John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Menjengkelkan Tapi Menyenangkan
"Om... kenapa?" tanyanya ragu, sedikit bingung dengan ekspresi John yang tampak tidak biasa.
John tersentak dari lamunannya. Ia mengalihkan pandangannya sebentar, menarik napas panjang sebelum menjawab. "Tak apa-apa," ujarnya dengan suara rendah, sedikit serak.
Nadira memiringkan kepala, masih menatapnya dengan bingung, tetapi memilih tidak bertanya lebih jauh. "Kalau begitu, selamat menikmati makan malamnya nanti, Om," ucapnya, kembali tersenyum cerah.
John hanya mengangguk pelan, menyembunyikan perasaan yang masih bergolak di dalam dadanya. "Aku harus bicara pada mereka sebelum memutuskan mengenai hubunganku dengan Nadira," gumamnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, John memegang erat setir mobilnya, pandangannya fokus ke jalan yang dipenuhi lampu-lampu kota. Di dalam pikirannya, ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Restoran tempat ia akan bertemu sahabat-sahabatnya sudah tidak jauh lagi. Ia menghela napas dalam, menyadari betapa pentingnya pertemuan ini, meskipun pasti agak menjengkelkan.
"Aku yakin mereka pasti akan mengolok-olokku," gumamnya pelan, senyum masam menghiasi wajahnya yang tampak lelah. "Tapi... aku benar-benar butuh pendapat mereka. Aku sendiri bingung, Nadira ini... terlalu sulit untuk kupahami."
Ia mengingat kembali senyuman Nadira, kepolosannya, bahkan cara gadis itu menatapnya tadi. Di satu sisi, ia merasa hangat dan yakin, tapi di sisi lain, ia takut semua ini hanya ilusi sementara.
John mengetuk-ngetuk jari di atas setir, mencoba meredakan kegelisahannya. “Mungkin mereka bisa memberiku saran. Atau setidaknya... menertawakanku cukup keras sampai aku sadar apa yang harus kulakukan,” gumamnya lagi, kali ini dengan nada getir.
Mobilnya melambat saat mendekati restoran. Dengan cepat, ia memarkir kendaraannya, merapikan kemejanya, dan mengumpulkan keberanian sebelum masuk. "Baiklah, John. Hadapi saja mereka. Setidaknya, mereka sahabatmu," katanya pada dirinya sendiri sambil membuka pintu mobil.
John membuka pintu ruangan VIP restoran itu dengan perlahan. Begitu masuk, ia mendapati para sahabatnya sudah berkumpul di dalam, masing-masing melempar senyum lebar penuh arti ke arahnya.
"Aku kira kau sudah lupa pada kami sejak ada mainan baru yang menggemaskan di rumahmu," sindir Angga dengan senyum jail khasnya.
Ello langsung menimpali tanpa basa-basi. "Jadi, benar ya, seleramu akhirnya jatuh pada daun muda, John? Sepertinya aku berbakat jadi cenayang."
Rian tertawa kecil, tidak mau ketinggalan berkomentar. "Lain kali kita bawa pasangan kita masing-masing. Biar John ikut bawa sugar baby-nya. Aku penasaran, seperti apa gadis yang berhasil bikin jomblo abadi ini berubah."
John hanya menghela napas panjang. "Kalian ini tidak bisa serius, ya? Aku datang untuk bicara, bukan dijadikan bahan olokan."
John menutup pintu ruangan VIP itu dengan sedikit keras, namun wajahnya tetap berusaha santai meskipun telinganya sudah memerah karena komentar sahabat-sahabatnya. Ia melangkah masuk dengan tenang, tapi tatapan jail mereka membuatnya ingin putar balik.
"Aku tahu akan begini jadinya," gumam John sambil menarik kursi dengan pelan dan duduk di sebelah Zion.
Angga menyeringai lebar, mencondongkan tubuhnya ke arah John. "Jadi, benar 'kan, kau sudah lupa pada kami? Tertelan pesona daun muda di rumahmu itu?"
Ello terkekeh setelah menyesap minumannya. "Kalau memang iya, ya sudah, bilang saja. Kita cuma mau tahu seperti apa cewek yang bikin John susah tidur."
John melirik mereka dengan tajam. "Kalian ini tak pernah berubah. Mulut kalian seperti mesin pembuat lelucon murahan."
Rian tertawa paling keras. "John, kau harus tahu ini momen besar buat kami. Melihat kau galau soal wanita, itu seperti melihat hujan salju di padang pasir. Sangat langka!"
"Ehem..." Zion yang sedari tadi diam, akhirnya berdeham keras, menghentikan celotehan sahabat-sahabatnya. "Cukup sudah. Kita bukan anak remaja yang sedang bergosip. John, duduklah dengan tenang dan makan dulu. Nanti kalau kau siap cerita, baru kau cerita."
John mendesah panjang, menatap Zion dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Zion. Kau satu-satunya orang yang rasional di sini."
Angga langsung menyela. "Rasional? Zion itu juga penasaran, John. Dia cuma lebih pintar menyembunyikannya. Jangan tertipu!"
John hanya bisa menggeleng sambil menuangkan air mineral ke gelasnya. "Kalian ini benar-benar membuatku menyesal datang."
Ello tersenyum lebar. "Tapi kau tetap datang, 'kan? Berarti kita lebih penting dari daun muda itu."
John melirik Angga dengan tajam, sudah menduga mulut Angga bakal ember, sementara Ello dan Rian meledak dalam tawa. "Kalau begini terus, aku benar-benar menyesal datang ke sini untuk meminta pendapat kalian."
Rian tertawa kecil. "Hei..hei... jangan ngambek, dong! Kamu jadi ketularan jadi ABG karena pacaran sama daun muda."
John menatap mereka satu per satu, lalu mengangkat gelasnya dan berkata dengan nada setengah kesal, "Sungguh, kalau bukan karena butuh saran, aku takkan ada di sini bersama sekumpulan orang gila."
Angga, Ello, dan Rian langsung meledak dalam tawa mendengar John menyebut mereka sekumpulan orang gila. Gelak tawa mereka memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang semakin santai dan akrab.
Ello, sambil berusaha mengatur napasnya, menepuk bahu Angga. "Dengar itu, kita resmi dipromosikan jadi orang gila oleh si jomblo abadi!"
Angga tertawa makin keras. "Hei, itu kehormatan besar! Setidaknya kita dianggap penting sampai bikin dia datang kemari."
Rian mengangkat gelasnya, menyeringai. "Untuk sekumpulan orang gila yang berhasil bikin John galau!"
Sementara itu, Zion hanya tersenyum tipis, menggoyangkan kepalanya perlahan. "Kalian ini memang tak pernah berubah," gumamnya pelan, tapi cukup terdengar oleh John yang duduk di sebelahnya.
John mendesah panjang, mengusap wajahnya dengan satu tangan. "Aku serius datang untuk bicara, kalian tahu? Kalau cuma mau ditertawakan, aku bisa cari hiburan lain."
Tawa mereka akhirnya mereda, meski sisa-sisa senyum masih tertinggal di wajah masing-masing. Zion menepuk pundak John dengan ringan. "Baiklah, kita dengarkan apa yang ingin kau sampaikan. Tapi, kau tahu 'kan, ini tidak akan mudah dengan mereka bertiga di sini?"
John memutar matanya, lalu mengangkat gelasnya. "Aku rasa aku memang harus siap mental untuk menghadapi ini. Baiklah, mari kita mulai."
"Kita makan dulu biar bisa fokus mendengarkan ceritamu, John. Sebentar lagi makanannya datang," ujar Rian sambil meraih gelasnya.
"Benar, kalau nggak makan, susah mikir," timpal Ello sambil menyeringai.
"Iya, benar. Orang gila juga butuh makan," sahut Angga, menambahkan dengan nada bercanda.
Ketiganya terkekeh, sama sekali tak tersinggung meski disebut gila.
John menghela napas panjang, lalu menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Aku benar-benar heran pada diriku sendiri. Kenapa aku bisa punya sahabat macam kalian? Sialnya, meskipun kalian sering menjengkelkan, aku tetap nggak bisa kehilangan kalian."
Para sahabat John tertawa lepas mendengar ucapannya. Angga, dengan nada bercanda, berkata, "Terima kasih, John, karena masih mau bersahabat dengan kami yang katanya menjengkelkan ini."
Ello menimpali sambil menyeringai, "Iya, terima kasih sudah bertahan, meskipun kami ini adalah ujian kesabaranmu setiap hari."
Rian menambahkan dengan nada dramatis, "Kami tahu, jadi sahabat kami adalah tugas yang berat, tapi kamu telah melakukannya dengan sangat baik, John."
Zion, yang paling tenang, hanya tersenyum kecil dan berkata, "Kami memang menjengkelkan, tapi itulah yang membuat persahabatan ini menyenangkan, 'kan?"
John hanya bisa mendesah panjang. "Sialnya memang iya," gumamnya, namun sudut bibirnya sedikit terangkat, menunjukkan senyum tipis yang ia coba sembunyikan. "Aku harap kalian bisa memberikan solusi, bukan hanya bisa menertawakan dan mengolok-olok aku."
...🍁💦🍁...
To be continued
belum tau juga anak nadira laki atau perempuan.
Tinggal tunggu kehancuran si Beno..dan akan menjadi gembel
John yg skrg lbh kuat dan tanggung tidak mudah dihancurkan seperti dulu lagi beno....
sebentar lg jatuh miskin dan jd gembel dijalanan...
Lanjut thor......
Siap2 beno akan mengalami kehancuran dan kebusukan akan terbongkar...
Beno dan duo ulet bulu sandra dan sasa akan jatuh miskin dan jd gembel dijalanan selama ini menikmati harta warisan ibunya nadira...