jas dan dasi, hari ini hanya mengenakan kaos polo putih yang membentuk tubuh atletisnya, dipadukan dengan celana jeans. Sesederhana itu, tapi aura lelaki ini malah jadi overpower. Apalagi ketika Vincent memasang kacamata hitam, kesannya jadi … wow banget.
Gila. Kalau semua bos kayak dia, siapa yang nggak rela lembur tiap hari? pikir Valeska, berusaha meredam pikiran yang bikin senyum-senyum sendiri.
Mereka berjalan menuju parkiran. Vincent memilih salah satu mobil putih yang belum pernah Valeska lihat sebelumnya. Biasanya, dia selalu menggunakan mobil hitam.
Mobilnya keren banget. Ini mobil ke berapa ya? Lima? Enam? Valeska membatin, menatap mobil itu dengan kagum.
Vincent membuka pintu mobil di sisi pengemudi, sementara Valeska dengan santai membuka pintu belakang. Tapi belum sempat masuk, suara Vincent menghentikannya.
“Lo mau duduk di belakang?” tanya Vincent sambil menaikkan alis.
“Hm?” Valeska bingung. “Iya, Pak?”
Vincent menatap pintu belakang yang terbuka. “Lo pikir gue ini sopir?”
“Oh, astaga!” Valeska buru-buru menutup pintu mobil itu dengan panik. “Maaf, Pak. Sumpah, saya nggak bermaksud begitu. Sekali lagi maaf, maaf banget!”
Vincent hanya menghela napas, lalu tertawa kecil. “Udah, udah. Masuk aja sekarang.”
Valeska langsung beringsut ke kursi depan, duduk dengan raut wajah penuh rasa bersalah. Diam-diam, dia mengutuk dirinya sendiri karena terlalu polos. Kenapa tadi gue malah buka pintu belakang? Kan jelas-jelas dia yang nyetir!
Mobil melaju pelan di jalanan kota. Sepanjang perjalanan, Valeska terus mencuri pandang ke arah Vincent. Lelaki itu tampak fokus, kedua tangannya menggenggam kemudi dengan santai.
Dia terlihat … beda.
“Ehm … Pak Vincent?” akhirnya Valeska memberanikan diri memecah keheningan.
“Ya?” Vincent menjawab tanpa menoleh.
“Saya mau minta maaf lagi,” katanya pelan. “Saya nggak tahu kalau Anda CEO di tempat Keenan kerja.”
Vincent tersenyum tipis. “Lalu?”
“Kalau tahu, mungkin saya—” Valeska menggigit bibirnya, ragu melanjutkan kalimat.
“Mungkin lo nggak akan banyak ngomong sama gue?” tebak Vincent sambil melirik sekilas.
Valeska tersipu, lalu mengangguk pelan. “Iya, kayaknya begitu, Pak.”
Vincent terkekeh. “Santai aja. Kalau lagi sama gue, lo nggak perlu lihat gue sebagai CEO. Anggap aja gue ini orang kelaparan yang lagi nunggu masakan dari lo.”
Valeska tertawa kecil, merasa sedikit lega dengan sikap santai Vincent. Tapi sebelum ia sempat menimpali, ponsel Vincent yang terletak di dashboard bergetar. Sebuah nama muncul di layar: Megan.
Valeska melirik sekilas, tapi langsung memalingkan pandangan, pura-pura sibuk dengan jendela. Vincent, di sisi lain, memasang ekspresi malas sebelum akhirnya mengangkat telepon itu.
“Hm. Ada apa?” sapanya dingin.
“Vin, nanti malam kamu jemput aku kan?” Suara perempuan di seberang terdengar manja.
Vincent menghela napas. “Kamu bisa bawa mobil sendiri, kan? Aku sibuk.”
“Tapi Tante Melani yang nyuruh kamu jemput aku. Memangnya kamu nggak baca pesannya?”
Mata Vincent menyipit. Oh, dia tahu pesan dari ibunya itu ada, tapi memang sengaja tidak dia buka.
“Kamu pergi sendiri aja,” jawab Vincent singkat.
“Vincent! Aku maunya dijemput kamu!” suara Megan meninggi, terdengar penuh tuntutan.
“Megan, jangan menyebalkan.” Suara Vincent berubah tegas, lalu dia langsung menutup telepon tanpa basa-basi.
Valeska berpura-pura tidak mendengar, tapi pikirannya sibuk menebak-nebak.
Megan? Pacarnya kali ya? Dia mengangguk sendiri. Pasti pacar. Orang kayak Pak Vincent mana mungkin single? Tapi, tadi Vincent kelihatan malas banget bicara sama Megan. Lagi berantem mungkin?
“Val,” panggil Vincent tiba-tiba, memecah lamunan Valeska.
“Ya, Pak?” jawab Valeska cepat.
“Kamu udah punya pacar?” tanyanya santai seolah itu pertanyaan biasa.
Valeska tersentak. “Hah? Saya?”
...****************...
inget,Val!! jngan mudah melunaak 😎
udah lah Val emang paling bener tuh mnyendiri dulu,sembuhin dulu semuanya smpe bner" bs brdamai dg keadaan tp engga dg manusianya😊💪
bpak mau daftar??🙂