Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang gadis jelita bernama Alea, yang kehilangan kebahagiaan semenjak kepergian ibundanya
Hingga ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dengan harapan mengembalikan semangat hidup putri tersayangnya
Namun alih-alih mendapat kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu, hidup Alea semakin rumit karena dia dipaksa oleh ibu tirinya menikahi seorang pria dingin di umurnya yang masih belia
Akankah Alea bisa menemukan kebahagiaannya bersama suami pilihan ibu tirinya yang kejam?
Yuk... Simak terus cerita hidup Alea...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
“Kuperingatkan sekali lagi, jangan pernah menggangu Alea!”
Dimas meringis merasakan nyeri dibagian pelipisnya setelah beberapa kali terkena bogem mentah dari Mahesa.
“Kalau masih ku ganggu mau apa kau?” Dimas menyeringai menantang, memang nyali anak satu ini tidak bisa diremehkan begitu saja.
Mati-matian dia mencari dimana keberadaan Alea selama ini, dan setelah ketemu secara tidak sengaja dia bersumpah akan merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.
“Kuhabisi kau” Mahesa mencengkeram kerah baju yang dikenakan Dimas. Dan bersiap memberinya pukulan lagi, namun Vivi yang memang berada disana dengan sigap menarik lengan Mahesa.
“Cukup, sudah cukup jangan dipukul lagi” Vivi memohon, mencoba menahan lengan Mahesa yang masih mengepal.
Mahesa melepaskan cengkraman tangannya membuat Dimas jatuh tersungkur, Vivi yang melihat kesempatan langsung beringsut merangkul Dimas, berjaga-jaga jika Mahesa akan menyerangnya lagi.
Sejak Mahesa memergoki Alea dan Dimas berada dikampus yang sama, dia tidak bisa tinggal diam begitu saja. Dia meminta Vivi untuk menunjukkan dimana Dimas tinggal, dengan alasan ingin berbicara baik-baik. Tanpa sepengetahuan Alea.
Bodohnya Vivi, saat itu percaya saja dengan suami sahabatnya, yang memang dia kenal sebagai pria yang sangat baik, apalagi kepada Alea.
Namun ternyata boro-boro mau bicara baik-baik, datang-datang Mahesa langsung mengepalkan tangannya dan mendaratkannya di pelipis Dimas dengan cukup keras. Vivi yang melihat hal itu hanya bisa berteriak sembari mencoba melerai perkelahian mereka.
Vivi, meskipun penampilannya sedikit tomboy namun tetap saja dia seorang perempuan yang tenaganya jelas kalah jauh dengan 2 orang laki-laki kekar yang sedang beguling-guling saling pukul.
Sempat sekali dia terkena bogem mentah dari Mahesa, saat Vivi mencoba melindungi Dimas yang sudah terkapar tidak berdaya. Membuat hidungnya seketika bercucuran cairan kental berwarna merah.
Mahesa yang tidak sengaja menghantam Vivi dengan pukulannya langsung menghentikan aksi gilanya itu. Dia langsung menghampiri Vivi yang mencoba mengusap cairan di hidungnya.
“Vi... Maaf Vi, maafkan aku” Panik Mahesa ketika melihat darah mengucur dari hidung Vivi.
“Ayo kita kerumah sakit” Mahesa berniat membopong Vivi.
Vivi yang melihat Dimas sudah tak berdaya langsung menampik tangan Mahesa dengan kasar. “Bawa dia juga”
“Untuk apa, biar dia mati saja”
“Sudah cukup Hesa, jangan seperti ini. Kau mau Alea membencimu karena sudah memukuli Dimas?”
Mahesa menghela nafas kasar. Dia seperti sedang berfikir sejenak.
“Ayo cepat!” Vivi menarik tangan Mahesa agar segera membawa Dimas kerumah sakit. Tak ada pilihan lagi, akhirnya mau tak mau Mahesa pun memapah tubuh Dimas dan menghempaskannya di kursi penumpang dengan cukup kasar.
Meskipun Vivi kesal dengan perbuatan Mahesa yang dianggapnya cukup gila, setidaknya Mahesa masih mau bertanggung jawab dengan membawa Dimas ke rumah sakit.
Dia ingin marah sebenarnya, tapi tidak ada waktu untuk itu. Marahnya bisa ditunda nanti dulu yang terpenting sekarang bagaimana caranya agar Dimas segera ditangani oleh dokter.
...****************...
“Gila kamu mau bunuh anak orang” Vivi mendengus kesal kearah Mahesa. Hidungnya masih tersumpal kain kasa tebal karena sejak tadi darahnya tak kunjung berhenti.
Beruntung hidungnya tidak patah, pukulan Mahesa membuat Vivi sempat keliyengan dan hampir pingsan. Sakitnya tidak kira-kira.
Mahesa yang diomeli Vivi hanya diam tidak menjawab, berulang kali dia menghela nafas kasar. Dia akui tadi dia lepas kontrol, dan sekarang dia mulai bingung bagaimana menjelaskan semuanya jika Alea tahu perihal ini.
Dokter yang menangani mejelaskan bahwa Dimas mengalami beberapa tulang retak di area rusuk dan tulang kering, dan beberapa luka menganga yang harus dijahit. Lukanya cukup serius membuatnya harus opname beberapa hari di rumah sakit.
Sedangkan Mahesa hanya mengalami luka lebam di bagian mata sebelah kanan dan sudut bibirnya terlihat sedikit mengeluarkan darah.
Dimas akhirnya tersadar sejak beberapa jam yang lalu sempat tertidur karena efek obat bius yang disuntikkan oleh perawat.
“Haruskah aku memberi tahu Alea tentang ini?” Vivi bertanya pada Dimas dan Mahesa.
“Jangan” Keduanya menjawab hampir serentak.
Vivi tersenyum kecut, bahkan dalam keadaan seperti ini mereka masih mau menjaga perasaan Alea. Jujur Vivi merasa iri karena Dimas ternyata masih sangat peduli pada mantan kekasihnya itu.
“Jangan terlalu berlebihan Vi, Alea sedang demam dirumah aku takut hal ini akan memperburuk keadaannya” Mahesa memohon pada Vivi yang mengancam akan melaporkan perbuatan suami sahabatnya itu.
“Berlebihan? Lalu kau yang memukuli Dimas sampai babak belur ini apa? Dan kau memukul hidungku sampai seperti ini, tidakkah ini juga berlebihan?”
Lagi-lagi Mahesa hanya tertunduk demi mendengarkan Vivi yang tak henti-hentinya memarahinya. Biarlah, dia mengomel sesuka hatinya. Bagaimanapun juga Mahesa masih merasa bersalah karena sempat tidak sengaja menghajar Vivi sampai mimisan parah.
Mereka terdiam beberapa saat, tidak ada cekcok atau penjelasan apapun antara Mahesa dan Dimas. Hanya sesekali Vivi yang masih mengomeli mereka berdua. Apakah memang seperti ini cara laki-laki menyelesaikan urusannya? Dengan main kekerasan maka semuanya selesai. Pikir Vivi.
“Jangan menemui Alea lagi, kalau tidak mau kuhajar sampai mati” Mahesa akhirnya membuka suara, namun bukan permintaan maaf yang di dapat Dimas, melainkan sebuah ancaman yang terdengar tidak main-main.
“Tidak mau” Dimas masih saja keras kepala. Setelah apa yang sudah dia alami, Dimas sama sekali belum kapok.
“Kau...” Mahesa hampir melayangkan pukulannya lagi, namun sigap Vivi menghadangnya.
Beruntung Mahesa masih bisa mengontrol tidak sampai memukul Vivi untuk kedua kalinya.
“HESA!!” Kini Vivi benar-benar kesal pada suami sahabatnya itu. “Kenapa kalian kekanakan sekali, kalau kalian seperti ini terus terpaksa aku laporin perbuatan kalian pada Alea”
Kini keduanya benar-benar diam, Vivi terlihat sangat serius dengan ucapannya barusan. Kalau hal ini bisa sampai ke telinga Alea bisa berabe, pikir Mahesa.
Flash Back On
Alea masih meringkuk didalam kamar, sejak tadi pagi dia merasa kurang enak badan. Mahesa menyuruhnya bolos ngampus hari ini. “Mau ku antar kerumah sakit, sayang?” Mahesa menawarkan diri.
“Sepertinya tidak perlu mas, mungkin aku kecapean mau istirahat saja dirumah”
“Kalau begitu aku temani ya”
“Tidak perlu, katanya hari ini ada meeting penting. Aku tidak apa-apa kok”
Sebenarnya bukan meeting yang akan dilakukan Mahesa hari ini, melainkan dia ingin mencari dimana tempat kost berandalan yang selalu menggoda istri kesayangannya, yang tak lain adalah Dimas. Meeting hanyalah sebuah kedok agar Alea tidak curiga.
Kemarin malam dia sudah meminta tolong pada Vivi untuk menemaninya mencari alamat Dimas. Kenapa harus Vivi, ya Karena untuk saat ini hanya Vivi teman Alea yang dikenal baik oleh Mahesa. Teman yang lain? Boro-boro dikenal mereka bahkan tidak tahu siapa Mahesa.
Melihat istrinya yang sedang terbaring lemah, Sempat dia berfikir untuk mengurungkan niatnya. Namun akhirnya dia tetap nekat sebelum akhirnya menitipkan Alea pada Bik Jum dan pak Muji.
“Kalau ada apa-apa langsung bawa kerumah sakit”
“Baik Den”
.
.
tapi gapapalah, kan suami sendiri 🤭🤭
joss banget ceritanya /Drool//Drool/