WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemburuan Rosalie
Pagi-pagi sekali, Ana terbangun dengan lengan kekar melingkar di atas perutnya. Gadis itu tidur dengan pulas hingga tidak sadar jika Ben telah berada di sampingnya sepanjang malam.
Dengan hati-hati, Ana bergerak dan menyingkirkan lengan laki-laki itu. Ana turun dari atas tempat tidur perlahan, berusaha agar ia tidak membangunkan suaminya.
Ana duduk di pinggiran tempat tidur, memandang Ben yang tengah pulas. Laki-laki itu teramat tampan, ia juga memiliki kepribadian baik dan jujur, Ana merasa bersalah pada Rosalie jika sampai menganggap semua ini adalah sebuah perasaan yang serius.
Setelah mengumpulkan kesadaran, Ana menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Gadis itu lalu pergi ke dapur dan membuat tiga cangkir teh chamomile kesukaannya.
Ana membawa dua cangkir ke kamarnya, lalu mengantarkan satu cangkir ke kamar Rosalie. Wanita itu pasti bekerja sangat keras hingga pulang larut malam, Ana ingin memberikan sedikit perhatian pada Rosalie agar wanita itu merasa lebih baik saat bangun pagi.
Tok ... Tok ... Tok ....
Ana mengetuk pintu kamar Rosalie beberapa kali, saat tak juga terdengar sahutan, gadis itu berbalik. Ana berpikir mungkin Rosalie belum bangun karena masih terlalu pagi.
Saat sudah melangkah menjauh, Rosalie membuka pintu kamar dan memanggilnya.
"Ada apa?" tanya Rosalie. Wajah wanita itu nampak kusut, matanya sembab seakan baru saja menangis.
"Aku membuat teh untukmu, Kak." Ana menyodorkan nampan di depan Rosalie.
"Kenapa kau yang membuatnya? Ada banyak pelayan di rumah ini yang bisa melakukannya."
"Aku hanya ...." Ana kebingungan, ia tidak memiliki jawaban. Karena membuat secangkir teh bukan hal yang berat dan rumit, seharusnya ini tidak akan jadi masalah.
"Bawa masuk," perintah Rosalie sambil membuka pintunya lebar.
Saat masuk ke dalam kamar, Ana melihat kamar Rosalie tampak berantakan. Buku, laptop dan chargernya berserakan di lantai. Ana tidak tahu apa yang terjadi, namun ia menduga Rosalie sedang punya masalah.
"Sudah? Silahkan keluar," ucap Rosalie setelah Ana meletakkan teh di atas meja.
Sebagai orang baru, Ana tidak ingin banyak bertanya atau mengganggu privasi Rosalie. Ia bergegas keluar tanpa mengatakan apapun.
Setelah keluar dari kamar Rosalie, perasaan Ana menjadi tidak enak.
"Anastasia," sapa Ben lembut. Laki-laki itu menghampiri Ana dan memeluk gadis itu dari belakang.
"Hmm." Ana melenguh saat Ben mencium tengkuk lehernya.
"Dari mana? Aku mencarimu," tanya Ben.
"Mengantar teh ke kamar Kak Rose," jawab Ana. Gadis itu melepaskan diri dari pelukan Ben. Ia tidak akan tahan berlama-lama di dalam dekapan laki-laki itu.
Ben tersenyum, ia mengikuti langkah kaki Ana menuju sofa.
"Ini untukku?" tanya Ben saat melihat dua cangkir teh di meja.
"Hmm." Ana mengangguk.
"Kau baik-baik saja? Apakah Rosalie menanyakan sesuatu padamu?" tanya Ben. Laki-laki sangat peka saat melihat wajah Ana sedikit murung.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Ana. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menyesap secangkir teh miliknya.
Ben mengikuti gadis itu, ia pun menghabiskan teh miliknya dalam satu tegukan.
"Jika ada sesuatu yang mengganggumu, katakan saja padaku. Mari menjalani semuanya dengan saling terbuka satu sama lain," ujar Ben.
Ana mengangguk. Ia tahu Ben hanya ingin bersikap baik dan adil padanya. Karena hal itu, Ana ingin benar-benar menjaga perasaannya agar tidak sampai membuat Ben atau Rosalie terluka.
Pukul enam tepat, Ben masuk ke dalam kamar mandi, sementara Ana menyiapkan pakaian untuk laki-laki itu. Ana berusaha sebaik mungkin berperan sebagai seorang istri, jika bukan karena Ben yang begitu baik padanya, Ana tidak akan mau melakukan semua ini karena pernikahan mereka hanya sebuah kontrak.
Dalam kontrak tersebut, tidak tertulis jika Ana harus melakukan semua kewajibannya sebagai seorang istri pada umumnya. Gadis itu hanya bertugas untuk mengandung dan melahirkan anak untuk majikannya.
Setelah Ben sudah siap, mereka berdua keluar dari kamar menuju ruang makan. Saat tiba, mereka tidak melihat Rosalie ada di sana.
"Ke mana Nyonya Rosalie?" tanya Ben pada pelayan.
"Masih di kamar, Tuan."
"Aku akan menyusulnya," sela Ana. Namun Ben mencegah gadis itu.
"Aku sendiri yang akan menyusulnya, kau bisa makan lebih dulu jika sudah lapar," ujar Ben sambil berlalu pergi, ia bahkan meninggalkan ponselnya begitu saja di atas meja.
Ana merasa gelisah. Ia paham mungkin Rosalie merasa cemburu, sakit hati, dan tidak rela menjalani semua ini. Namun nasi sudah menjadi bubur, Rosalie menerima resiko dari keputusan yang ia buat sendiri.
Saat memasuki kamar Rosalie, Ben mendapati istri pertamanya sedang duduk di tepi tempat tidur. Wanita itu melamun, memandang ke arah luar jendela kaca yang menampakkan pemandangan belakang rumahnya.
"Sayang, ayo sarapan," ajak Ben. Ia mendekati Rosalie dan merangkul pundak wanita itu.
Rosalie menoleh, menampakkan matanya yang sembab. Ben terkejut melihat istrinya sangat berantakan.
"Apa yang terjadi, Rose? Kau baik-baik saja?" tanya Ben khawatir.
"Ben, bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Rosalie. "Apa kau bahagia?" lanjutnya.
Ben mengernyitkan dahi, ini adalah pertanyaan yang tidak bisa ia jawab sembarangan.
"Apa terjadi sesuatu padamu, Rose? Aku menunggumu hingga pukul dua belas malam, pukul berapa kau pulang?" tanya Ben mengalihkan pembicaraan.
"Menungguku di kamar Ana? Jelas kau tidak bisa melihat kepulanganku," jawab Rosalie.
Ben tidak bisa menjawab, kini laki-laki itu merasa serba salah. Rosalie sendiri yang memintanya untuk bermalam bersama Ana saat gadis itu dalam masa subur, namun reaksinya pagi ini sungguh di luar dugaan.
"Dia bisa memberimu sesuatu yang tidak akan pernah bisa ku berikan padamu, kau bahagia, Ben?" tanya Rosalie.
"Apa maksudmu?"
"Kau pulang di siang hari hanya untuk menemui Ana, lalu pergi beberapa jam dan kembali pulang, menghabiskan waktu bersama dia. Bahkan kau tidak keluar dari kamarnya sampai malam," ungkap Rosalie.
Ben menggelengkan kepala pelan, sungguh pemikiran Rosalie tidak seperti apa yang wanita itu katakan saat membujuknya menikah lagi.
"Kau benar-benar memata-matai kami. Sepertinya kau melihat semuanya dari rekaman CCTV, atau ada pelayan yang memberimu semua informasi itu?" tanya Ben.
"Kenapa kalian harus melakukannya di luar sepengetahuanku? Kalian sembunyi-sembunyi," teriak Rosalie.
"Lalu apa maumu? Kami melakukannya tepat di depan matamu? Di kamar ini? Kau ingin menyaksikannya secara langsung?"
"Ben!" bentak Rosalie.
"Kau yang menginginkannya, Rose. Ingatlah bagaimana caramu membujukku untuk menikahi Anastasia."
Rosalie menangis, ia menangis histeris dan memukul dada Ben dengan sekuat tenaga. Wanita itu melampiaskan semua rasa cemburu, kesal dan amarahnya di depan Ben.
"Aku tidak tahu jika rasanya akan sesakit ini," gumam Rosalie di tengah tangisnya.
Ben berusaha memahami perasaan wanita itu, Ben memeluk Rosalie dengan erat meski wanita itu memberontak.
Kondisi psikis Rosalie yang terganggu membuat wanita itu akan bereaksi berlebihan untuk meluapkan perasaannya.
Ben merasa bersalah, seharusnya ia bisa membagi waktu. Laki-laki itu hanya sedang terlalu bahagia atas kehadiran Ana, hingga berpikir Rosalie akan baik-baik saja tanpa dirinya.
Tanpa diketahui oleh Ben juga Rosalie, Ana berdiri di balik pintu kamar mereka, mendengar dengan jelas apa yang terjadi di dalamnya.
Ana tidak sengaja, ia berniat menyusul Ben saat ponsel laki-laki itu terus berdering di atas meja makan. Ana pikir ada sesuatu yang amat penting hingga gadis itu berniat menyusul Ben untuk menyerahkan ponselnya.
🖤🖤🖤
karena tidak semua hal di dunia ini terwujud sesuai keinginan mu