Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keanehan Lilian
Sebenarnya aku malas sekali jika harus bertemu Lilian dan juga papa. Jujur saja, aku masih merasa dongkol, terlebih papa, aku sedikit kecewa dan juga sedih karena tidak menyangka papa melakukan hal itu padaku. Setelah di Mobil kami diam-diaman saja, memilih untuk menggunakan earphone saja agar tidak perlu terlibat pembicaraan apapun.
Tapi sesuatu yang terjadi mampu membuatku merasa terkejut dan sedikit takut. Ya, Lilian melepas earphone dari telingaku dan membantingnya begitu saja. Bukan, bukan itu yang membuatku merasa takut. Tapi ekspresi wajah Lilian sulit aku gambarkan. Wajahnya tiba-tiba berubah seperti wajah orangtua dengan keriput yang memenuhi seluruh permukaan kulitnya, dan seringainya yang tidak kalah menakutkan.
Mama pun nampaknya terkejut dengan kejadian itu, tapi papa nampaknya biasa-biasa saja. Apa papa pun mewajarkan hal tersebut?
"Jangan pakai earphone Adelia, orangtuamu lagi ngomong!." sahutnya kemudian tersenyum sendiri. Sungguh, bagiku ini nampak sangat aneh.
"Adelia, are you okay?." tanya Mama melihatku.
"I'm okay, Ma." sahutku berusaha tenang dan mengambil kembali earphone ku yang terletak dibawah begitu saja. Walau sebenarnya dongkol, tapi sejujurnya aku masih merasa sangat takut. Takut dengan apa yang baru aku lihat baru saja. Apakah aku benar-benar melihatnya atau itu hanya perasaanku saja?
"Lilian, yang sopan dong sama Adelia. Gimanapun kamu gak bisa bersikap seperti itu." tegur mama, yang hanya di abaikan begitu saja oleh Lilian. Aneh kan, Lilian biasanya tidak pernah bersikap seperti ini. Walau aku akui, kami sempat tidak cocok beberapa saat, dan Lilian tampak menyebalkan dimataku, tapi Lilian tidak akan pernah seperti ini. Apa Lilian marah? Tapi kenapa? Bukankah yang harusnya marah itu aku?
Karena banyak melamun dan memikirkan situasi yang sedang terjadi. Aku sampai tidak sadar jika kami sudah sampai ditempat tujuan, rupanya mama dan papa mengajak kami ke pantai. Tidak buruk juga, tapi mungkin karena sudah tidak mood, aku jadi biasa-biasa saja dan malah lebih fokus pada Lilian.
Karena merasa aneh, aku akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Lilian bicara.
"Lilian, aku mau bicara!." ungkapku menatapnya takut-takut. Dan memberitahu mama jika aku akan bersama Lilian saja dan mama dengan Papa.
"Bicara apa?." tanyanya cuek saja dan melihat ke arah depan sana.
"Kamu kenapa? Maksud kamu apa tadi, narik-narik earphone-ku kayak gitu!." ujarku bertanya sekaligus mengatakan jika aku tidak suka.
"Kenapa? Kamu marah Adelia?." tanyanya kini menatapku yang entah kenapa justru membuatku merasa takut. Dan lagi, kali ini pun Lilian menyeringai dengan aneh. Kemudian pergi ditempat mama dan papa sekarang berada.
Otakku masih mencerna dengan apa yang baru saja terjadi. Benar, Lilian memanggilku dengan sebutan Adelia saja tanpa sematan yang biasanya ia gunakan. Dan, ini sebelumnya sudah pernah terjadi, jika ini sama dengan kejadian waktu itu. Apa itu berarti Lilian yang disana bukan Lilian yang sebenarnya?.
"Lilian aneh." ujarku setelah Lilian beranjak dari tempat kami bicara.
"Dia bukan aneh, tapi sesuatu yang jahat sedang mengambil alih jiwanya!." sahut seseorang berpakaian serba hitam tiba-tiba dan menatapku. Seolah mengerti apa yang tengah aku pikirkan.
"Carilah orang pintar, jika terlambat, adikmu jiwanya akan di ambil alih oleh roh jahat itu." ungkapnya lagi.
"Tapi kemarin dia biasa-biasa saja." ungkapku seolah mempercayai perkataan orang itu.
"Ya, karena pemilik tubuh sebenarnya juga tengah melawan!." setelah mengatakan itu, orang itu langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi dan pergi begitu saja.
Saat masih memikirkan hal tersebut. Aku di kejutkan dengan Mama yang menghampiriku.
"Adel, mama perhatikan kamu dari tadi melamun terus, kenapa sayang?."
"Ma, Adel rasa ada yang gak beres sama Lilian." ujarku menjelaskan.
"Maksud kamu, gak beres gimana?." tanya Mama nampak khawatir dan panik.
Aku pun menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Dan meminta mama kembali mengingat saat Lilian kembali ke rumah dan ia tampak dingin. Aku pun menjelaskan jika saat itu yang kami lihat bukanlah Lilian yang sebenarnya. Aku pun memberitahu mama tentang perkataan yang diucapkan oleh orang asing tadi.
"Jadi maksud kamu, Lilian yang sekarang bukan Lilian kita?." Tanya Mama memastikan. Aku pun mengangguk membenarkan hal tersebut.
"Oh, Tuhan. Pantas saja mama merasa takut." ceritanya dan mama kemudian menceritakan yang ia alami saat dirumah saat dengan Lilian.
Aku menyarankan agar mama mencari orang pintar saja dan tidak membiarkan kejadian ini berlarut-larut.
Karena khawatir sosok yang ada di dalam diri Lilian mengetahui rencana kami. Akhirnya aku dan mama terpaksa bergabung kembali dengan mereka. Disana papa melihat ke arahku terus menerus, mungkinkah papa merasa bersalah atas kejadian kemarin? Namun, disini aku berusaha mengabaikan papa dan berpura-pura fokus ke arah lain.
Orang itu bilang jika sosok itu mengingkan keluarga yang dirasukinya hancur berantakan entah untuk urusan apa.
"Adelia," panggil papa.
"Papa minta maaf," ujar Papa. Namun aku berusaha mengabaikan papa dan sekilas kulihat Lilian tersenyum. Mungkinkah ia senang?
Papa nampak kecewa dan aku berusaha terlihat baik-baik saja. Sebenarnya sedikit merasa kasihan pada papa, namun selain karena alasan ini, papa memang sangat boleh aku diamkan.
"Salah sendiri." ujar Mama. Mama mengajak kami berfoto-foto. Namun Lilian menolak dan memilih untuk ke Mobil saja. Karena khawatir terjadi sesuatu atau bahkan bisa saja sosok itu merencanakan hal jahat dengan tubuh Lilian, mama pun mengajak kami pergi dan pulang saja.
"Tapi, kita bahkan sudah jauh-jauh kesini." bantah papa menolak.
"Lilian sakit, Mas." ujar Mama. Tak memiliki alasan lain, akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang. Sedikit kecewa sebenarnya, karena niat awalku ikut jalan-jalan agar memperbaiki perasaanku, malah yang di dapat hanya capeknya saja. Semoga sosok itu segera menjauh dari kami semua. Aku lelah.
"Kenapa Lilian? kamu sakit?." tanyaku. Meski agak sedikit takut. Takut kejadian tadi saat kesini terulang lagi. Namun, aku berusaha mengabaikan hal tersebut dan menyentuh keningnya. Lilian nampak mendengus tidak suka dan menatapku seolah benci.
"Lilian yang sopan yah sama Kakakmu." kata Mama. Kali ini aku yang tersenyum. Entah siapapun sosok itu. Aku setidaknya ingin ia merasa jengkel.
Selama perjalanan pulang kami diam saja, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tetapi papa tiba-tiba mengajak kami berhenti untuk makan, karena sebenarnya ini sudah tiba waktu makan siang. Kami pun setuju dan bergegas turun, kami pun mencari tempat duduk yang berada paling ujung. Entah mengapa, aku merasa Lilian seperti nampak senang sekali.
Kami memesan makanan yang cukup banyak. Sebenarnya atas permintaan Lilian, walau bingung, papa pun menyetujui. Belum sempat kami makan, Lilian tiba-tiba menyantap seluruh makanan dengan rakusnya dan itu tampak menjij*kan di mataku.
"Lilian, hei." panggilku kesal. Namun Lilian tak memperdulikan dan sibuk dengan seluruh makanan itu. Karena merasa kesal dan sekaligus ngeri, aku memutuskan untuk keluar lebih dulu disusul oleh Mama. Sepertinya papa tidak menyadari hal itu.
"Ma, secepatnya kita harus panggil orang pintarnya. Kalau gak, semuanya bakal kacau." ungkapku.
"Iya, Del. Dan sialnya papa kamu gak sadar." ungkap Mama khawatir. Tak di pungkiri aku pun cukup khawatir. Khawatir jika sosok itu memanfaatkan papa atau malah ia bahkan tidak segan membahayakan papa dan kami semua.
Lilian keluar dari sana dengan wajah tak bersalahnya.
"Lilian, kamu memalukan banget ya." ungkapku kemudian memilih diam. karena merasa percuma saja bicara dengan sosok hantu yang merasuki Lilian. Karena bukannya merasa bersalah, ia nampaknya malah menyukai situasi ini. Terlihat dari ia yang tersenyum seolah penuh kemenangan.