Kata orang pernikahan adalah salah satu hal yang paling membahagiakan. Tapi ternyata mereka salah. Menikah dengannya dan hidup bersama dengannya adalah awal dari sumber sakit yang kurasakan. Awal dari luka yang tak pernah sembuh dan sakit yang selalu tak berujung. Bahagia? Apa itu? Rasanya itu seperti mimpi disiang bolong. Jika itu mimpi, maka mimpi itu ketinggian. Tapi.. Bolehkan aku menggapai mimpi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pink berry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjara Takdir
Hujan deras mulai menyelimuti kota ketika gadis cantik berbadan mungil bernama Kaluna Eirene Adara menerima kabar yang tidak mengenakkan baginya. Keputusan yang nantinya akan merubah seluruh hidupnya. Kebahagiaan yang selama ini ia dapat, perlahan mulai menghilang. Sampai ia lupa, seperti apa bentuk kebahagiaan itu. Sepertinya bisa tersenyum saja sudah cukup menjadi anugerah untuknya. Ia tidak berani meminta terlalu banyak. Takut Tuhan berfikir ia anak yang tidak tahu rasa bersyukur. Tapi.. Bukankah ia juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut? Kenapa ia malah berfikir jika itu terlalu serakah untuk nya?
Beberapa saat yang lalu, Papanya menelpon nya. Jika Kaluna sudah dijodohkan kepada seorang pria yang sama sekali tidak Kaluna kenal. Terkejut? Jelas iya. Bagaimana tidak, Kaluna masih teramat muda sekarang. Usianya baru menginjak dua puluh tahun. Bagaimana mungkin Papanya bisa berfikir seperti itu? Apa Papanya sedang bercanda? Tapi sepertinya tidak. Nada sang Papa ketika berbicara ditelepon tadi terdengar serius baginya.
Papanya, adalah seorang pengusaha yang hampir bangkrut, terpaksa harus menyerahkan putri satu-satunya kepada salah satu rekan bisnisnya. Yang bahkan belum pernah ditemui oleh putri nya, Kaluna. Orion Ivander Damian. Nama yang disebutkan dengan tegas oleh Papanya. Seorang pengusaha sukses yang kekuasaannya tidak terbatas. Namun, memiliki hati yang dingin. Seorang pengusaha yang tidak segan-segan untuk menghabisi lawannya jika itu mengganggu jalannya.
Sifat itu sangat bertolak belakang dengan Kaluna yang memiliki hati yang lemah lembut, dan tidak menyukai hal yang berbau kekerasan. Kaluna sadar, bukan tanpa alasan ia dijodohkan dengan pria tersebut. Tapi ia percaya, apa pun keputusan yang diberikan Papa nya pasti yang terbaik untuk dirinya sendiri.
"Maafkan Papa, Kaluna. Papa tidak punya pilihan" ucap Papa nya dengan suara yang bergetar dan nada yang penuh dengan penyesalan. "Jika kamu tidak ingin menikah dengannya, keluarga kita akan kehilangan segalanya. Cuma kamu harapan satu-satunya yang Papa punya saat ini."
Kaluna diam membeku. Nafasnya mulai tercekat seolah udara disekitarnya mulai lenyap. "Kehilangan segalanya? Apakah Kaluna bagian dari segalanya itu, Pa? Apa kebahagiaan Kaluna tidak begitu penting bagi Papa? Apa harta Papa bisa menukar bahagia Kaluna yang akan direnggut sebentar lagi? Pa, Kaluna tidak mencintai nya. Kaluna juga tidak mengenal nya. Bagaimana bisa Papa berniat menjodohkan Kaluna dengan pria yang tidak Kaluna kenal sebelumnya? Apa kebahagiaan Kaluna hal yang remeh?" ucapnya dengan nada lirih yang hampir menghilang karena suara isakan tangis.
Namun, tidak ada jawaban dari Papanya di seberang sana. Yang terdengar hanya suara helaan nafas panjang Papanya. Disatu sisi, Papanya juga berat untuk melepaskan anaknya. Tapi, jika tidak dilakukan. Ia akan kehilangan segalanya bukan? Dan ia belum siap untuk itu.
Biarlah Kaluna sedikit berkorban untuk nya. Toh, Kaluna akan menikah dengan pria kaya raya yang kekayaannya tak terhingga. Setidaknya Kaluna bisa hidup enak dan kebutuhan nya akan tercukupi nantinya.
Sayangnya, itu hanya pikirannya semata. Karena ia tak tahu, kedepannya akan hal buruk apa yang akan terjadi selanjutnya. Semoga pikiran buruk itu tidak terjadi. Jika pun terjadi, ia juga akan ikut hancur melihat putrinya hancur, bukan?
Hari pernikahan itu pun tiba begitu cepat bagi Kaluna. Kaluna berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang mengenakan gaun putih yang tampak cantik melambangkan kebahagiaan bagi kedua mempelai. Namun bagi Kaluna, gaun pernikahan ini hanyalah rantai yang tak terlihat, yang telah mengikatnya pada sosok pria yang tak pernah ia pilih.
Ketika akhirnya tiba, ia dan suaminya bertemu untuk pertama kalinya. Pria itu menyerahkan lengan nya untuk digandeng oleh Kaluna. Mereka pun berjalan kearah pelaminan.
Tatapan Orion begitu dingin. Wajahnya tidak menampakkan emosi sedikit pun. Seolah ia hanya menganggap Kaluna hanya sebagai alat perjanjian bisnis yang berjalan sesuai dengan rencananya.
Kaluna ingin berteriak. Ia ingin lari saat itu juga. Kakinya serasa tertancap di lantai. Tapi ketika melihat wajah haru sang Papa, niat itu ia urungkan. Melihat wajah lelah Papanya membuat ia tak tega. Papanya pasti memiliki beban berat yang tidak ia ketahui.
Orion hanya melirik Kaluna dengan wajah datarnya. Baginya menikah atau tidak dengan Kaluna tidak akan mempengaruhi hidupnya. Tapi, ada yang menarik perhatian nya. Wajah sendu Kaluna semenjak mereka bertemu. Kaluna sama sekali tidak menunjukkan raut wajah bahagianya. Seperti seorang pengantin pada umumnya. Gadis itu lebih banyak diamnya. Bahkan ketika diajak berbicara, ia hanya menjawab sekenanya. Selebihnya Kaluna hanya mengangguk atau menggeleng.
Dikamar pengantin yang seharusnya diliputi suasana hangat dan raut kebahagiaan. Dikamar ini suasana dingin dan mencekamnya lebih kentara. Setelah mereka memasuki kamar ini, sama sekali tidak ada percakapan yang terlontar. Orion yang sejak tadi hanya memandang wajah Kaluna yang hanya menunduk dan memainkan jarinya. Ia tahu gadis ini masih terlalu kecil baginya.
Tatapan dingin dan menusuk Orion membuat Kaluna enggan untuk mengangkat kepalanya. Jujur, sebenarnya kepalanya cukup pegal karena harus menunduk terus. Tapi ingin mengangkat kepalanya juga Kaluna merasa takut. Tatapan tajam Orion adalah hal yang paling ia hindari. Badannya juga sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Tadi malam ia juga tidak bisa tidur. Dan malam ini, sepertinya ia juga tidak akan tidur. Oh tolong lah, Kaluna begitu mengantuk sekarang. Apa pria didepannya ini tidak lelah melihatnya dari tadi?
Lama berdiam diri, Orion berdehem pelan. "Mau sampai kapan menunduk begitu terus?" bertanya dengan nada suaranya yang berat. Kaluna yang mendengar nya sontak terkejut dan mengangkat kepalanya. Ia menggeleng tak tahu harus berbuat apa. Orion menghela nafasnya. "Kaluna. Tahukan sekarang sudah menjadi istri saya?". Kaluna yang mendengar itu hanya mengangguk dan membuat Orion mendengus kesal.
"Kamu ini bisu ya?" bertanya dengan wajahnya yang mulai emosi. "Ti-tidak" Kaluna menjawabnya dengan wajah gugup yang kentara.
"Dengar Kaluna. Saya tidak akan seperti pria diluar sana yang ketika dijodohkan akan menolak untuk tinggal sekamar atau tidak menyentuh kamu. Sekarang kamu sudah menjadi istri saya. Suka tidak suka, kamu harus menuruti perintah saya, mengerti?" mencengkram dagu Kaluna. Kaluna yang mendapat perlakuan tersebut merasa tubuhnya melemas, ia hanya mengangguk pelan dengan air mata yang mulai penuh di pelupuk mata nya.
Orion yang melihatnya hanya tertawa sinis. "Jangan kamu pikir hidupmu akan tenang setelah ini. Kita lihat sejauh mana kamu akan bertahan, Kaluna" mencengkram kuat dagu Kaluna. Kaluna hanya bisa pasrah dan menangis tertahan.
Bukan ini hal yang ia inginkan. Bukan pernikahan seperti ini yang ia mau. Tapi.. Kenapa takdir begitu kejam padanya? Padahal ini baru awal. Padahal ini hari pertama mereka. Tapi kenapa harus begini sikap yang suaminya berikan padanya. Rasanya Kaluna sudah bisa membayangkan bagaimana kedepannya nanti.