NovelToon NovelToon
Young & Free

Young & Free

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa
Popularitas:657
Nilai: 5
Nama Author: Rucaramia

Sahabat itu cinta yang tertunda, kata Levin satu waktu berkata pada Dizza seolah konsep itu memang sudah dialami nyata oleh si pemuda. “Kau hanya perlu melihat dengan persepsi yang berbeda untuk menemukan cintamu.”
Sampai kemudian Dizza yang berpikir itu omong kosong mengalami sendiri kebenaran yang Levin katakan padanya. Dizza jatuh cinta pada Edzhar yang adalah sahabatnya.
"Memangnya boleh mencintai sahabat sendiri?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rucaramia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saksi Bisu

Hari sudah berganti malam saat Dizza menyelesaikan semua persiapan. Tadinya dia mau menyelenggarakan pesta kejutan di kediamannya Edzhar tapi karena kemungkinan besar itu agak mustahil di lakukan makanya Dizza putar otak dan mencari opsi lain. So, hasil akhirnya dia memilih untuk melakukan pesta kecil-kecilan di kediamannya sendiri. Dia sudah menghias ruang tamu mungilnya dengan balon, pita, dan juga bunga. Pokoknya tempat tinggalnya sekarang sudah seperti area pesta rumah sederhana. Meja bundar di ruang tengah sudah dia isi dengan beberapa toples berisi kue kering, piring berisi camilan yang dia hias seperti platter, beberapa kaleng bir dan tidak lupa pula dia letakan primadona utamanya yakni kue berry shortcake hasil buah tangannya sejak pagi yang telah dia tancapi lilin angka. Semua sudah selesai, termasuk pula dengan dirinya yang berdandan sedikit khusus untuk hari ini.

“Semua akan sempurna saat Edzhar datang,” ujar Dizza kepada dirinya sendiri. Dia sedikit bersandar pada dinding puas melihat hasil karyanya sendiri. Dizza tersenyum geli mengingat keputusan impulsive yang dia ambil selepas Levin pergi. Ya, berkat laki-laki itu dia jadi terpikirkan opsi lebih baik ketimbang menghias kediaman orang lain yang belum tentu pula sempat dia kerjakan sendiri. Tapi kalau begini, tidak ada yang akan Dizza sesali karena persiapan pestanya sudah sangat sempurna.

Dizza telah mengirimkan pesan kepada Edzhar, tinggal menunggu kedatangan pria itu saja ke rumahnya. Tetapi hingga berlalu beberapa menit, belum ada tanda-tanda keberadaan Edzhar ke rumahnya. Ponsel Dizza pun sejak tadi juga hanya diam, tidak membantu memberinya informasi apapun. Padahal yang paling dia nantikan adalah respon Edzhar setelah semua hal yang telah dia lakukan. Dizza duduk termangu, bertopang dagu sambil memandangi kue hasil karyanya. Dan tepat saat dia hendak mengambil ponselnya untuk menghubungi Edzhar lagi, ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Levin di layarnya.

“Apa?” sahut Dizza malas dan ketus tatkala dia menerima telepon dari lelaki itu.

“Kau masih punya niat menyiapkan pesta kejutan untuknya?” suara Levin langsung terdengar.

“Kalau kau berniat untuk mengatakan sesuatu yang tidak penting, sebaiknya tutup saja teleponnya,” timpal Dizza lagi dengan nada yang terdengar ketus.

Terdengar helaan napas di Seberang sana. “Aku cuma tidak ingin kau terlalu berlebihan dalam semua hal, Dizza. Maksudku seadanya saja.”

“Menurutmu mungkin berlebihan, tapi bagiku tidak,” balas Dizza lagi. “Kalau tidak mau membantu kamu tidak usah peduli. Lagipula aku tahu apa yang sedang aku lakukan.”

Lagi, Levin menghela napas. “Apa kau mengirim pesan padanya atau sudah menghubungi dia sebelumnya? Apa dia menjawabmu?”

Dizza mengerutkan kening. Apa pula yang sedang di katakan lelaki ini? kenapa dia bertanya begitu?

“Ada yang lebih kau bisa perhatikan dari itu. Kau tidak perlu harus selalu memusatkan perhatianmu padaku.” Lama tidak ada sahutan dari Levin, Dizza kembali memutuskan untuk mengatakan sesuatu. “Sekarang aku akan tutup teleponnya, Levin. Kalau kau dirasa tidak mau ikut berkontribusi jangan telepon aku lagi. Jika kau melakukannya aku tidak akan mau mengangkatnya lagi!” Tanpa menunggu sahutan dari Levin, Dizza langsung memutuskan sambungan telepon.

Hampir saja Dizza melempar ponselnya karena dia agak sebal. Dia sebal karena Levin terkesan mencoba untuk menghalangi semua hal yang dia lakukan. Entah itu afeksi atau perhatiannya terhadap Edzhar. Padahal kemarin waktu dia memintanya untuk mengantar membeli kado dia jauh lebih baik. Tapi kenapa hari ini terkesan tidak? “Dia benar-benar membuatku badmood.”

***

Merasa kesepian dengan situasi yang ada, Edzhar mendapati ponselnya kehabisan baterai. Alhasil pria itu kemudian memilih untuk men-charger handphonenya dan meraih mantel. Dia berpikir untuk menghabiskan malam di luar sampai dia merasa mengantuk. Setidaknya bila berada di luar dia tidak perlu bergelut dengan rasa kesepian sama sekali. Edzhar lantas mulai bersiap dan membawa langkahnya keluar dari kediaman yang merangkap sebagai studio seninya. Pria itu memulai perjalannya ke sebuah supermarket terdekat. Sebenarnya dia tidak menginginkan apapun, dia hanya tertarik untuk melihat-lihat saja. Tetapi siapa sangka dia malah bertemu dengan seseorang yang sangat dia kenal.

“Oh, Edzhar… halo!” sapa wanita itu.

“Selamat malam, Bu Rowenna,” timpal Edzhar dengan cara yang sopan.

Wanita itu tersenyum manis. Dia masih mengenakan pakaian formal yang sama seperti saat di kampus. Sepertinya Bu Rowenna baru pulang dan dia mampir ke supermarket untuk membeli sesuatu.

“Aku dengar kau berulang tahun hari ini,” ujar wanita itu lagi berbasa-basi. Edzhar hanya menganggukan kepala.

“Ya.”

“Kau bertambah dewasa hari ini. Selamat ulang tahun ya, kalau begitu,” kata Bu Rowenna lagi. Sekali lagi Edzhar mengangguk tetapi kali ini sambil tersenyum.

“Terima kasih banyak, Bu.”

“Jika kita diluar tolong jangan panggil ‘bu’ panggil nama saja. Lagipula aku tidak setua itu kok. Kita hanya terpaut beberapa tahun saja,” timpal wanita itu lagi. “Oh ya, apa hari ini kau sibuk?”

“Tidak terlalu.”

“Kalau begitu, boleh dong kalau misal aku minta kamu bantu aku membawakan belanjaan ini sampai ke rumah. Tidak jauh kok hanya beberapa blok dari ini dan kita bisa sambil berjalan kaki. Kebetulan aku tadi naik kendaraan umum dan hari ini jadwalnya aku belanja bulanan. Tidak keberatan kan?” jelas Rowenna panjang lebar.

Edzhar sedikit melirik belanjaan wanita itu dan dia berkata jujur. Ada satu troli yang sudah hampir penuh disisinya dan semua itu berisi keperluan pokok untuk satu bulan. Meski Edzhar sedikit aneh karena seharusnya wanita itu mempersiapkan sarana untuk keperluannya seperti ini. Tapi entahlah, Edzhar sedang tidak mau ambil pusing.

“Baiklah, saya akan membantu.”

“Terima kasih banyak, sebagai hadiahnya karena mau mau membantuku. Aku bisa membuatkan sesuatu di rumahku, sekalian kita merayakan ulang tahunmu juga. Kau tahu, menjadi seorang perempuan single di usia matang terkadang membuatmu jadi sedikit kesepian karena teman-teman kebanyakan sudah berkeluarga. Jadi kurasa aku akan ambil kesempatan langka ini. Kau tidak apa-apa kan? karena aku pikir alasan mengapa kau sendirian padahal ini hari ulang tahunmu juga menandakan bahwa kau sedang tidak ada teman,” kata perempuan itu lagi.

Edzhar tidak menjawab, dia memilih untuk membiarkan saja wanita itu bicara semaunya. Detik demi detik berlalu bahkan hingga puluhan menit lamanya. Tidak Edzhar sangka wanita itu lebih banyak mengoceh daripada berbelanja. Bahkan sebelum mereka sampai di kasir dia kembali mengatakan sesuatu yang sedikit membuat Edzhar tidak enak. “Kau tahu tidak Edzhar, aku merasa kalau kita ini seperti sepasang suami istri. Kita belanja dan menghabiskan waktu bicara. Kalau boleh jujur salah satu impianku sudah kau wujudkan,” celetuknya.

“Baguslah kalau begitu,” sahut Edzhar datar.

Setelah melakukan transaksi, dan belanjaan nya di kemas oleh kasir. Edzhar segera mengambil alih semua belanjaan tersebut. Membuat Rowenna benar-benar berjalan tanpa membawa beban satu pun. “Oh ya ampun terima kasih banyak ya, Edzhar. Aku jadi merepotkanmu,” katanya. Meski begitu dia terlihat sangat kagum dan sumringah.

Sekali lagi sepanjang perjalanan wanita itu terus saja mengoceh panjang lebar dan di sisi lain jalanan seorang pemuda memperhatikan interaksi tersebut. Dia sedikit tercengang melihat Edzhar membawa belanjaan dosen wanita termuda di kampus dan bahkan masuk ke kediamannya. Sebagai saksi mata, orang itu tidak ingin berspekulasi buruk tetapi dia jadi teringat sahabatnya yang siang tadi sibuk dengan kue serta persiapan pesta. Apa yang akan dia lakukan kalau tahu Edzhar-nya justru sedang bersama dosen mereka malam-malam begini bahkan diundang masuk ke rumahnya?

Levin langsung menghubungi nomor gadis itu tanpa pikir panjang.

Setelah jeda sebentar nada sambungan telepon, belum pula dia mengatakan sesuatu Levin sudah di sambut dengan nada ketus dari gadis itu. “Apa?”

“Kau masih punya niat menyiapkan pesta kejutan untuknya?” kata Levin. Matanya terus menatap ke arah sebuah apartment yang beberapa saat lalu dimasuki oleh Edzhar dan dosen muda mereka Bu Rowenna.

“Kalau kau berniat untuk mengatakan sesuatu yang tidak penting, sebaiknya tutup saja teleponnya,” timpal Dizza lagi dengan nada yang terdengar ketus dari sebrang sana.

“Aku cuma tidak ingin kau terlalu berlebihan dalam semua hal, Dizza.”

“Menurutmu mungkin berlebihan, tapi bagiku tidak,” balas Dizza lagi. “Kalau tidak mau membantu kamu tidak usah peduli. Lagipula aku tahu apa yang sedang aku lakukan.”

Lagi, Levin menghela napas. Sebenarnya dia ragu untuk bertanya tapi dia ingin memastikan saja apakah pria itu merespon Dizza atau tidak. Dia butuh validasi. “Apa kau mengirim pesan padanya atau sudah menghubungi dia sebelumnya? Apa dia menjawabmu?”

“Ada yang lebih kau bisa perhatikan dari itu. Kau tidak perlu harus selalu memusatkan perhatianmu padaku.”

Levin mengambil jeda sebelum memutuskan untuk menjawab. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Dizza ada benarnya, tapi Levin khawatir kalau apa yang dia saksikan sekarang justru akan membuat gadis itu akan kecewa atau bahkan terluka. Sebab hanya tinggal menunggu waktu sampai dia benar-benar menyadari perasaannya untuk Edzhar.

“Sekarang aku akan tutup teleponnya, Levin. Kalau kau dirasa tidak mau ikut berkontribusi jangan telepon aku lagi. Jika kau melakukannya aku tidak akan mau mengangkatnya lagi!” Tanpa menunggu sahutan dari Levin, Dizza mengakhiri telepon secara sepihak.

Levin hanya bisa menghela napas. “Untung saja aku yang melihat ini dan bukan kau, Dizza.”

1
Tara
there is no sich thing friends between man n woman..in the end they Will falling love eventually. or break up n never see each other again😱🤔
Love ..word that can cause happiness or sadness Depend situation. i hate that word n try to avoid happened to me 🫣🤔😱
Rucaramia: omg, sorry to hear that 🥹
that's right, there is no 'friendship' between woman and man.
don't hate to much about love, and i hope u find your love my dear ✨️
total 1 replies
Rubby
Kayaknya ini bakal jadi cerita yang ringan + gemesin deh, tumben kak Ruca pake POV cowo. Semangat terus ya kaaaaaa
Rucaramia: makasih banyak review-nya kak Rubby 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!